Menu

Belum Ada Obatnya, Moms Jangan Anggap Remeh DBD Yah!

24 April 2025 17:30 WIB

Ilustrasi sakit karena demam berdarah. (Pinterest/Freepik)

HerStory, Jakarta —

Moms, hingga saat ini penyakit demam berdarah masih menjadi momok bagi masyarakat. Penyakit yang dianggap sepele ini ternyata bisa mengancam nyawa lho Moms bila terlambat ditangani oleh dokter. Bahkan penyakit yang satu ini belum ada obatnya. 

"Sampai saat ini demam berdarah belum ada obatnya," ujar dr. Fadjar SM Silalahi, Ketua Tim Kerja Arbovirosis, Kementerian Kesehatan RI yang mewakili dr. Ina Agustina Isturini, MKM, Direktur Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan RI. 

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat, sampai dengan 13 April 2025, terdapat 38.740 kasus dengue di Indonesia (Incidence Rate/IR: 13,67/100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 182 kasus (Case Fatality Rate/CFR: 0,47%), yang tersebar di 447 kabupaten/kota di 34 provinsi. 

Meskipun angka ini lebih rendah dibandingkan dengan lonjakan kasus pada periode yang sama tahun lalu, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/466/2025 tentang “Kewaspadaan Dini terhadap Penyakit DBD dan Chikungunya” kepada seluruh Dinas Kesehatan sebagai bentuk kewaspadaan dini terhadap potensi peningkatan kasus di awal tahun 2025. 

Penurunan tren ini tidak serta merta menjadi alasan untuk melonggarkan kewaspadaan. Sebagai negara hiper-endemik, Indonesia terus menghadapi risiko penularan dengue sepanjang tahun, yang dapat meningkat kapan saja jika langkah pencegahan tidak dilakukan secara konsisten. 

Melalui kegiatan media briefing bertajuk “Waspada DBD: Lindungi Keluarga, Selamatkan Masa Depan,” PT Takeda Innovative Medicines bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI kembali mendorong pentingnya edukasi dan pencegahan terhadap dengue. Acara ini merupakan bagian dari kampanye berkelanjutan CegahDBD yang telah berjalan sejak tahun 2023. 

dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD, Ph.D, KEMD, Wakil Menteri Kesehatan RI dalam sambutannya menyampaikan, “Lebih dari setengah abad berlalu, DBD tetap menjadi masalah kesehatan yang serius. Data Kementerian Kesehatan tahun 2024 menunjukkan bahwa jumlah kasus dan kematian meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2023. Per April 2025, sudah tercatat lebih dari 38.000 kasus dan lebih dari 100 kematian akibat DBD. Kita semua menyadari bahwa DBD dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti perubahan iklim, kepadatan penduduk, dan mobilitas masyarakat. Artinya, siapa pun bisa berisiko terkena penyakit ini. Oleh karena itu, pencegahan yang menyeluruh perlu menjadi perhatian bersama. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, diperlukan kolaborasi lintas sektor untuk menanggulangi DBD secara efektif.” Prof. Dante menyampaikan apresiasinya kepada PT Takeda Innovative Medicines atas terselenggaranya acara media briefing ini, “Saya berharap kampanye ini menjadi titik awal lahirnya gelombang kepedulian dan aksi nyata dari seluruh lapisan masyarakat, demi mendukung cita-cita besar kita bersama: ‘Nol Kematian Akibat DBD pada Tahun 2030’, sebagaimana tercantum dalam Strategi Nasional Pencegahan Dengue 2021–2025,” tutup Prof. Dante.

 dr. Fadjar SM Silalahi, Ketua Tim Kerja Arbovirosis, Kementerian Kesehatan RI yang mewakili dr. Ina Agustina Isturini, MKM, Direktur Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan RI, menegaskan, “Dengue adalah penyakit yang bisa mengancam nyawa, dan kita tidak bisa lagi menunggu sampai puncak kasus (wabah) untuk bertindak. Banyak masyarakat yang masih salah menganggap bahwa dengue merupakan penyakit musiman." 

"Padahal, penyakit dengue ada dan dapat menyebar sepanjang tahun, walaupun pada bulan-bulan tertentu kasusnya bisa melonjak secara signifikan. Salah satu tantangan besar kami adalah melawan persepsi tersebut. Oleh karena itu, kami terus memperkuat kewaspadaan melalui edukasi dan pencegahan lintas sektor. Mendorong masyarakat untuk disiplin menerapkan 3M Plus dan mempertimbangkan penggunaan pencegahan yang inovatif.” 

Menurut dr. Fadjar, hal tersebut telah dituangkan oleh Kementerian Kesehatan RI melalui Strategi Nasional (STRANAS) Penanggulangan Dengue 2021-2025 yang komprehensif. “STRANAS Penanggulangan Dengue 2021-2025 menjadi komitmen kami dalam mewujudkan peta jalan Neglected Tropical Diseases (NTD) 2020-2030 yang dicanangkan oleh WHO. Di mana, dengue menjadi salah satu penyakit tropis yang perlu dieliminasi pada tahun 2030. Strategi nasional ini menjadi dasar kolaborasi dan pembuatan strategi dalam pencegahan dengue,” tutup dr. Fadjar. 

dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc, Sp.PD, FRSPH, FINASIM, Spesialis Penyakit Dalam, menjelaskan bahwa dengue bukan sekadar demam yang bisa sembuh dengan sendirinya. “Masyarakat sering kali menganggap dengue sebagai penyakit ringan yang akan sembuh dengan sendirinya. Padahal, kenyataannya jauh lebih serius. 

Dengue bisa berkembang cepat dan menimbulkan komplikasi berat, seperti dengue shock syndrome (DSS), perdarahan hebat, dan penurunan drastis jumlah trombosit, yang bisa berujung pada kondisi gawat darurat—terutama pada anak-anak, lansia, atau individu dengan penyakit penyerta. Yang banyak masyarakat tidak mengerti adalah bahwa seseorang bisa terinfeksi dengue lebih dari satu kali, karena virus dengue memiliki empat serotipe berbeda, dan infeksi berikutnya justru bisa membawa risiko yang lebih tinggi terhadap keparahan, terutama orang-orang dengan penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes, dan ginjal kronik.” 

dr. Dirga menambahkan, “Sampai saat ini belum ada obat spesifik untuk mengatasi dengue. Satu-satunya cara terbaik yang kita miliki adalah mencegah. Dan pencegahan ini harus menyeluruh, dimulai dari mengendalikan vektor nyamuk dengan 3M Plus, edukasi yang berkelanjutan, dan yang tidak kalah penting adalah menambah perlindungan menggunakan metode yang inovatif seperti vaksinasi, yang kini telah direkomendasikan penggunaannya oleh asosiasi medis bagi anak-anak dan orang dewasa, tanpa memandang riwayat infeksi dengue sebelumnya. Artinya, orang yang belum pernah terkena denguepun bisa mendapatkan vaksinasi. Namun, untuk mencapai perlindungan yang optimal, seseorang perlu mendapatkan dosis vaksin dengue sesuai yang direkomendasikan dokter.” 

Andreas Gutknecht, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, mengungkapkan, “Kami melihat bahwa edukasi publik memiliki peran kunci dalam mengubah cara kita memahami dan menghadapi dengue. Hal ini salah satunya terlihat hasil studi lintas negara yang kami lakukan dengan melibatkan 3.800 responden dari tujuh negara di Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Studi ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman masyarakat tentang dengue, termasuk vektor, pencegahan, dan vaksinasi, masih rendah—rata-rata hanya 47%. 

Menariknya, Indonesia mencatat skor tertinggi dalam praktik pengendalian vektor secara mandiri, dengan 56% responden aktif melakukan upaya pencegahan. Namun, studi berkala yang dilakukan oleh salah satu perusahaan riset pasar internasional, ternyata menemukan bahwa masyarakat Indonesia cenderung tidak konsisten dan hanya mengintensifkan tindakan pencegahan pada musim hujan atau saat terjadi lonjakan kasus.” Menurut Andreas, hal ini menunjukkan perlunya upaya edukasi yang lebih konsisten dan berkesinambungan. “Itulah yang mendorong kami untuk memperkuat kampanye CegahDBD tahun ini. Di mana, hari ini, kami meluncurkan video edukatif terbaru, situs web interaktif, dan kanal WhatsApp yang dirancang agar informasi penting bisa menjangkau lebih banyak keluarga di Indonesia—dengan bahasa yang mudah dipahami dan terpercaya,” tutupnya.

Sementara itu, Tasya Kamila, Public Figure yang juga seorang Ibu muda, menyampaikan kekhawatirannya terhadap kasus dengue di Indonesia yang angkanya terus tinggi. “Sebagai seorang ibu, saya tentu merasa khawatir. Bukan karena ingin panik, tapi karena saya tahu dengue itu nyata dan bisa menyerang siapa saja—termasuk anak-anak kita. Kita sering dengar kabar ada yang harus dirawat di rumah sakit, bahkan kehilangan orang terdekat karena dengue. Kadang bukan hanya anak-anak, tapi juga orang dewasa. Rasanya sedih, apalagi saat kita tahu bahwa banyak kasus sebenarnya bisa dicegah. Tubuh anak-anak belum sekuat orang dewasa. Mereka sangat bergantung pada kita—orang tuanya—untuk memberikan perlindungan terbaik. Saya ingin semua orang tua memahami bahwa kita sebenarnya punya pilihan. Kita bisa mulai dari hal-hal sederhana, seperti menjaga kebersihan lingkungan, menerapkan 3M Plus. Apalagi saat ini sudah ada pencegahan inovatif yang dapat memberikan perlindungan tambahan dari dalam diri kita. Pencegahan selalu lebih baik daripada mengobati. Jadi kalau kita bisa mencegah, kenapa harus menunggu sampai ada yang sakit dulu? Ini bukan hanya soal takut terhadap penyakit, tapi soal rasa tanggung jawab—untuk menjaga keluarga kita, untuk memastikan anak-anak kita tumbuh sehat tanpa harus melewati penderitaan yang seharusnya bisa dihindari,” jelasnya. 

CegahDBD merupakan bagian dari kampanye #Ayo3MPlusVaksinDBD dan salah satu kemitraan antara PT Takeda Innovative Medicines dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang terus mendorong pendekatan pencegahan yang komprehensif dan kolaboratif, dimulai dari edukasi, penguatan praktik 3M Plus, hingga pemanfaatan inovasi seperti vaksinasi. 

Edukasi menjadi kunci agar masyarakat tidak hanya bertindak saat dengue mewabah, tetapi paham pentingnya pencegahan sejak dini. Kolaborasi dan aksi nyata dari semua pihak dibutuhkan sekarang—demi mewujudkan target Nol Kematian Akibat Dengue pada Tahun 2030. Kementerian Kesehatan RI, “Surat Edaran Tentang Kewaspadaan Peningkatan Kasus dan Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue dan Chikungunya Tahun 2025”, 7 Februari 2025.