Menu

Waspada Kesandung UU ITE, Korban Kekerasan Seks Lakukan Perhatikan Hal Ini sebelum ‘Spill the Tea’ ke Medsos

28 November 2022 13:30 WIB

Ilustrasi kekerasan seksual di media sosial (Pinterest/Edited by Herstory)

HerStory, Jakarta —

Beauty, istilah ‘spill the tea’ belakangan ini marak terdengar dan beredar di media sosial. Isliha tersebut digunakan untuk mengungkap sebuah kasus atau kejadian yang biasanya dialami oleh korban.

Salah satu kasus yang ramai soal spill the tea adalah tentang dugaan kekerasan dan pelecehan seksual. Banyak yang merasa bahwa atensi dari media sosial lebih besar dibandingkan harus melapor sesuai prosedur hukum.

Namun, apakah aman untuk melakukan hal tersebut?

Ternyata, melakukan call out dengan membocorkan identitas pelaku ternyata gak aman. Pasalnya, terduga pelaku belum dinyatakan bersalah secara hukum yang mana korban terancam kena pasal UU ITE

Oleh karena itu, satu hal yang perlu diperhatikan saat ingin spill the tea ke media sosial adalah untuk tidak gegabah dalam menyebutkan nama pelaku. Hal sama disepakati oleh Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) yang disampaikan oleh An Nisaa Yovani dalam Diskusi 16 Hari Aktivisme Melawan Kekerasan Berbasis Gender: Menciptakan Ruang Aman untuk Dukung Pekerja dan Pemberi Kerja pada Jumat (25/11/2022).

Ia menjelaskan bahwa KOMPAKS akan melakukan pendekatan dengan korban secara langsung melalui ruang chat pribadi. Selanjutnya, KOMPAKS akan menanyakan terkait pendampingan dan kebutuhan korban.

Nah, jika korban terlanjur mengungkap identitas pelaku, KOMPAKS akan memintanya untuk menarik unggahan tersebut, namun tetap mengusut kasusnya secara personal bersama KOMPAKS. Hal itu dilakukan demi keamanan korban.

“Kalau menyebutkan identitas pelaku maka take down identitasnya, namun secara personal tanyakan identitasnya,” ungkap Yovani.

Dalam panduan Memahani dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender Online yang diinisiasi oleh AwasKGBO dan SAFEnet juga dijelaskan mengenai pentingnya perlindungan privasi online. Data pribadi merupakan hal atau informasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, melacak, atau merujuk pada orang tertentu secara spesifik. 

Data ini meliputi nama lengkap, nomor identitas, alamat pribadi, kontak personal, informasi aset dan properti, data biometrik, dan lain sebagainya. Sebaiknya, data pribadi tersebut jangan diumbar ke media sosial sebab dapat menjadi kunci keamanan dari berbagai kejahatan atau kekerasan di dunia maya.

Lalu apa yang harus dilakukan saat menjadi korban kekerasan seksual?

1. Dokumentasikan kejadian sebagai bukti

Bila memungkinkan, dokumentasikan kejadian secara detail sehingga pihak berwenang dapat membuat kronologinya dengan tepat.

2. Pantau situasi yang terjadi

Meski gak terlalu dianjurkan, pantau bagaimana situasi yang terjadi apakah mungkin untuk menghadapi pelaku sendiri atau enggak. Putuskan dengan bijak dan utamakan keselamatan diri, ya.

3. Cari bantuan

Perlu diketahui bahwa dalam menghadapi kekerasan atau pelecehan seksual sangat dianjurkan untuk mencari bantuan seperti bantuan pendampingan hukum melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH), pendamping psikologis seperti layanan konseling, dan bantuan terkait keamanan digital.

Komnas Perempuan menyediakan layanan pengaduan yang dapat dihubungi di 021-3903963 dan 021-80305399 atau melalui surel mail@komnasperempuan.go.id.

4. Lapor dan blokir pelaku

Media sosial dilengkapi dengan fitur melaporkan dan memblokir akun yang mencurigakan, membuat ketidaknyamanan, atau mengintimidasi. Segera lapor dan blokir pelaku menggunakan fitur tersebut.

Itu dia beberapa hal yang harus diperhatikan oleh korban sebelum memutuskan untuk ‘spill the tea’ ke media sosial. Pastikan untuk menghubungi lembaga atau organisasi pendampingan korban untuk menangani kasus kekerasan dan pelecehan seksual, ya.