Menu

Mengintip Pementasan 'Terbitlah Terang' yang Menghidupkan Kembali Suara Kartini

24 April 2025 23:32 WIB
Mengintip Pementasan 'Terbitlah Terang' yang Menghidupkan Kembali Suara Kartini

Pertunjukan Terbitlah Terang: Pembacaan Surat dan Gagasan Kartini (istimewa)

HerStory, Jakarta —

Dalam rangka memperingati Hari Kartini tahun ini, Museum Nasional Indonesia menjadi saksi hadirnya sebuah pementasan yang bukan hanya menyentuh hati, tapi juga menggetarkan kesadaran. Nah, pementasan itu bertajuk Terbitlah Terang: Pembacaan Surat dan Gagasan Kartini. 

Sebagai informasi Beauty, pementasan ini digagas oleh Titimangsa bersama Bakti Budaya Djarum Foundation, pertunjukan ini menggabungkan kekuatan sastra dan suara untuk menghidupkan kembali semangat perjuangan Raden Ajeng Kartini, bukan hanya sebagai pahlawan emansipasi, tetapi sebagai perempuan visioner yang pikirannya jauh melampaui zamannya.

Dibuka daria beberapa hari lalu di Jakarta, pementasan ini merupakan penghormatan mendalam terhadap Kartini, seorang perempuan yang dengan jujur dan berani menuliskan isi hati dan pikirannya dalam bentuk surat. Surat-surat itu kemudian menjadi saksi bisu semangat perjuangan untuk kesetaraan, kebebasan berpikir, dan pendidikan bagi kaum perempuan.

“Pementasan Terbitlah Terang: Pembacaan Surat dan Gagasan Kartini ini tidak sekadar mengenang sosok Raden Ajeng Kartini sebagai pahlawan emansipasi, tetapi juga sebagai perempuan visioner yang meletakkan dasar kesadaran diri, kesetaraan, dan keberanian berpikir,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Yang membuat pertunjukan ini istimewa adalah format pembacaan monolog, di mana surat-surat asli Kartini dibacakan oleh sederet seniman ternama lintas generasi seperti Christine Hakim, Ratna Riantiarno, Reza Rahadian, Marsha Timothy, Maudy Ayunda, Lutesha, Cinta Laura, Chelsea Islan, Happy Salma, hingga Bagus Ade Putra. Di bawah arahan sutradara Sri Qadariatin, para seniman ini tidak hanya membacakan, tetapi benar-benar menghidupkan isi hati Kartini yang masih relevan hingga hari ini.

“Hari ini, kita tidak hanya mengenang Kartini sebagai tokoh sejarah, tetapi merayakannya sebagai refleksi bagi setiap manusia—perempuan maupun laki-laki—yang terus berjuang memahami pikirannya, meresapi perasaannya, dan mengekspresikan keduanya secara jujur,” ujar Happy Salma, Pendiri Titimangsa.

Surat-surat yang dibacakan diambil dari buku Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer dan Kartini: Kumpulan Surat-surat 1899–1904 terbitan Pustaka Obor. Dalam surat-suratnya kepada Stella Zeehandelaar, seorang feminis Belanda, dan pasangan Abendanon yang mendukung perjuangannya, Kartini menuliskan keinginan kuat untuk belajar, kerinduan akan kebebasan, dan keresahan terhadap struktur sosial yang mengekang perempuan.

Pementasan dimulai dengan prolog oleh Ratna Riantiarno, yang membawa penonton pada peristiwa historis penyusunan surat-surat Kartini. Kemudian, Christine Hakim dan Marsha Timothy menyuarakan pemikiran Kartini tentang pendidikan. Chelsea Islan, Cinta Laura, Luthesa, dan Bagus Ade Saputra menyoroti isu norma sosial dan bias gender. Reza Rahadian dan Maudy Ayunda membawakan kritik Kartini terhadap kebijakan pemerintah serta isu-isu lingkungan.

Epilog yang dibawakan oleh Happy Salma menutup pementasan dengan sentuhan reflektif dan sangat relevan dengan kondisi saat ini.

Tak hanya berhenti pada pementasan, acara ini juga menjadi pembuka bagi pameran SUNTING: Jejak Perempuan Indonesia Penggerak Perubahan, yang digelar mulai 22 April hingga 31 Juli 2025. Pameran ini adalah penghormatan atas kiprah perempuan Indonesia dalam membentuk arah bangsa, mulai dari Rohana Kudus dengan Sunting Melayu hingga perjuangan Kartini sendiri.

Simbol “Sunting” dalam pameran ini mewakili kekuatan, martabat, serta peran perempuan dalam mendorong perubahan sosial. Melalui pameran ini, Museum Nasional mengajak publik untuk merefleksikan kembali kontribusi perempuan dalam sejarah dan menginspirasi generasi masa kini untuk terus melanjutkan perjuangan menuju kesetaraan dan keadilan.

“Kartini tidak hanya meninggalkan warisan narasi, tetapi juga semangat untuk berpikir merdeka, merasa utuh, dan bersuara jujur,” ungkap Sri Qadariatin.

Lebih dari sekadar mengenang, Terbitlah Terang dan pameran SUNTING menghadirkan Kartini sebagai suara yang hidup dan menyala. Ia bukan lagi sekadar tokoh dari masa lalu, tetapi cahaya yang terus menuntun langkah kita hari ini.

Bagi siapa saja yang ingin mengenal lebih dalam sisi manusiawi Kartini, bukan hanya lewat buku sejarah, tapi lewat suara, rasa, dan perenungan, Museum Nasional Indonesia adalah tempat yang tepat untuk memulai.

Baca Juga: Rayakan Hari Kartini, Syifa Hadju Soroti Perjuangan Wanita di Era Modern: Kini Tetap Berjuang, tapi...

Baca Juga: Semarakkan Hari Kartini, Transportasi Umum Serba Gratis untuk Para Wanita di Jakarta Hari Ini!

Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.

Share Artikel:

Oleh: Ida Umy Rasyidah