Menu

Bangkit dari Pandemi, Sektor Kesehatan RI 'Berlomba-lomba' Lakukan Transformasi Digital, Seperti Apa?

08 September 2022 06:46 WIB

Acara press conference 'Mengatur Ulang Layanan Kesehatan', di Kantorkuu Coworking and Office Space, Jakarta, Rabu (7/9/2022). (Riana/HerStory)

HerStory, Jakarta —

Beauty, saat ini, transformasi digital pada layanan kesehatan di Indonesia menjadi sebuah kebutuhan karena sekarang adalah era yang serba praktis, cepat, dan akurat. Sistem digitalisasi diyakini jadi andalan bagi tenaga medis untuk mempermudah proses pendaftaran, melakukan pencatatan medis, cek lab, treatment kesehatan untuk pasien, dan lainnya.

Terkait hal itu, Royal Philips, pemimpin global dalam teknologi kesehatan, baru saja mengumumkan temuan dari laporan Indonesia Future Health Index (FHI) 2022: ‘Pengaturan ulang layanan kesehatan: Prioritas bergeser saat para pemimpin layanan kesehatan menavigasi perubahan dunia’. 

Laporan Future Health Index 2022 pada tahun ketujuh ini berdasarkan penelitian eksklusif dari hampir 3.000 responden di 15 negara, termasuk Indonesia, dan mengeksplorasi bagaimana para pemimpin layanan kesehatan memanfaatkan kekuatan data dan teknologi digital untuk mengatasi tantangan utama yang muncul di masa pandemi.

Menurut Pim Preesman, selaku President Director Philips Indonesia, pandemi terus menghadirkan tantangan dari segi sumber daya, sistem, serta penyediaan perawatan di setiap kesempatan dan di setiap negara di seluruh dunia. 

Karenanya, saat ini, seiring pemulihan pasca-pandemi, Philips pun melihat para pimpinan layanan kesehatan mulai melakukan pengaturan ulang, guna memfokuskan kembali pada sejumlah prioritas baru dan yang sudah ada.

"Mulai dari masalah kekurangan staf, memperluas pemberian perawatan, hingga memanfaatkan data besar serta analitik prediktif, saat mereka menavigasi realitas baru dalam manajemen medis," kata Pim Preesman, saat sesi press conference, di Kantorkuu Coworking and Office Space, Jakarta, Rabu (7/9/2022).

Dipaparkan Pim, menurut laporan, para pimpinan layanan kesehatan Indonesia memiliki pandangan positif tentang dampak analitik prediktif yang dapat memengaruhi berbagai aspek perawatan. Sebagian besar percaya bahwa teknologi dapat memberikan dampak positif pada pengalaman pasien (93%), hasil kesehatan (90%), dan perawatan berbasis nilai (89%).

Namun kata dia, ada beberapa tantangan kesehatan terkait dengan ketimpangan dalam penyediaan layanan sebagai akibat dari perbedaan geografis dalam penerapan teknologi canggih.

"Seperti, infrastruktur teknologi layanan kesehatan lebih berkembang di lingkungan perkotaan, namun di daerah pedesaan layanan kesehatan digital mungkin sulit dilakukan, sebagian dikarenakan kurangnya internet berkecepatan tinggi. Nyatanya, angka penetrasi internet di beberapa wilayah kepulauan Indonesia hanya mencapai 3%," terangnya.

Karenanya, untuk menjawab tantangan terkait infrastruktur ini, pimpinan layanan kesehatan Indonesia memprioritaskan elemen-elemen dasar teknologi kesehatan digital, dengan lebih dari seperempat dari mereka (26%) menyatakan bahwa meningkatkan infrastruktur teknologi di fasilitas mereka adalah prioritas utama. 

Kata Pim, dibandingkan dengan rata-rata global (20%), pimpinan layanan kesehatan Indonesia juga lebih cenderung memprioritaskan keamanan data dan privasi (31%), yang mungkin mencerminkan keinginan mereka untuk melindungi data sembari meningkatkan ekosistem teknologi.

Nah, setelah teknologi inti diimplementasikan, nantinya akan muncul fokus baru untuk memperluas isu-isu layanan kesehatan dan sosial. 

"Dalam tiga tahun ke depan, 27i pimpinan layanan kesehatan Indonesia berencana untuk terus bersiap menghadapi krisis, sementara 19% mengatakan mereka berencana untuk menerapkan praktik yang berkelanjutan di rumah sakit mereka. Prioritas yang tidak terlalu berfokus pada teknologi ini lebih mengarah pada masalah kesehatan masyarakat dan lingkungan yang lebih luas," paparnya.

Fokus baru ini juga tidak terlepas dari investasi pada inovasi layanan kesehatan. Hampir setengah (47%) dari pimpinan layanan kesehatan Indonesia berinvestasi dalam rekam medis digital, dengan 44% lainnya memprioritaskan pusat-pusat operasi klinis. Kedua angka ini secara signifikan lebih besar daripada rata-rata global, yaitu sebesar 39 22%. 

"Saat melihat keuntungan dari investasi ini, pimpinan layanan kesehatan berharap untuk mengalihkan perhatian mereka ke aspek layanan yang lebih canggih secara digital selama tiga tahun mendatang, seperti AI (82%, naik dari 38% saat ini) dan telehealth (49%, naik dari 37% saat ini), dimana kenaikan ini turut mencerminkan tren layanan kesehatan global," imbuhnya.