Menu

85% Orang Tua yang Miliki Anak Disabilitas Khawatir Anaknya Tak Bisa Kembali ke Sekolah

01 Juni 2021 14:20 WIB

Hari Anak Nasional (Press release/Save The Children)

HerStory, Bogor —

Save the Children mendapatkan fakta bahwa terdapat 85% orang tua terutama ibu dari anak-anak penyandang disabilitas khawatir bahwa anak mereka tidak bisa kembali ke sekolah. Orang tua yang miliki anak perempuan tiga kali lebih yakin anaknya tidak dapat      kembali ke sekolah hal ini melalui penelitian oleh Save the Children yang dilakukan di 46 negara pada Juli 2020 silam.

Kekhawatiran ini didasari karena tantangan yang harus diterima oleh anak penyandang disabilitas sangat besar, minimnya pemahaman warga sekolah menjadi hal yang utama, terbatasnya keterampilan pada tenaga pendidik dalam membeikan layanan kepada anak dengan disabilitas juga menjadi tantangan besar. 

“Kekhawatiran orang tua sangat dapat dipahami, karena tantangan yang dihadapi anak-anak penyandang disabilitas sangat besar bahkan tiga kali lipat. Kesetaraan akses, minimnya pemahaman warga sekolah menjadi isu utama, selain itu juga terbatasnya pengetahuan dan keterampilan para tenaga pendidik dalam memberikan layanan pendidikan inklusi masih menjadi tantangan besar” kaa Selina Patta Sumbung, CEO Save the Children Indonesia.

Selina juga menegaskan bahwa risiko learning lost terhadap anak penyandang disabilitas juga berimbas pada tumbuh kembang anak tersebut. Banyak yang belum memahami bagaimana harus berkomunikasi dengan penyandang disabilitas, sehingga sulit untuk saling memahami.

“Jika anak disabilitas tidak mendapatkan hak pendidikan, maka hal ini dapat berdampak pada kondisi kesehatan mental dan fisik anak. Masalah ini perlu segera ditangani, Pemerintah, Organisasi dan Masyarakat harus segera bersama-sama memprioritaskan akses dan layanan pendidikan inklusi yang berkualitas.” sambung Selina.

Di Kabupaten Bandung kekhawatiran yang sama juga dialami oleh para orang tua dengan anak-anak penyandang disabilitas, termasuk tantangan terkait tidak meratanya akses. Minimnya penerimaan masyarakat, dan terbatasnya sarana dan prasaran penunjang agar anak-anak penyandang disabilitas dapat belajar.

“Di masa pandemi semua pembelajaran menjadi online, setiap hari latihan soal dan harus dicatat di buku tulis padahal saya mengalami keterbatasan fisik untuk menulis. Sebaiknya guru-guru bisa lebih dekat dengan anak-anak disabilitas sehingga guru bisa memahami kebutuhan dan tantangan yang dihadapi anak-anak seperti saya.” kata Ranti, anak dengan disabilias fisik.

“Saya berharap diperbanyaknya akses pendidikan gratis untuk anak disabilitas, agar tidak ada lagi anak-anak disabilitas yang putus sekolah karena alasan biaya. Dan guru juga lebih bisa memberikan cara belajar yang sesuai dengan keragaman disabilitas anak“ ambah Ranti.         

Kaena pemasalahan yang harus dihadapi anak-anak penyandang disabilitas Save the Children melalui gerakan #SaveOurEducation melakukan aksi nyata dengan memberikan dukungan kepada anak-anak disabilitas dan orang tua melalui kunjungan ke 50 rumah anak-anak penyandang disabilitas dengan memberikan beragam kegiatan seperti membaca buku, belajar bersama, melukis sampai dengan sesi konseling serta kegiatan lainnya. 

Memperingati Hari Anak Internasional yang jatuh pada setiap tanggal 1 Juni, Save the Children juga memberikan ruang dan kesempatan kepada anak-anak penyandang disabilitas untuk berdialog secara langsung dengan Bupati Kabupaten Bandung dan Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemendikbud Ristek tentang tantangan yang selama ini dihadapi terutama saat pandemi COVID-19 serta harapan anak-anak untuk pendidikan inklusi.

Semoga dengan adanya gerakan ini di kemudian hari akan merata akses pendidikan untuk seluruh anak-anak di Indonesia.