Mutiara Djokosoetono (istimewa)
Beauty, kamu pasti tak asing dengan Blue Bird Group. Itu lho, salah satu perusahaan transportasi terbesar di Indonesia yang dikenal dengan layanan taksi andal dan berstandar tinggi. Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono, atau lebih akrab disapa Bu Djoko, adalah sosok di balik kesuksesan perusahaan ini. Ia merupakan pelopor inovasi di industri taksi Indonesia.
Lahir di Malang pada 17 Oktober 1921, Bu Djoko terlahir dari keluarga berkecukupan. Meskipun begitu, hidupnya pernah berubah drastis saat keluarga bangkrut ketika ia berusia lima tahun. Meski demikian, semangat Bu Djoko untuk menempuh pendidikan tidak pernah surut.
Bu Djoko berhasil menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Guru Belanda (Eropese Kweekschool) pada tahun 1930-an, kemudian melanjutkan studi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Di sana, ia bertemu dengan Prof. Djokosoetono, seorang dosen yang kelak menjadi suaminya dan pendiri Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.
Pada tahun 1950-an, Indonesia mengalami krisis ekonomi. Bu Djoko, yang saat itu harus menghidupi keluarganya, memulai usaha dengan berjualan batik keliling. Kegigihannya membuahkan hasil, dan ia kemudian merambah bisnis penjualan telur. Dari kedua usaha ini, ia berhasil mengumpulkan modal untuk mewujudkan impiannya di bidang transportasi.
Pada 1965, setelah suaminya meninggal, Bu Djoko bersama kedua anaknya, Chandra Suharto dan Purnomo Prawiro, memulai bisnis taksi dengan dua mobil bekas. Mereka mengoperasikan \"Chandra Taxi\" dari rumahnya di Jalan Cokroaminoto No. 107, Jakarta.
Tujuh tahun kemudian, tepatnya pada 1972, Bu Djoko secara resmi meluncurkan Blue Bird dengan 25 armada taksi Holden Torana. Ia memperkenalkan sistem argometer dan menjadikan Blue Bird sebagai pelopor taksi berargometer pertama di Indonesia. Nama "Blue Bird" sendiri terinspirasi dari dongeng Eropa favoritnya yang berarti "Burung Pembawa Kebahagiaan"
Pada tahun-tahun selanjutnya, Blue Bird berkembang pesat.
Kini, Blue Bird tidak hanya menyediakan layanan taksi, tetapi juga rental mobil, bus pariwisata, logistik, hingga properti. Perusahaan ini juga berekspansi ke bisnis IT, SPBU, suku cadang, dan alat berat.
Bu Djoko meninggal pada 10 Juni 2000, tetapi semangat dan nilai-nilai yang ia tanamkan tetap hidup dalam Blue Bird Group. Hari ini, Blue Bird tidak hanya menjadi simbol transportasi berkualitas, tetapi juga bukti bahwa seorang wanita dapat membangun kerajaan bisnis.
Lihat Sumber Artikel di Warta Ekonomi
Disclaimer: Artikel ini merupakan kerja sama HerStory dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel yang tayang di website ini menjadi tanggung jawab HerStory.