Menu

BKKBN Ungkap Perkawinan Usia Dini Berkontribusi Naikkan Prevalensi Stunting, Apa Saja Sih Masalahnya? Yuk Simak Penjelasannya di Sini!

13 Juni 2023 08:30 WIB

Ibu hamil sedang minum teh herbal (Freepik/Edited by HerStory)

HerStory, Jakarta —

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan, perkawinan di usia dini memberi kontribusi terhadap kenaikan prevalensi stunting di Indonesia. 

Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo menuturkan, hal ini disebabkan, secara medis kondisi fisik dan kesehatan belum memungkinkan untuk hamil. 

"Seperti hemoglobin (anemia) masih tinggi, lingkar lengan atas kurang dari 23 centimeter, dan kondisi kesehatan lainnya, maka jangan dulu hamil. Perbaiki dulu kondisi kesehatan agar tidak melahirkan bayi stunting," kata Hasto dalam keterangan tertulis diterima HerStory, Selasa (13/6/2023). 

Adapun terkait kondisi ideal sebagai syarat melahirkan bayi yang sehat, Hasto menjelaskan, Moms yang akan hamil harus memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) ideal. Sebab, Moms yang terlalu kurus saat hamil akan melahirkan bayi yang berpotensi stunting, cacat hingga kurang gizi. 

"Mereka jangan terlalu kurus, lingkar lengan atas jangan kurang dari 23 cm, hemoglobinnya tidak rendah. (Jika kurus) tunda dulu hamil, gemukkan diri dulu," jelas Hasto.

Perlu diketahui Beauty, diameter kepala bayi yang akan dilahirkan diciptakan tak kurang dari 9,6 cm dan gak lebih dari 10 cm. Sedangkan panggul perempuan berusia di bawah 20 tahun belum mencapai 10 cm. 

Hal tersebut menjadi penyebab, melahirkan pada usia di bawah 20 tahun sangat berbahaya dan beresiko hingga berakibat pada kematian Moms dan bayi. 

Melihat masalah tersebut, pemerintah melakukan intervensi dengan lebih masif. Hal ini mengingat target nasional prevalensi stunting pada 2024 harus sudah mencapai 14 persen dari saat ini 21,6 persen.

Agar tak memunculkan bayi-bayi baru dengan kondisi stunting, Hasto meminta agar Moms yang kawin di usia muda untuk menunda dulu kehamilannya.

Agar program percepatan penurunan stunting berjalan efektif, Hasto mengatakan, BKKBN telah membangun kemitraan dengan banyak pihak dan memanfaatkan data Pendataan Keluarga (PK) sebagai salah satu basis intervensi. 

Melalui data PK akan diketahui secara pasti ke mana intervensi harus dilakukan sehingga tepat sasaran. Kita bisa mengetahui secara pasti lokasi mereka karena data PK berbasis 'by name by address'," kaya Hasto.

Saat ini, BKKBN telah mengerahkan 600.000 Tenaga Pendamping Keluarga (TPK) di seluruh Indonesia. Sebanyak 2.800 orang TPK berada di Sulawesi Barat yang menempati urutan ke tujuh sebagai provinsi dengan remaja menikah usia muda. 

Tugas mereka memberikan pendampingan terhadap keluarga-keluarga berpotensi stunting atau yang memiliki anak stunting. Termasuk mendukung kegiatan mitra BKKBN yang tengah melakukan intervensi. 

Hasto mengatakan, melakukan intervensi terhadap remaja dan calon Moms merupakan kunci sukses program percepatan penurunan stunting. 

"Dari pada memberikan intervensi terhadap anak yang sudah stunting, walau itu harus tetap kita lakukan. Jadi, mencegah lahirnya bayi stunting itu lebih sukses dalam mempercepat penurunan prevalensi stunting," ucap Hasto.

Share Artikel:

Oleh: Ummu Hani

Artikel Pilihan