Menu

Cek Mulai Sekarang, Risiko Hipertensi Meningkat Tajam Seiring Bertambahnya Usia, Kata Pakar Umur Segini Paling Rentan!

18 Mei 2022 11:12 WIB

Ilustrasi tensi darah. (pinterest/freepik)

HerStory, Bogor —

Beauty, kamu mungkin sudah tahu ya tentang bahaya hipertensi alias tekanan darah tinggi. Ya, hipertensi merupakan masalah kesehatan yang bisa menyebabkan pembuluh darah menyempit, bocor, pecah, atau tersumbat. Efeknya dapat mengganggu aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke otak. Dan, jika hal ini terjadi, sel-sel dan jaringan otak pun akan mati dan menyebabkan terjadinya stroke.

Terkait hal itu, dr. Eka Harmeiwaty, Sp.S, Wakil Ketua InaSH mengatakan, hipertensi merupakan masalah kesehatan global termasuk di Indonesia.

Karena, menurut survei yang dilakukan oleh oleh Perhimpunan Dokter Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Indonesian Society of Hypertension) bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2018 menunjukan pada sampel 68.846 orang dengan rentang usia rata 45 ± 16,3 tahun ditemukan 27.331 orang (30,8 %) adalah hipertensi.

“Angka ini lebih rendah dari survei tahun 2017 yaitu 34,5 %, hal ini disebabkan pada survei tahun 2018 terdapat 18,6 partisipan berusia 18-29 tahun. Dalam kelompok hipertensi hanya 13.018 (47,6 %) yang menyadari adanya hipertensi dan hanya 47,4 % yang mengkonsumsi obat anti hipertensi. Survei juga menunjukan target pengobatan tidak tercapai pada 10.106 pasien (78,0 %). Dengan kondisi di Indonesia seperti ini tidak heran bila insiden penyakit jantung koroner, stroke dan gagal ginjal masih tinggi,” beber dr. Eka, saat virtual Press Conference World Hypertension Day 2022, yang digelar virtual, kemarin.

Lebih lanjut, dr. Eka mengatakan bahwa risiko hipertensi akan meningkat tajam seiring dengan bertambahnya usia. Kata dr. Eka, peningkatan itu terjadi ketika seseorang pria atau wanita mulai menginjak usia 46 tahun.

Karenanya, ia pun mengimbau masyarakat agar pemeriksaan tekanan darah sejak usia 18 tahun, terutama yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi atau penyakit kardiovaskular.

"Pasien diabetes berisiko mengalami hipertensi sehingga dengan demikian harus dilakukan pemeriksaan darah berkala untuk mendeteksi adanya hipertensi," imbuh dr. Eka.

Selain pengukuran tekanan darah di fasilitas kesehatan, lanjut dr. Eka, pemeriksaan juga dapat dilakukan secara mandiri di rumah atau di komunitas tertentu yang dikenal dengan Home Blood Pressure Monitoring (HBPM) atau disebut dengan Pengukuran Tekanan Darah di Rumah (PTDR).

Dengan melakukan pengukuran yang benar dan akurat, akan didapatkan hasil yang tepat. PTDR sangat membantu untuk mendeteksi hipertensi jas putih, yaitu peningkatan tekanan darah saat diukur di klinik atau RS namun saat dilakukan pengukuran di luar klinik didapatkan tekanan darah normal.

"PTDR juga dapat digunakan untuk memonitor hasil pengobatan. Selain itu dengan melakukan pengukuran mandiri membuat pasien menjadi lebih patuh dalam pengobatan," paparnya.

Lebih lanjut, dr. Eka menegaskan bahwa hipertensi dapat dicegah walaupun faktor genetik dan usia sulit untuk dimodifikasi. Tapi, banyak faktor risiko lain yang dapat dihindari agar tidak terjadi hipertensi dengan menanamkan pola hidup sehat sejak usia dini yang dilakukan dalam keluarga dan melalui edukasi di sekolah.

“Hal ini lebih mudah dibandingkan menyarankan perubahan gaya hidup bagi orang dewasa. Jadi, orang tua dan guru punya peranan penting dalam menanamkan pola hidup sehat pada anak-anak yang akan terus diingat dalam memorinya hingga mereka dewasa. Mengurangi paparan terhadap polusi udara juga merupakan upaya pencegahan terhadap hipertensi, selain mengatasi stresor dan tidur yang cukup,” pungkas dr. Eka.

Artikel Pilihan