Menu

Ini Dampak Buruk Sering Batasi dan Larang Anak yang Bisa Bikin Si Kecil Depresi! Yakin Masih Mau Coba Pola Asuh Otoriter?

01 November 2022 14:50 WIB

Orang tua otoriter (Google / Tutur Mama)

HerStory, Jakarta —

Peran orangtua dalam tumbuh kembang anak sangatlah penting. Hal ini karena mereka bisa membentuk karakter, tingkat disiplin, hingga menumbuhkan rasa tanggung jawab pada anak apabila dilatih sejak dini.

Karena itu, orang tua harus mengetahui pola asuh atau gaya asuh yang akan dipakai untuk anak. Namun, sayangnya banyak orang tua yang masih menggunakan gaya asuh otoriter atau strict parenting

Sehingga, mereka cenderung lebih fokus pada disiplin dan kepatuhan. Sebagian besar hal itu dicapai dengan mengambil kendali atas kehidupan anak dan memberikan kebebasan yang sangat sedikit kepada mereka. Terlebih, ketika anak-anak melakukan kesalahan, orang tua yang otoriter sulit memaafkan dan sering merespons dengan hukuman. Apakah kamu salah satunya Moms?

Tahu gak sih kalau sebuah studi baru dari University of Leuven menunjukkan bahwa gaya parenting yang ketat dapat menyebabkan depresi dan penyakit mental lainnya saat anak tumbuh menjadi remaja dan dewasa.

Studi ini menganalisis 21 remaja dengan pengasuhan yang baik yang menggambarkan diri mereka sendiri, yang mencakup dukungan dan otonomi anak. Subyek ini dibandingkan dengan 23 remaja yang melaporkan pengasuhan yang strict, yang antara lain mencakup perilaku manipulatif. Semua peserta dalam penelitian ini berusia antara 12-16 tahun.

Menggunakan pemetaan genom, para peneliti menemukan bahwa 23 remaja yang melaporkan orang tua yang otoriter mengalami peningkatan variasi dalam metilasi. Metilasi adalah kunci untuk menghidupkan dan mematikan gen tertentu. Ini menunjukkan bahwa pola asuh otoriter dapat menjadi penyebab peningkatan risiko depresi serta penyakit mental lainnya.

“Kami menemukan bahwa pola asuh yang strict, dengan hukuman fisik dan manipulasi psikologis, dapat memperkenalkan serangkaian instruksi tambahan tentang bagaimana gen dibaca untuk menjadi terprogram ke dalam DNA. Kami memiliki beberapa indikasi bahwa perubahan ini sendiri dapat mempengaruhi anak yang sedang tumbuh untuk mengalami depresi. Ini tak terjadi pada tingkat yang sama jika anak-anak memiliki pendidikan yang mendukung,” jelas penulis utama Evelien Van Assche dalam siaran pers ditilik dari laman sindikasi konten Suara.com.

Terlepas dari reaksi dan dampak dari pola asuh yang ketat, para peneliti mencatat bahwa stres secara umum juga dapat menjadi faktor di balik tingkat metilasi yang lebih tinggi.

Studi yang lebih besar perlu dilakukan untuk menemukan tautan yang tepat. Bagaimanapun, penelitian baru dapat mengarah pada cara baru untuk menyaring penyakit mental, terutama pada anak-anak dan remaja.

Selain masalah kesehatan mental, gaya pengasuhan otoriter juga dapat menyebabkan konsekuensi negatif lainnya pada anak. Ini termasuk tingkat percaya diri yang rendah, kesulitan dalam situasi sosial karena kurangnya kemampuan sosial, perilaku agresif di luar rumah, dan ketakmampuan untuk menerima kegagalan.