Menu

Waspada Kanker Serviks Beauty, Banyak Pasien Terlambat Dideteksi, Penyebabnya Ternyata Ini!

19 Mei 2022 18:43 WIB

Para pembicara di acara ‘Inovasi Deteksi Dini untuk Meningkatkan Cakupan Skrining Kanker Serviks di Indonesia’, yang digelar oleh Roche Indonesia, Kamis (19/5/2022). (Riana/HerStory)

HerStory, Bogor —

Beauty, kamu pasti sudah banyak mendengar tentang penyakit kanker serviks, kan? Ya, kanker serviks menjadi salah satu penyakit yang dapat menyerang perempuan dari berbagai jenjang usia dan menempati peringkat kedua sebagai jenis kanker yang paling banyak diderita wanita Indonesia, lho.

Meski termasuk jenis kanker yang mematikan, risikonya dapat dicegah dengan pemeriksaan secara terpersonalisasi sejak dini yang didukung inovasi-inovasi dalam skrining kanker serviks yang berkualitas. Sayangnya, masyarakat masih menemui hambatan dalam melakukan deteksi dini risiko kanker serviks, khususnya di negara-negara ekonomi menengah ke bawah.

Menurut Ahmed Hassan, selaku Director Country Manager Diagnostics Roche Indonesia, menurut survei global yang dilakukannya, 60 persen masyarakat global masih menghadapi hambatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dengan berbagai alasan seperti kurangnya informasi, faktor biaya, hingga ketakutan terhadap hasil tes yang positif. Hal ini pun akhirnya menjadi hambatan-hambatan dalam melakukan deteksi dini suatu penyakit.

“Pada kanker serviks yang terlambat dideteksi, angka harapan hidup pasien kanker serviks dapat turun menjadi kurang dari 20 persen. Karenanya, akses yang lebih luas untuk deteksi dan perawatan kanker serviks yang inovatif menjadi kunci dalam meningkatkan kualitas kesehatan perempuan,” kata Ahmed Hassan, saat media briefing ‘Inovasi Deteksi Dini untuk Meningkatkan Cakupan Skrining Kanker Serviks di Indonesia’, yang digelar oleh Roche Indonesia, Kamis (19/5/2022).

Sebagai informasi Beauty, pada 2020 lalu, WHO mencatat sebanyak 21.003 kasus kematian perempuan di Indonesia karena kanker serviks, yang disebabkan oleh infeksi virus Human Pappilomavirus Genital (HPV). Penularan dapat terjadi salah satunya melalui hubungan intim, meskipun tanpa gejala, infeksi dapat berlanjut beberapa tahun setelah terpapar virus HPV.

Nah, pemeriksaan fisik melalui deteksi dini yang inovatif hingga penanganan infeksi virus HPV untuk mencegah penularan, perlu diinformasikan secara berkala agar kesadaran masyarakat semakin meningkat.

Adapun, salah satu inovasi pengujian kanker serviks adalah cobas HPV, yang diakui dalam penelitian ATHENA sebagai prediktor superior risiko kanker serviks. Inovasi ini menyederhanakan tahapan skrining pasien dengan menekankan pada tingkat akurasi dan sensitivitas tinggi, sehingga dapat menyaring lebih banyak pasien berpotensi kanker serviks.

“Inovasi ini juga memungkinkan tenaga kesehatan profesional untuk mendeteksi 14 virus HPV yang berisiko menyebabkan kanker serviks. Skrining kanker serviks dengan cobas HPV dapat diakses di berbagai laboratorium maupun rumah sakit berbagai daerah di Indonesia,” sambung Ahmed Hassan.

Terkait bahaya kanker sekviks ini, Ketua Dewan Penasihat Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia Prof. Dr. dr. Andrijono, SP.OG(K)-Onk., juga mengatakan bahwa wanita yang sudah melakukan hubungan seksual rentan terhadap risiko penularan virus HPV. Pada tahap ini, kata dia, deteksi dini sudah menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk mencegah semakin banyaknya keterlambatan penanganan pada kanker serviks.

“Jadi, ada tahapan-tahapan teknis dalam mendeteksi virus HPV melalui tes HPV DNA, seperti skrining pra kanker untuk mengidentifikasi risiko sebelum munculnya gejala, kolposkopi untuk menindaklanjuti tes skrining kanker serviks yang abnormal, dan konfirmasi adanya kanker melalui pengambilan sel dari leher rahim untuk pemeriksaan laboratorium,” Prof. Andrijono.

Di kesempatan yang sama, salah satu penyintas kanker serviks, Shanty Eka Permana, menjelaskan bahwa keputusan untuk memeriksakan diri terkait kanker serviks ini tak mudah. Selain karena takut menerima hasil pemeriksaan, ia menunjuk minimnya sumber informasi terpercaya dan mudah dipahami sebagai alasan menunda tes.

Oleh karena itu, penyebaran informasi dan akses yang lebih luas terhadap kemajuan maupun inovasi deteksi dini kanker serviks menjadi harapan terbesar bagi pasien, dalam memperoleh pengalaman perawatan yang sesuai kebutuhan masing-masing.

Yang tak kalah penting juga, dalam mewujudkan akses yang lebih luas terhadap inovasi deteksi dini, perlu didukung dengan kolaborasi antarlembaga pemerintah, swasta, dan komunitas. Kolaborasi tersebut dapat diperkuat melalui tata laksana atau panduan dalam penanggulangan kanker serviks, seperti melalui SK Menkes No. 1163/MenKes/SK/2007, yaitu terbentuknya kelompok kerja pengendalian penyakit kanker leher rahim dan payudara.

“Akses deteksi dini dan perawatan tentu akan menjadi prioritas bagi pemerintah. Terbentuknya kelompok kerja yang saat ini sudah berjalan membawa kami bekerja erat dengan berbagai lembaga swasta maupun masyarakat untuk menyosialisasikan pemahaman dasar mengenai kanker serviks. Kami akan terus melakukan evaluasi secara berkala terkait perkembangan teknis penyelenggaraan penanggulangan, khususnya dalam deteksi dini. Harapan kami, semakin banyak masyarakat yang dapat kami jangkau ke depannya,” tutup Koordinator Substansi Penyakit Kanker dan Kelainan Darah Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dr. Aldrin Neilwan Pancaputra, Sp.Ak, MARS, M.Biomed, M.Kes, S.H.

Artikel Pilihan