Menu

Jangan Anggap Tabu Lagi! Ini Tips Anti-Canggung Bicara Seks dengan Anak Praremaja

08 September 2021 18:15 WIB

Ilustrasi orang tua menjelaskan pendidikan seks kepada anak (LiveAbout/Edited By HerStory)

HerStory, Bogor —

Banyak orang beranggapan bahwa pendidikan seksual merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan dengan anak sebelum mereka dewasa.

Padahal, hal ini justru bisa memberikan pemahaman kepada anak dan membekali anak agar lebih sadar dan peduli dengan kesehatan seksual mereka nantinya. 

Socialpreneur, Iim Fahima Jachja, mengatakan, obrolan tentang seks kini bukan hal yang tabu dan canggung lagi. Karena seks sejatinya adalah hal yang spesifik.

“Seks itu bukan hanya masalah reproduksi. Dan masalah reproduksi kan adalah pelajaran biologi. Masa obrolan seks dengan anak harus malu atau dianggap malu?” tutur Iim, dalam sesi live Instagram, sebagaimana dipantau HerStory beberapa waktu lalu.

Iim melanjutkan, pendidikan seks ini sudah bisa coba oleh orang tua saat anak sudah mulai bisa bicara.

“Seperti ngasi tahu dia, jangan lupa dicuci penisnya ya setelah kencing, begitu,” imbuh Iim.

Nah, kalau untuk anak pra-remaja yakni di rentang usia 9 s.d 14 tahun, kata Iim, pembahasan tentang seks ini bisa difokuskan ke hal seperti menolak berhubungan seks, menjaga reproduksi dan sebagainya. Dan, pendidikan seks juga harus terus dilakukan hingga si anak mencapai usia dewasa.

Iim Fahima juga menjelaskan bahwa harus ada keterbukaan dari orang tua telebih dahulu agar pembahasan seks tak menjadi canggung.

Kata dia, orang tua harus terbuka soal sex education kepada anak agar anak nantinya mendapatkan informasi yang utuh dari orang tua.

“Sehingga mencegah anak juga mendapatkan informasi yang salah dari orang luar. Dan tentunya, anak juga merasa aman ketika membahas tentang seks kalau dengan orang tuanya,” tutur Iim.

Sementara itu, Psikolog Klinis dan Keluarga, Pritta Tyas, M.Psi, pun mengingatkan orang tua agar untuk memberikan sex education kepada anak sedini mungkin, dan sesuai dengan rentang usia si anak sendiri.

“Pertama, untuk anak yang masih balita, orang tua harus memulainya dengan menyebut nama kelamin anak sesuai aslinya, jangan diganti-ganti. Seperti saat menyebutkan penis atau vagina, ya sebutkan saja demikian. Jangan diganti bahasanya karena akan menurunkan tingkat keseriusan maknanya. Jadi jangan mengganti penis dengan burung atau sebagainya, seprti itu,” imbau Pritta.

Kemudian lanjut Pritta, yang tak kalah penting juga, orang tua pun harus mengajarkan anak bagaimana cara membersihkan organ vitalnya tersebut dan memberitahu siapa saja yang boleh menyentuh kelaminnya.

Sementara itu, untuk anak praremaja, orang tua pun harus bersikap terbuka jika anak sudah terlihat mulai ada ketertarikan dengan tubuhnya, mulai membandingkan tubuhnya dengan orang lain, mulai tumbuh ketertarikan dengan lawan jenis, dan lain sebagainya.

“Ini jelas perlu keterbukaan dari orang tua agar anak merasa nyaman. Dan di titik ini, orang tua memang harus jadi tempat teraman untuk anak dalam membahas masalah tersebut.

Terkait penyampaian pendidikan seks ke anak, Pritta pun tak segan berbagi tipsnya ke orang tua, diantaranya:

  1. Orang tua harus bekali knowledge tentang sex education ke anak
  2. Orang tua pun harus melatih skill menyampaikan sex education tersebut ke anak. Jika merasa canggung mulailah dari hal yang tak merasa tabu. Bisa dimulai dari relationship, memulai mengenal dirinya seperti bagian tubuh yang paling diperhatikan dan disukai anak.
  3. Bahas masalah seks tersebut sesantai mungkin. Orang tua pun harus terbuka di rumah. Anak bertanya tntang seks adalah karena rasa penasaran, bukan ingin berhubungan seks. Nah, mind set seperti itu membuat orang tua sebagai edukator, dan harus dilatih sejak dini.
  4. Posisikan anak-anak sebagai anak-anak, bukan seorang yang dewasa. Ingat ya Moms, anak itu polos, jadi jangan langsung dimarahi kalau ia ingin tahu tentang masalah seks.

Lebih lanjut, Pritta pun menegaskan, pembahasan pendidikan seks agar dapat tersampaikan dengan baik, maka diperlukam menjalin hubungan baik juga dengan anak.

Kata Pritta, tak ada strategi khusus untuk membangun hubungan yang baik dengan anak. Jika ada diskusi, ya bahas saat itu juga, dan ikuti proses perkembangan anak. Yang terpenting adalah keterbukaan dan kehangatan. Kehangatan itu lebih menerima anak atas prilakunya, kesalahannya, dsb.

“Ketegasan dalam keluarga memang diperlukan, maka semenjak dini ketika ingin melarang sesuatu, harus diberikan alasan yang rasional dan jelas. Apalagi soal seks, alasan yang diberikan harus secara ilmiah,” tuntasnya.