Menu

Angka Kematian Ibu Tinggi, Apa Penyebabnya? Ini Kata Ahli…

23 Agustus 2022 16:00 WIB

Ilustrasi ibu dan anak. (Shutterstock)

HerStory, Yogyakarta —

Acara International Conference on Indonesia Family Planning and Reproductive Health (ICIFPRH) 2022 resmi diselenggarakan secara hybrid (online dan offline), mulai dari 23 – 25 Agustus 2022 di Yogyakarta. Ini menjadi tahun kedua acara ICIFPRH karena sebelumnya pernah diselenggarakan pada tahun 2019.

ICIFPRH 2022 mengusung tema Accelerrating the Promise of 3 Zeros in Indonesia (Percepatan 3 Zeros di Indonesia). 3 zeros merupakan tiga tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia pada tahun 2030.

Adapun yang termasuk dalam 3 Zeros adalah zero preventable maternal deaths, zero unmet need for family planning, dan zero gender-based violence and harmful practices

“Terselenggaranya acara ini karena adanya keresahan di Indonesia. Keresahan apa yang terjadi saat ini sampai akhirnya tema besarnya adalah Accelerrating the Promise of 3 Zero in Indonesia,” kata Prof. dr. Siswanto Agus Wilopo, SU, M.Sc, ScD., selaku Ketua Pusat Kesehatan Reproduksi Univeritas Gajah Mada sekaligus Ketua Konsorsium ICIFPRH 2022, pada acara Konferensi Pers di Yogyakarta, Selasa (23/8/2022).

Terkait dengan zero preventable maternal deaths (nol kematian ibu yang dapat dicegah), Prof. dr. Ova Emilia, M.Med., ED, Sp.OG (K), Ph.D, selaku Rektor Universitas Gajah Mada mengatakan, masalah kematian ini adalah masalah yang selalu dibandingkan dengan kesejahteraan antarnegara.

“Kalau negara kita masih selalu berkutat, maka (angka) kematian itu tidak turun-turun. Yang saya tahu persis itu di Jogja enggak pernah turun (angkanya), walaupun jumlah tenaga kesehatannya mencukupi. Jadi, problem kematian ibu ini problem dasar di negara kita. Problem-nya bukan cuma nakes dan infrastruktur, tapi juga sistem yang mengkoneksikan semuanya. Dan satu lagi, literasi publik menjadikan perempuan-perempuan itu pandai dan mempunyai literasi kesehatan itu menjadi hal penting,” jelas Prof. dr. Ova Emilia dalam kesempatan yang sama.

Lantas, apakah angka kematian ibu juga dipengaruhi dengan banyaknya perkawinan anak akibat kondisi ekonomi masyarakat di Indonesia?

Menurut Prof. dr. Ova Emilia, perkawinan anak juga termasuk kultur di Indonesia dan itu juga berkaitan dengan literasi masyarakat Indonesia. Padahal, ada banyak masalahh yang muncul setelah perkawinan anak dilakukan.

“Perkawinan anak juga termasuk kultur di sini ya. Itu juga kaitannya literasi juga. Orang mengira pernikahan anak tidak apa-apa dong, daripada zina. Padahal, masalahnya banyak. Orang yang berhubungan (seks) terlalu awal lebih mudah terkena kanker serviks. Itu kan banyak orang yang enggak tahu,” tutur Prof. dr. Ova Emilia.

“Terus kalau terlalu banyak melahirkan di masa muda juga bisa kanker serviks. Orang enggak pernah tahu. Hal-hal seperti itu harus diedukasikan. Bukan hanya masalah zina atau apa pun, tapi kita harus beri informasi lengkap soal itu. Oke lah boleh pernikahan kalau kultur di sini masih seperti itu. Yang kita jaga dari BKKBN jangan hamil dulu lah, kan begitu. Artinya, perlu dibicarakan karena masyarakat masih seperti itu,” sambungnya.

Lebih lanjut, Prof. dr. Ova Emilia menjelaskan bahwa itudan itu enggak ada kaitannya dengan kemiskinan. Banyak negara miskin yang angka kematiannya juga rendah.

Sejalan dengan upaya 3 Zeros di Indonesia, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sudah berupaya untuk ikut menyukseskannya karena berhubungan erat dengan angka stunting yang ada di Indonesia.

“Terkait dengan 3 zeros, BKKBN sudah bekerja keras menyukseskan 3 zeros ini karena erat kaitannya dengan stunting. Kalau kita sukses dengan 3 zeros, maka stunting kita juga akan sukses. Persoalan ini tadi kan tidak semata satu sektor saja. Ini adalah lintas sektor. Partisipasi berbagai unsur pemerintah swasta termasuk perguruan yang sangat diharapkan,” pungkas Prof. drh. Muhammad Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD., selaku Deputi Lalitbang BKKBN.

Artikel Pilihan