Menu

Dari Pengelolaan Sampah yang Baik Menuju Sistem Ekonomi Sirkular, Ini Dia Penjelasannya

18 Februari 2021 21:10 WIB

Dokumentasi konferensi pers Hari Peduli Sampah Nasional 2021 oleh PT. Unilever. (Press release/ PT. Unilever)

HerStory, Bandung —

Berbicara mengenai pengelolaan sampah, rasanya kita semua setuju kalau pengelolaan sampah di Indonesia tergolong buruk. Hal ini sejalan dengan studi terbaru yang dilaksanakan PT. Unilever bersama Sustainable Waste Indonesia (SWI) yang memperlihatkan bahwa dari 189.349 ton sampah plastik rata-rata/bulan yang dihasilkan di Pulau Jawa, hanya 11,83% yang dapat dikumpulkan.

Sementara sisanya sebanyak 88,17rakhir di TPA atau tidak terangkut sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan. 

"Jika dikelola dengan baik, sampah plastik justru dapat memberikan nilai ekonomi, sehingga transisi menuju konsep ekonomi sirkular kini menjadi semakin krusial untuk mengubah permasalahan sampah plastik menjadi peluang menuju pemulihan ekonomi nasional," ungkap Nurdiana Darus, Head of Corporate Affairs and Sustainability PT Unilever Indonesia.

Urusan sampah bukanlah hal yang bisa disepelekan. Perlu adanya perubahan mindset dan kesinambungan antara pemerintah, produsen, dan konsumen untuk sama-sama berusaha menanggulangi masalah sampah.

Potensi pengelolaan sampah untuk mendukung perekonomian pun kian terlihat nyata selama pandemi. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik, sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, dan limbah merupakan tiga dari tujuh sektor yang masih bertumbuh secara positif.

"Fakta ini merupakan kabar baik bagi pengelolaan sampah di Indonesia karena menggambarkan bahwa bidang pengelolaan sampah adalah sektor usaha yang terus menggeliat," ujar Dr. Ir. Novrizal Tahar, IPM selaku Direktur Pengelolaan Sampah, Direktorat Jenderal PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

Agar mampu memberikan dampak ekonomi yang nyata, perwujudan ekonomi sirkular harus melibatkan peran dan fungsi setiap pelaku rantai nilai sampah yang terdiri dari begitu banyak pihak, mulai dari pemerintah, dunia usaha/industri, sektor informal, hingga masyarakat.

Hal ini meliputi upaya pemilahan, pengumpulan, pengolahan dan pemrosesan akhir. Hasil studi Unilever Indonesia dan SWI mengungkap bahwa lebih dari 80% sampah plastik yang terkumpul di Pulau Jawa berasal dari pemulung. 

"Pemulung memiliki peran sentral yang patut diperhatikan karena merekalah yang berjasa mengumpulkan sampah sebagai bahan baku yang mendukung industri daur ulang. Oleh karena itu, sudah saatnya kita melekatkan para pemulung ke dalam kesatuan rantai nilai pengelolaan sampah yang lebih utuh," ujar Dr. Alin Halimatussadiah, Ph.D selaku Ketua Kajian Ekonomi Lingkungan, LPEM FEB UI.

Untuk itu, Unilever Indonesia dan PPIM luncurkan kerjasama baru yang menargetkan 3.000 pemulung sebagai penerima manfaat dari rangkaian program edukasi dan pemberdayaan masyarakat. Program edukasi antara lain meliputi: pelatihan literasi keuangan, keterampilan berkomunikasi, hingga perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang diharapkan dapat menjadi modal dasar bagi para pemulung untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Artikel Pilihan