Menu

Sering Renggut Nyawa Tanpa Pandang Usia, Ternyata Ini ‘Biang Kerok’ Utama Gagal Jantung di Indonesia, Bahaya...

31 Mei 2022 15:33 WIB

Para pembicara di kegiatan edukasi media bertema “Berdamai dengan Gagal Jantung: Kendalikan Risiko Kardiovaskular Anda, Tangani Gagal Jantung dengan Baik,” yang digelar secara virtual, Selasa (31/5/2022). (Riana/Edited By HerStory)

HerStory, Bogor —

Beauty, kamu mungkin sudah mengetahui tentang faktor resiko dan bahayanya penyakit jantung. Terkhusus penyakit gagal jantung sendiri merupakan kondisi kronis yang serius ketika jantung tak lagi dapat memompa cukup darah demi memenuhi kebutuhan oksigen tubuh, akibat melemahnya otot jantung seiring berjalannya waktu.

Gagal jantung dapat terjadi pada siapa saja dan pada usia berapapun. Walaupun demikian, gagal jantung sering kali terlambat didiagnosis karena gejala yang muncul menyerupai gejala penyakit lain, seperti paling umum adalah mudah lelah, cepat kehabisan napas, batuk atau sesak napas, pembengkakan (edema) terutama di kaki, dan perut terasa kembung atau sakit pada bagian perut .

Di Indonesia sendiri, prevalensi gagal jantung mencapai 5 lebih sering terjadi pada pria (66%) daripada wanita (34%). Penyakit gagal jantung bisa terjadi pada usia berapapun, namun menjadi lebih umum seiring dengan bertambahnya usia.

Dibandingkan dengan Eropa dan Amerika, demografik umur pasien gagal jantung di Asia Tenggara lebih muda. Di Indonesia, sekitar 60% perempuan dan 56% laki-laki di bawah usia 50 tahun mengalami gagal jantung. Di mana ini berarti gagal jantung di Indonesia banyak dialami oleh populasi usia produktif.

Terkait hal itu, dr. Siti Elkana Nauli, SpJP(K), FIHA, mengatakan bahwa berdasarkan data Pokja menunjukkan bahwa penyebab gagal jantung terbanyak adalah kondisi penyakit dasar yang tidak terkontrol (hipertensi, diabetes, obesitas) atau sebagian perjalanan dari penyakit dasar yang alamiah (usia, rokok, kelainan bawaan).

“Gagal jantung memang adalah kondisi yang serius, sayangnya banyak di antara para pasien yang justru tidak sadar bahwa mereka memiliki gagal jantung. Padahal gejala yang ditimbulkan sangat menurunkan kualitas hidup mereka. Yang mungkin biasanya mereka bisa berjalan lama dan jauh, sekarang berjalan sedikit saja merasa lelah; atau mungkin yang tadinya naik tangga biasa saja, sekarang menjadi sulit; atau yang tadinya bisa tidur dengan enak, nyaman, sekarang justru kalau tidur merasa lebih sesak dan pada akhirnya harus tidur dalam posisi duduk,” tutur dr. Nauli, begitu ia kerap disapa, saat menjadi pembicara di kegiatan edukasi media bertema “Berdamai dengan Gagal Jantung: Kendalikan Risiko Kardiovaskular Anda, Tangani Gagal Jantung dengan Baik,” yang digelar secara virtual, Selasa (31/5/2022).

Namun demikian, dr. Nauli menegaskan bahwa gagal jantung bukanlah akhir dari harapan hidup seorang pasien. Gagal jantung masih dapat dikendalikan dengan tatalaksana yang tepat, sehingga pasien tetap dapat menjalankan hidup yang mendekati normal dan berkualitas serta beraktivitas seperti biasa, selama dikenali dan diterapi pada kondisi dini.

“Pasien gagal jantung harus minum obat untuk membantu mengendalikan kondisinya. Bahkan walau gejala-gejalanya sudah membaik, pasien tetap perlu meminum obat secara teratur. Beberapa terapi yang biasanya digunakan untuk mendukung kerja jantung meliputi: penghambat reseptor beta (beta-blocker); penghambat sistem renin angiotensin (seperti ACE inhibitor atau ARB); antagonis aldosterone; serta inovasi terbaru penghambat enzim neprilisin (ARNI) dan penghambat sodium glucose transporter (SGLT2 inhibitor)” jelas dr. Nauli.

Di kesempatan yang sama, dr. Elvieda Sariwati, MEpid, Plt. Direktur P2PTM, Kementerian Kesehatan RI, menekankan bahwa dalam pengendalian penyakit tidak menular di Indonesia, Pemerintah fokus pada penyakit kardioserebrovaskular (seperti penyakit jantung terutama gagal jantung, stroke dan ginjal), penyakit kanker, dan penyakit paru kronis, karena penyakit-penyakit tersebut menyedot biaya terbesar dan semakin hari semakin meningkat, bila dilihat dari data BPJS Kesehatan.

Menurutnya, biaya ini belum termasuk biaya out of pocket yang ditanggung oleh dirinya dan keluarga. Karena itu, saat ini Pemerintah sedang melakukan transformasi kesehatan melalui 6 pilar yaitu transformasi 1) layanan primer yang menitik beratkan pada promosi, edukasi, deteksi dini, penanganan kasus sesuai standar; 2) layanan rujukan yang diprioritaskan dalam pengembangan jejaring rumah sakit yang mampu laksana kardioserebrovaskular, kanker dan penyakit paru kronis; 3) ketahanan atau keberlangsungan obat dan bahan medis serta peralatan terutama saat kejadian luar biasa seperti pandemi atau bencana; 4) Sistem pembiayaan; 5) Peningkatan kapasitas dan kapabilitas petugas kesehatan; dan 6) Pemanfaatan teknologi termasuk digitalisasi layanan, pencatatan dan pelaporan.

Fyi Beauty, beragam pengobatan untuk penyakit gagal jantung ini memiliki tujuan yang berbeda karena mekanisme yang terlibat di dalamnya demikian kompleks. Pengobatan bertujuan untuk mengurangi penumpukan cairan, mengurangi beban jantung, mendukung kerja jantung dan peredaran darah, meningkatkan kualitas hidup pasien, dan mengendalikan penyakit faktor risiko seperti diabetes, hipertensi dan lain sebagainya.

Adapun, tujuan lainnya adalah mencegah komplikasi dari gagal jantung seperti stroke, gangguan fungsi ginjal, dan gagal jantung lanjut yang akan menyebabkan disabilitas berat pada pasien dan keluarganya.

Selain mengonsumsi obat dengan teratur, pasien gagal jantung juga perlu mengurangi jumlah asupan minum, menerapkan pola hidup sehat guna mengendalikan penyakit penyerta yang dimiliki serta menjaga kerja jantung. Hal ini dapat membantu pasien memperoleh kualitas hidup yang lebih baik. Ketidakpatuhan terhadap salah satu komponen tersebut akan mengakibatkan perawatan kembali di rumah sakit (rehospitalisasi), dan memperburuk kondisi gagal jantung.

Adapun, pola hidup yang harus diterapkan oleh pasien gagal jantung antara lain rutin memantau berat badan; membatasi asupan cairan (900ml – 1,2liter/hari); program makan yang seimbang dan pengurangan berat badan pada pasien obesitas; serta melakukan latihan fisik.

Menyadari besarnya beban yang ditimbulkan dari penyakit gagal jantung, Hanum Yahya, Country Head of Public Affairs, Communications & Patient Engagement PT Novartis Indonesia, memaparkan bahwa gagal jantung adalah penyakit dengan beban yang sangat besar, baik bagi pasien, keluarga pasien, maupun negara.

Beban tersebut tidak hanya secara ekonomi, yang sebagian besar berasal dari perawatan pasien di rumah sakit yang lama dan berulang, tetapi juga beban secara psikologis.

“Demi mendukung penurunan beban yang ditimbulkan oleh penyakit gagal jantung Novartis Indonesia bersinergi dengan asosiasi medis, organisasi pasien, dan pemerintah, dalam meningkatkan preventif dan promotion serta tatalaksana gagal jantung di Indonesia. Sejalan dengan tujuan Novartis, reimagine medicine, kami berupaya memastikan akses obat-obatan inovatif kami dapat menjangkau seluruh masyarakat Indonesia, guna memberikan kualitas hidup yang lebih baik kepada para pasien,” tandasnya.

Artikel Pilihan