Menu

Penyakit Jantung Koroner Jadi Penyebab Kematian Utama di Dunia, Bagaimana Solusinya?

05 Agustus 2022 09:30 WIB

Ilustrasi seorang wanita terkena serangan jantung. (Pinterest/Freepik)

HerStory, Jakarta —

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) melangsungkan pengangkatan Ketua Umum PERKI yang ke-19 pada 30 Juli 2022, yakni dr. Radityo Prakoso, SpJP(K), FIHA, FAPSIC, FAsCC. 

Acara ini dihadiri oleh dokter spesialis jantung yang mewakili cabang-cabang organisasi PERKI dari seluruh Indonesia. Dokter Radityo menyatakan bahwa PERKI, sebagai organisasi yang berada langsung dibawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), memiliki peranan dalam mendukung kebijakan, rencana, dan haluan yang telah dirumuskan dan dituangkan oleh Kementerian Kesehatan di dalam “Transformasi Kesehatan”.

“Tantangan pertama yang dihadapi adalah masih tingginya angka morbiditas dan mortalitas dari penyakit kardiovaskular yang diperparah dengan munculnya emerging disease," ucap dr. Radityo pada Kamis (4/8/2022).

Data terbaru dari WHO menunjukkan penyakit jantung koroner dan stroke masih menduduki peringkat pertama dan kedua penyebab kematian utama di dunia dengan jumlah kematian global 18,6 juta orang setiap tahunnya. 

Angka ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi 20,5 juta pada tahun 2020 dan 24,2 juta pada tahun 2030 seiring dengan peningkatan kualitas hidup. 

Di Indonesia sendiri, penyakit jantung dan stroke juga menduduki peringkat pertama dan kedua penyebab kematian paling tinggi dengan membebani BPJS hingga 10 Triliun Rupiah.

“Tingginya angka morbiditas dan mortalitas ini membuat PERKI akan bekerjasama dengan Kemenkes dalam mengawal Tranformasi Kesehatan di bidang layanan rujukan untuk cita-cita besar mewujudkan seluruh provinsi mampu pasang ring jantung dan bedah jantung terbuka”, ujar dr. Radityo.

Tantangan kedua adalah pesatnya perkembangan teknologi, transportasi, serta komunikasi di era globalisasi ini serta perdagangan bebas menciptakan masalah baru, yakni peluang masuknya SpJP asing ke Indonesia. 

Jumlah pusat pendidikan dan pelatihan SpJP yang masih belum memadai di Indonesia turut memperbesar risiko bertambahnya tenaga asing yang akan masuk ke Indonesia.

Tantangan lainnya adalah regulasi yang ada masih belum memfasilitasi pemenuhan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk pelayanan kardiovaskular serta peran PERKI sebagai advokator dan kolaborator yang sejauh ini masih terbatas.

Tantangan terakhir yang perlu dihadapi yakni PERKI belum memiliki registri nasional penyakit kardiovaskular. 

“Permasalahan belum tersedianya registri nasional ini dapat diselesaikan melalui transformasi kesehatan di bidang teknologi yang dicanangkan oleh Kemenkes. PERKI akan turut mendorong terbentuknya registri nasional di Indonesia," jelas dr. Radityo.

Selain mencoba bersinergi dengan haluan transformasi kesehatan Kemenkes, dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K), FAPSIC, FSCAI, FAsCC juga akan memberikan arahan kepada departemen-departemen serta setiap kelompok kerja (POKJA) selaku perencana dan pelaksana agar dapat terjadi sinkronisasi AD/ART dengan isu-isu yang tengah dihadapi.

Share Artikel:

Oleh: Tasha Rainita