Menu

Waspada Moms, Ternyata Mata Minus Berisiko Tinggi Kena Strabismus atau Mata Juling, Kenali Penyebabnya Sejak Dini Ya!

10 Februari 2023 17:05 WIB

Ilustrasi mata minus (Unsplash/Marina Vitale)

HerStory, Jakarta —

Moms, pernah mendengar istilah strabismus atau yang biasa disebut dengan mata juling? Strabismus atau mata juling merupakan kondisi kelainan dari posisi antara kedua bola mata yang tak sejajar.

Strabismus terjadi akibat gangguang atau kelemahan pada kontrol otak terhadap otot mata, sehingga bola mata tak berada pada posisi yang sejajar satu sama lain (neuromuscular weakness).

Dampak dari strabismus adalah gangguan perkembangan fungsi penglihatan, ketidaknyamanan dari penampilan atau fisik seseorang dan efek psikososial. Tak hanya gangguan estetik, strabismus dapat mempengaruhi perkembangan fungsi penglihatan yang masih imatur pada anak.

Sebuah studi terbaru melaporkan prevalensi strabismus (atau biasa disebut mata juling) secara global diperkirakan mencapai 1,93 persen. Angka ini menunjukan bahwa setidaknya 148 juta orang di seluruh dunia menyandang strabismus

Sementara, hasil pemeriksaan mata lengkap terhadap 3.009 anak usia 6-72 bulan di Singapura memperlihatkan bahwa 15% di antaranya mengalami strabismus. Mata juling terjadi akibat gangguan atau kelemahan pada kontrol otak terhadap otot mata. Sehingga bola mata tidak berada pada posisi yang sejajar satu sama lain (neuromuscular weakness).

Biasanya mata juling disebabkan oleh faktor keturunan dan bayi yang lahir secara prematur, sebab bayi prematur berisiko tinggi mengalami mata juling. Bahkan minus tinggi juga berisiko terkena mata juling, maka kenali sejak dini dan cara mengobati sebelum terlambat.

"Minus yang terlalu tinggi bisa berisiko mata strabismus," ucap dr. Gusti G. Suardana, SpM(K)., selaku Direktur Medik RS Mata JEC Kedoya, sekaligus Ketua Bakti Sosial Operasi Mata Juling JEC dan Dokter Subspesialis Konsultan Strabismus JEC Eye Hospitals & Clinics, Jumat (10/2/2023).

Terjadinya strabismus pada anak juga berisiko mempengaruhi perkembangan fungsi penglihatannya. Tanpa penanganan yang tepat, penyandang strabismus bisa berisiko terkena mata malas (ambliopia) dan gangguan perkembangan binokularitas. Yakni, gangguan pada pembentukan kemampuan penglihatan tiga dimensi/binokulaitas. 

“Penyandang mata juling tidak hanya berisiko terdampak dari sisi kesehatan penglihatannya saja. Strabismus juga memberi impak yang menyulitkan penyandangnya mendapatkan hidup berkualitas. Masyarakat masih melihat penyandang strabismus sebagai kelompok yang berbeda.

Prasangka, kesalahpahaman, dan perlakuan negatif akibat stigma yang keliru turut meningkatkan tekanan sosial yang mau tak mau sering penyandang strabismus alami,”  papar dr. Gusti.

Temuan lain menyebut penyandang strabismus berisiko mengalami gangguan mental 10 persen lebih tinggi. Tentu saja lebih rentan terhadap gangguan psikologis, seperti keinginan bunuh diri, depresi, ansietas, fobia sosial, hingga skizofrenia.

“Setiap orang berhak mendapatkan penglihatan optimal dan hidup yang berkualitas. Penyandang strabismus juga tak berbeda, berkesempatan yang sama. Hidup mereka secara psikososial tak berhenti lantaran menyandang strabismus.

"Mereka harus kita dorong untuk bisa bangkit, salah satunya melalui operasi mata juling, sehingga mampu semakin berkembang dan maju menggapai masa depan yang lebih baik," tukas Dr. Darwan M. Purba, SpM(K).

Artikel Pilihan