Menu

Kupas Tuntas Kekayaan Hayati, Seminar Forum Bumi Jadi Wadah untuk Tingkatkan Kepedulian Terhadap Lingkungan

09 Agustus 2024 18:45 WIB
Kupas Tuntas Kekayaan Hayati, Seminar Forum Bumi Jadi Wadah untuk Tingkatkan Kepedulian Terhadap Lingkungan

Forum Bumi (istimewa)

HerStory, Jakarta —

National Geographic Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) menggelar Forum Bumi demi bisa meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para jurnalis dan aktivis terhadap lingkungan.

Di forum diskusi yang digelar di House of Izara, Jakarta Selatan, pada Kamis (8/8/2024) ini Forum Bumi mengangkat tema "Apa yang Terjadi Bila Keanekaragaman Hayati Kita Punah?".

Samedi, Direktur Program KEHATI menyoroti soal perubahan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Menurutnya, hal itu masih banyak kekurangannya salah satunya adalah tak mengatur konservasi di level genetik, perlindungan di level spesies tak mengalami perubahan dari peraturan sebelumnya, serta masih terasa sebagai peraturan yang bersifat sentralistik.

Meski begitu, Samedi menemukan adanya hal positif akan perubahan tersebut yakni sanksi atau hukuman yang diperkuat.

"Sayangnya, saya melihat yang diperkuat hanya sanksi dan hukuman, itu pun hanya untuk spesies yang dilindungi," ujar pria yang kerap disapa Pak Sam tersebut.

Di kesempatan yang sama, Samedi menjelakan bahwa satwa tak dilindungi pun rentan mengalami kepunahan. Jadi, jika tak ada undang-undang dan sanksi yang melindungi mereka, bukan hal yang mustahil mereka juga akan punah.

Di sisi lain, Prof. Dr. Augy Syahailatua, Peneliti Ahli Utama di bidang Oseanografi Biologi dari Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional memaparkan soal pemahaman tentang laut, area terluas di muka bumi.

Ia menjelaskan soal fakta yang masih banyak salah kaprah yakni laut itu bukan hanya luas namun juga dalam.

"Sebagai orang Indonesia, seharusnya kita tahu bahwa 70-80 persen lautan kita adalah zona laut dalam, yaitu dengan kedalaman di atas 200 meter," ungkap Augy.

Menurutnya, hal tersebut penting untuk diketahui karena masih termasuk keanekaragaman hayati. Ada pula ancaman perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati di Indonesia terlebih wilayah laut.

Bahkan, ada sebuah hasil penelitian yang memprediksi bahwa pada tahun 2100, jumlah terumbu karang di Indonesia akan berkurang sebanyak 22,15 persen.

Gak cuma dari pandangan ahli, Annas Radin Syarif, Deputi Sekjen AMAN untuk Ekonomi dan Dukungan Komunitas juga hadir untuk menyoroti keterlibatan masyarakat adat dalam menjaga keanekaragaman hayati. Menurut Annas, 36 persen tutupan wilayah hutan di dunia itu ada di wilayah adat.

"Jadi masyarakat adat, ya, bagian dari konservasi," tegas Annas.

Terlebih, masyarakat adat juga memiliki alasan yang kuat untuk bisa menjadi penjaga di wilayah konservasi.

"Selain itu, ada hukum adat berupa sanksi yang membuat mereka sangat menjaga wilayah konservasi," ujar Annas.

Menurut Mahandis Yoanata yang kala itu juga menjadi moderator, sebagai umat manusia menjaga ekosistem di bumi adalah tanggung jawab setiap orang.

"Semua bertanggung jawab terhadap perilakunya, semua makhluk di muka bumi ini berhak hidup, dan mereka sama-sama dianggap sebagai warga negara," ucap Mahandis.

Baca Juga: Sebut Indonesia Tempat Sampah Dunia, Siapa Sosok Azealia Banks dan Apa Maksudnya?

Baca Juga: Rayakan Ulang Tahun ke-10, YKAN Serukan Together We Find a Way Demi Perkuat Kolaborasi Kerja Konservasi

Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.

Artikel Pilihan