Menu

Lewat Deteksi Dini, Gagal Jantung Bisa Dihindari: Kenali Tipe dan Tingkatan Penyakit Ini Beauty!

31 Mei 2022 16:44 WIB

Ilustrasi wanita yang mengalami sakit jantung. (pinterest/freepik)

HerStory, Bogor —

Beauty, gagal jantung bisa dibilang jadi salah satu penyakit yang sangat menakutkan. Pasalnya, pasien yang menderita penyakit ini memiliki angka harapan hidup sekira 50% saja. Sementara pasien rawat inap, angka kematiannya bahkan lebih tinggi yakni 17-20%.

Namun meski begitu, gagal jantung sebenarnya bisa dicegah sejak dini. Ketua Kelompok Kerja Gagal Jantung Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Pokja Gagal Jantung PERKI), dr. Siti Elkana Nauli, SpJP(K), FIHA., mengatakan bahwa mengendalikan faktor risikonya, yaitu hipertensi, penyakit jantung koroner, dan diabetes bisa menjadi cara yang ampuh.

Wanita yang kerap disapa dr. Nauli ini pun mengingatkan, sangat penting untuk mengidentifikasi penderita gagal jantung sedini mungkin untuk menurunkan tingkat rawat inap dan memperbesar angka kelangsungan hidup.

“Di sinilah titik tolaknya, semakin dini diketahui, kita bisa turunkan angka rawat inap berulangnya dengan harapan bahwa survival-nya akan semakin baik,” kata dr Nauli, saat menjadi pembicara di kegiatan edukasi media bertema “Berdamai dengan Gagal Jantung: Kendalikan Risiko Kardiovaskular Anda, Tangani Gagal Jantung dengan Baik,” yang digelar secara virtual, Selasa (31/5/2022).

Terkait tipenya sendiri, kata dr. Nauli, penyakit gagal jantung ini terdiri dari gagal jantung akut dan gagal jantung kronis. Adapun, gagal jantung akut sendiri dapat terjadi secara tiba-tiba dan mengalami gejala parah pada awalnya.

Gagal jantung akut, kemungkinan juga dapat disertai serangan jantung, karena penyakit ini telah menyebabkan kerusakan pada otot jantung. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh perburukan dari gagal jantung kronis. Jika mengalami gagal jantung akut, pengobatan dan perawatan yang diberikan dengan obat suntikan (intravena) sehingga pasien harus menjalani perawatan di rumah sakit. Kondisi ini akan membaik dengan cepat bila ditangani dengan cepat,” paparnya.

Sementara itu, jika gagal jantung kronis, biasanya gejala muncul perlahan dan secara bertahap memburuk. Menurut dr. Nauli, masa 'dekompensasi akut' dapat terjadi pada gagal jantung kronis ini, di mana gejala pasien seperti sesak napas atau penumpukan cairan di kaki dan perut dalam waktu yang sangat singkat.

Kemudian, terkait tingkatan gagal jantung sendiri, berdasarkan riset oleh American College Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA), gagal jantung ini dibagi menjadi 4 stadium.

Stadium A

Ini adalah orang-orang yang berisiko tinggi menderita gagal jantung, namun belum ada gejala maupun belum ada kelainan struktural. Yang termasuk di sini adalah penderita hipertensi, diabetes melitus, kegemukan, sindroma metabolik atau orang-orang yang mempunyai riwayat keluarga menderita kardiomiopati atau yang pernah mendapat obat sitostatika yang kardiotoksik.

Deteksi awal gagal jantung sangat penting pada kelompok orang-orang yang berisiko tinggi sebelum ada gejala atau tanda yang muncul.

Stadium B

Ini adalah prang-orang yang sudah ditemukan menderita kelainan struktural jantung walaupun belum ada gejala sama sekali. Sebagai contoh adalah mereka yang pernah terkena serangan jantung, ditemukan pembesaran ventrikel dari elektrokardiografi atau ditemukan fraksi ejeksi yang menurun pada pemeriksaan ekokardiografi. Selain itu juga ditemukan bising jantung pada orang dengan kelainan katup tanpa ada keluhan.

Stadium C

Ini tergolong pasien-pasien dengan kelainan struktur jantung dan riwayat gejala gagal jantung atau dalam gejala gagal jantung (sesak napas dan letih, aktivitas fisik terganggu). Kebanyakan pasien yang baru datang ke dokter sudah memasuki stadium ini, sehingga terjadi rawat ulang dan kematian cukup tinggi.

Stadium D

Pada stadium ini, gagal jantung menetap (refrakter) membutuhkan perawatan dan intervensi khusus. Pasien tetap sesak walau sudah dalam pengobatan maksimal atau tidak bisa rawat jalan bila tanpa intervensi khusus.

Lebih lanjut, dr. Nauli pun mengimbau agar masyarakat melakukan skrining kesehatan minimal 6 bulan atau 1 tahun sekali untuk mencegah penyakit seperti gagal jantung.

“Karena, jika sudah late, maka pengobatannya lebih susah, lebih lama, dan angka keberhasilan untuk recover akan semakin rendah," pungkasnya.

Artikel Pilihan