Ilustrasi seseorang mengalami dry eyes (Freepik/Stockking)
Meski bukan penyakit yang mematikan, dry eye bisa membuat penderitanya mengalami kesulitan dalam menjalankan aktivitas.
Beauty, ada baiknya kita mengetahui beberapa variabel yang bisa meningkatkan potensi terserang dry eye, antara lain:
Sebuah penelitian di National Library of Medicine, mendapati gejala mata kering yang parah lebih umum terjadi pada kalangan yang menggunakan layar elektronik selama lebih dari 4 jam per hari.
Khusus menyorot screen time, data dari Headphones Addict mengungkap, rata-rata durasi tatap layar masyarakat Indonesia menggunakan ponsel menjadi yang terlama di dunia, yakni 5 jam 39 menit per hari.
Sedangkan screen time masyarakat Indonesia melalui berbagai peranti berlayar elektronik (baik TV, komputer, tablet, ponsel, dsb.) berada di peringkat kesebelas terlama di dunia: 7 jam 42 menit.
Secara fisiologis, dry eye terjadi akibat tiga mekanisme:
MGD menjadi penyebab tersering mata kering. Apalagi pada populasi Asia, persentase MGD-nya ternyata lebih besar dibandingkan kelompok penduduk di wilayah lain, yakni berkisar 46-70 persen.
Selain itu, beberapa studi juga mendapati bahwa kalangan dengan durasi tatap layar lebih dari 4 jam ternyata lebih berisiko mengalami MGD.
“Sebagai gangguan mata kronis, dry eye butuh penanganan jangka panjang. Terapinya pun sangat bervariasi tergantung keluhan, mekanisme penyebab, dan derajat dry eye yang dialami penderita. Perlu pemeriksaan diagnostik yang menyeluruh agar penderita mendapatkan penanganan dry eye yang tepat,” ungkap Dr. Nina Asrini Noor, SpM, Dokter Spesialis Mata dan Ketua Dry Eye Service JEC Eye Hospitals and Clinics, Selasa (18/7/2023).
Informasi tentang cara penanganan dry eye ada di halaman selanjutnya ya
Memahami situasi dry eye di Indonesia yang masih mengkhawatirkan, JEC Eye Hospitals and Clinics telah menghadirkan JEC Dry Eye Service (sejak 2017) sebagai pionir layanan terpadu untuk menangani mata kering secara komprehensif.
Layanan ini menawarkan beragam modalitas pemeriksaan berteknologi mutakhir untuk mendiagnosis dry eye pasien.
Meliputi: Dry Eye Questionnaire, Schirmer Test (menilai volume air mata), Tear Break Up Time/TBUT (menilai stabilitas air mata), Ocular Surface Staining (menilai derajat peradangan), Meibography (menilai kondisi kelenjar Meibom di kelopak mata), dan TearLab® Osmometer (menilai kadar osmolaritas air mata).
Berdasarkan pemeriksaan tersebut, tim ahli JEC Dry Service (yang diperkuat 4 dokter spesialis mata kering) akan memberikan penanganan yang sesuai.
Mulai dari artificial tears substitute/lubricants hingga punctal plug pada kondisi berat untuk mengatasi volume air mata yang kurang; pemberian anti-inflamasi dan antibiotik tetes mata maupun orang untuk mengatasi peradangan dan kemungkinan infeksi pada mata; pemberian autologous serum tetes mata untuk memperbaiki permukaan mata yang mengalami kerusakan; serta terapi E-eye® Intense Pulse Light (IPL) untuk memperbaiki kualitas lapisan minyak air mata.
“E-Eye® Intense Pulse Light merupakan teknologi paling mutakhir untuk terapi MGD sebagai salah satu mekanisme paling umum penyebab dry eye. E-Eye® IPL yang ditujukan langsung ke kelopak mata akan menstimulasi dan memperbaiki fungsi kelenjar Meibom sehingga kualitas lapisan lipid menjadi lebih baik dan kadar penguapan air mata berkurang,” tutup dr. Nina.
Rasio perbaikan keluhan dry eye menggunakan terapi E-Eye® IPL mencapai lebih dari 80 persen. Proses terapi E-Eye® IPL terbagi ke dalam 3 sesi, yaitu hari pertama, hari ke-15 dan hari ke-45, dengan durasi tindakan pada masing-masing mata berlangsung singkat: hanya 3-5 menit.
Sepanjang 2022, dari total 1.691 pasien dry eye yang mendapatkan penanganan di JEC Dry Eye Service, sekitar 25 persen menerima terapi E-Eye® IPL.