Arifatul Choiri Fauzi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (istimewa)
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bersama United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia baru saja meluncurkan modul pelatihan khusus untuk menangani kasus kekerasan berbasis gender di dunia maya. Pelatihan ini bertujuan memperkuat kapasitas aparat kepolisian dalam menghadapi kekerasan yang terjadi di dunia maya, sebuah isu yang semakin relevan di era digital ini.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi pun memberikan apresiasi yang tinggi kepada Polri dan UNDP Indonesia atas komitmen mereka dalam peluncuran modul tersebut sebagai komitmen Polri dan UNDP dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta meningkatnya kesetaraan gender di era digital.
“Kemajuan di bidang teknologi dapat membawa berbagai tantangan, salah satunya adalah meningkatnya Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Oleh karena itu, komitmen ini sangat penting untuk mendukung upaya pemerintah dalam mengatasi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak serta pengembangan potensi perempuan dan anak dalam membangun dan memajukan bangsa,” tutur Menteri PPPA saat menghadiri peluncuran modul tersebut dikutip dari keterangan resmi, Jumat (7/2/2025).
Menteri Arifah juga menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak di Indonesia. Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024, yang mengungkapkan bahwa 1 dari 4 perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual, Kemen PPPA bertekad untuk mengurangi angka kekerasan dan memastikan perlindungan hak-hak perempuan dan anak di seluruh negeri.
Selain itu, Kemen PPPA juga aktif mendorong kesetaraan akses dan partisipasi perempuan dalam sektor digital dan bidang Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM). Arifah Fauzi menyampaikan pentingnya meningkatkan literasi digital bagi perempuan, agar lebih banyak perempuan dapat terlibat dalam dunia teknologi dan inovasi yang terus berkembang.
“Menyadari tantangan ini, Kemen PPPA berkomitmen untuk mendorong kesetaraan akses dan partisipasi perempuan di sektor digital. Kami terus berupaya memperluas infrastruktur digital yang inklusif, meningkatkan literasi digital bagi perempuan, dan mendorong lebih banyak perempuan untuk terlibat dalam bidang Science, Technology, Engineering, dan Mathematics (STEM). Selain itu, kami juga berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mengatasi bias gender dalam industri teknologi, termasuk mendukung perempuan pendiri startup agar lebih mudah mendapatkan akses pendanaan,” pungkas Menteri PPPA.
Selain itu Beauty, Menteri PPPA pun dengan tegas jika Kementerian PPPA akan terus mendukung cita cita Indonesia Emas 2045 melalui pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Komitmen tersebut dibuktikan dengan adanya Ruang Bersama Indonesia (RBI), perluasan fungsi call center SAPA 129, dan penguatan Satu Data Perempuan dan Anak berbasis desa.
“Diperlukan kerja dan kolaborasi lintas sektor untuk mengoptimalkan implementasi berbagai peraturan tersebut, termasuk dengan Aparat Penegak Hukum (APH) guna memastikan pencegahan, penanganan, dan penegakan hukum yang lebih efektif dan berperspektif gender. Lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 yang bersifat lex specialis ini diharapkan mampu menyediakan landasan hukum materil dan formil sekaligus, sehingga dapat menjamin kepastian hukum dan memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dan sebagai jaminan perlindungan perempuan dari kekerasan, khususnya kekerasan seksual. Selain itu, koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kerja sama internasional, dan keterlibatan masyarakat juga sangat penting agar dapat mewujudkan kondisi lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual,” ujar Menteri PPPA.
Isu kekerasan berbasis gender online menjadi perhatian khusus bagi Polri. Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri, Komjen Pol. Prof. Chryshnanda, menyatakan bahwa Polri akan terus menjadikan kekerasan terhadap perempuan sebagai prioritas utama dalam penegakan hukum.
"Dengan adanya modul ini, tentu akan meningkatkan kualitas APH, dalam hal ini para penyidik dalam penanganan kekerasan berbasis gender di ranah elektronik. Modul ini juga menjadi pembelajaran yang akan terus dikembangkan sehingga dapat meningkatkan kepekaan dan kepedulian para peserta didik terhadap isu perempuan dan anak,” ujar Komjen Pol. Prof. Chryshnanda.
Deputy Resident Representative UNDP Indonesia, Sujala Pant, turut mengapresiasi kolaborasi ini. Ia menambahkan bahwa peluncuran modul pelatihan ini mencerminkan komitmen bersama untuk memperkuat sistem peradilan Indonesia, serta memastikan bahwa korban kekerasan berbasis gender online mendapat perlindungan yang semestinya.
“Saya ingin menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada Lemdiklat POLRI, UNDP Indonesia, dan Kepolisian Nasional Korea atas dedikasi dan dukungan mereka dalam mengembangkan modul penting ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh peserta atas komitmen Anda dalam memperjuangkan isu yang sangat krusial ini. Mari kita terus bekerja bersama untuk melindungi kelompok yang paling rentan dan membangun masyarakat yang lebih tangguh dan berdaya,” pungkas Ms. Sujala Pant.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan penanganan kasus kekerasan berbasis gender di dunia maya dapat semakin optimal, memberikan rasa aman bagi perempuan di Indonesia, dan meningkatkan partisipasi mereka dalam sektor digital.
Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.