Menu

Terapi Transplantasi Ginjal Dinilai Lebih Unggul, Begini Prosedur yang Dilakukan...

13 Januari 2023 10:15 WIB

Ilustrasi Ginjal. (pinterest/cfnewstoday)

HerStory, Jakarta —

Beauty, saat ini, penyakit gagal ginjal kronik menjadi masalah serius yang perlu segera ditanggulangi di Indonesia. Angka kejadiannya meningkat dari 0,2% pada 2013 menjadi 0,38% pada 2018.

Gagal ginjal kronik juga menjadi salah satu penyakit yang memerlukan biaya besar, sehingga harus segera diutamakan penyelesaiannya oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.

“Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan salah satu dari penyakit yang menyerap dana besar pada pembiayaan kesehatan pemerintah melalui BPJS, sehingga menjadi penyakit yang diutamakan penyelesaiannya oleh Kemenkes RI," ujar Dr. dr. Nur Rasyid, Sp.U (K)., selaku Ketua ASRI Urology Center (AUC) dalam konferensi pers Layanan Unggulan Transplantasi Ginjal RS Siloam ASRI, Jakarta, Kamis (12/1/2023).

Dikatakan dr. Nur Rasyid, penyakit gagal ginjal kronik yang enggak bisa diatasi dengan pengobatan dan diet rendah protein akan memerlukan pengobatan pengganti ginjal, yaitu dialisis atau transplantasi ginjal.

Menurut dr. Nur Rasyid juga, jika dibandingkan dengan hemodialisis kronik, transplantasi ginjal memiliki keunggulan dalam hal memperpanjang angka harapan hidup, memperbaiki kualitas hidup, dan efisiensi total pembiayaan jangka panjang. 

Transplantasi ginjal sudah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1977, tapi baru berkembang pesat pada tahun 2011 dan sampai saat ini telah dilakukan lebih dari 1.200 kasus (jumlah yang sangat kecil dibandingkan populasi & penderita GGK).

Lantas, bagaimana prosedur yang dilakukan untuk transplantasi ginjal?

“Awalnya, prosedur dilakukan dengan memasukkan alat laparaskopi melalui rongga perut (peritoneum dimana terdapat usus dan organ-organ lain), kemudian membuka ruangan belakang tempat ginjal berada," jelas dr. Nur Rasyid.

"Sejak 2018 dikembangkan teknik baru, laparaskopi langsung ke lokasi ginjal (retroperitoneal), hal ini membutuhkan keterampilan yang lebih baik dari operator, tapi memberikan keuntungan yaitu komplikasi yang lebih rendah bagi pendonor,” lanjutnya.

Di RS Siloam ASRI, operasi pengangkatan ginjal donor dilakukan 100gan laparoskopi, awalnya melalui prosedur transperitoneal dengan keuntungan lapangan pandang operasi yang lebih luas, dan secara teknis lebih mudah dibandingkan retroperitoneal.

Pengembangan laparaskopi donor nefrektomi melalui retroperitoneal dimulai dengan membuat ruangan baru di area ginjal yang bisa memberikan akses langsung ke pembuluh darah ginjal tanpa melalui rongga perut dan memindahkan usus besar, sehingga menurunkan risiko komplikasi.

“Pada tahun 2020, tim transplantasi di RS Siloam ASRI sudah mulai mengembangkan teknik laparoskopi retroperiteneal. Sampai saat ini, RS Siloam ASRI telah melakukan operasi laparaskopi donor transperitoneal sebanyak 78 pasien dengan 1 komplikasi, dan retroperitoneal sebanyak 137 pasien tanpa adanya komplikasi," ungkap dr. Nur Rasyid.

"Dalam proses operasi transplantasi ginjal pada resipien (penerima), secara fundamental yang harus dikuasai operator adalah penyambungan pembuluh darah (anastomosis vaskuler) dari donor ke resipien,” sambungnya.

Dalam paparannya, ia juga mengemukakan bahwa pada pemeriksaan CT angiografi untuk melihat pembuluh darah ginjal donor seringkali ditemukan calon donor yang memiliki pembuluh darah arteri ginjal lebih dari satu atau yang disebut dengan multiple renal artery (MRA). 

Pada awal pengembangan transplantasi, calon donor seperti ini enggak ideal, sehingga kadang diminta mencari donor lain.

Namun, dengan pengembangan kemampuan operasi (microsurgery) dari tim resipien RS Siloam ASRI yang mampu menyatukan beberapa pembuluh darah menjadi satu bagian.

Hal ini memberikan kesempatan lebih besar pada ketersediaan donor dan memberikan keberhasilan yang sama baiknya dengan donor yang pembuluh darah arteri tunggal.

Adapun, prosedur persiapan transplantasi yang mulus atau seamless memerlukan adanya kerja sama yang baik antara koordinator transplan, tim advokasi (melaksanakan tugas KTN) yang baik, dokter spesialis nefrologi yang memastikan tingkat kecocokan organ donor dan resipien, dokter spesialis radiologi yang dapat menampilkan pembuluh darah donor dan resipien dengan baik, serta seluruh tim dokter spesialis yang memastikan toleransi operasi pasien cukup untuk melaksanakan transplantasi.

“Pada pelaksanaannya, dilakukan anestesi oleh tim anestesi yang berpengalaman dalam transplantasi organ di samping kesiapan tim bedah urologi untuk donor dengan laparaskopi dan untuk resipien dengan teknik bedah mikro sehingga menurunkan morbiditas dan meningkatkan keberhasilan transplantasi ginjal di RS Siloam ASRI hingga saat ini,” tutup dr. Nur Rasyid.