Hari Tanpa Tuberkulosis Sedunia (HTBS) 2025 (istimewa)
Beauty, jika secara global banyak orang tahu tentang Hari Tuberkulosis Sedunia, di Indonesia juga ada lho peringatan Hari Tanpa Tuberkulosis.
Untuk memperingati momen penting tersebut, STOP TB Partnership Indonesia (STPI) bersama Medco Foundation dan PR Konsorsium Penabulu-STPI, serta didukung penuh oleh Kementerian Kesehatan RI, menyelenggarakan konferensi pers yang tak hanya jadi ajang seremonial, tetapi juga ajakan bagi semua pihak untuk peduli dan bergerak bersama menghadapi Tuberkulosis atau TBC yang masih menjadi masalah serius di Indonesia.
Fyi nih Beauty, tuberkulosis bukanlah penyakit baru. Indonesia sendiri hingga kini masih menjadi salah satu negara dengan beban TBC tertinggi di dunia.
Menurut dr. Tiffany Tiara Pakasi, MA dari Kementerian Kesehatan RI, pandemi COVID-19 beberapa tahun lalu sempat menghambat proses penemuan kasus, sehingga kini diperkirakan ada lebih dari 1 juta kasus TBC di Indonesia. Meski pemerintah telah menyatakan komitmennya melalui Peraturan Presiden No.67 Tahun 2021 dan menjadikan TBC sebagai isu prioritas, tantangan yang harus dihadapi tenaga kesehatan untuk menggulangi TBC masih sangat besar.
Nah Beauty, salah satu tantangan terbesar mengatasi TBC adalah rendahnya deteksi dini. Masih banyak masyarakat yang tidak menyadari gejala TBC atau bahkan menutupinya karena stigma. Akibatnya, banyak kasus tidak terdiagnosis dan berpotensi menularkan ke orang lain.
Muhammad Hanif, S.E dari Dewan Pengurus STPI menekankan pentingnya peran banyak pihak , termasuk komunitas dalam deteksi dini TBC. Orang-orang yang terlibat langsung di masyarakat, mulai dari kader kesehatan hingga relawan, sering kali menjadi garda terdepan untuk memberikan edukasi tentang TBC.
“Mereka (komunitas) adalah ujung tombak dalam deteksi dini, pendampingan pengobatan, dan penguatan edukasi masyarakat. Dengan bekerja bersama, kita bisa mengubah narasi TBC dari tantangan menjadi kemenangan,” tegasnya.
Pihak-pihak tersebut tak hanya membantu mengidentifikasi penyakit TBC dengan cara deteksi dini, tapi juga mendorong orang untuk segera berobat. Langkah-langkah tersebut sangat penting mengingat TBC bisa disembuhkan jika ditangani sejak awal.
dr. Henry Diatmo, MKM, Direktur Eksekutif STPI, menyampaikan bahwa komunitas memiliki peran strategis dalam mendampingi pasien dan penyintas TBC. Lewat inisiatif seperti LaporTBC, para pasien bisa melaporkan kendala pengobatan atau stigma sosial yang mereka alami.
“Komunitas menjadi peran kunci di masyarakat karena mereka bersentuhan secara langsung dengan pasien maupun penyintas TBC. Banyak organisasi yang bergerak di penanggulangan TBC seperti Stop TB Partnership Indonesia (STPI) dan PR Konsorsium Penabulu-STPI, tempat kami berjuang untuk memberikan dukungan pada pasien TBC, melakukan advokasi ke pemerintah, dan melibatkan swasta untuk upaya penanggulangan TBC. Dalam komunitas juga menjadi wadah untuk para pasien/penyintas mengadukan masalah sosial yang dialami dengan mengakses LaporTBC, sehingga pasien/penyintas TBC bisa merasa aman”, ungkap dr.Henry.
Selain itu, PR Konsorsium Penabulu-STPI yang diwakili oleh dr. Betty Nababan menjelaskan bahwa ada lebih dari 200 organisasi masyarakat sipil yang berkontribusi dalam penanggulangan TBC, mulai dari skrining, rujukan ke fasilitas kesehatan, hingga pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT) bagi kontak erat pasien.
“Karena tidak bisa bergantung dengan tenaga medis saja, sehingga komunitas membantu mendorong kegiatan TBC. Ada 229 sub recipient yang berperan dalam melakukan penanggulangan TBC yang bisa dilakukan komunitas seperti skrining kasus kontak TBC. Kemudian komunitas juga melakukan rujukan ke layanan kesehatan agar dilakukan konfirmasi positif atau tidak,” katanya.
Sementara itu, Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) yang diwakili Ir. Yani Panigoro juga menekankan bahwa komunitas turut mengisi kekosongan pendanaan dari donor seperti Global Fund, terutama untuk edukasi masyarakat dan mendorong deteksi dini.
Tema HTBS 2025, “Terima Kasih Sudah Bertahan, Para Pejuang dan Pemerjuang TBC,” menjadi bentuk penghormatan bagi seluruh penyintas, tenaga kesehatan, dan relawan. Mereka adalah garda terdepan yang tetap berjuang meski di tengah keterbatasan anggaran dan tantangan di lapangan.
Sebagai bagian dari rangkaian peringatan, digelar pula pameran seni Art Exhibition “Cerita dalam Lensa” pada 28–30 April 2025 di The Energy Building, Jakarta. Pameran ini menghadirkan 25–40 karya visual yang menggambarkan realita kehidupan para penyintas TBC, mulai dari perjuangan pribadi, stigma, hingga peran komunitas yang memberi harapan.
Beauty, TBC bukan hanya urusan tenaga kesehatan atau pemerintah. Kita semua bisa berkontribusi dengan menyebarkan informasi yang benar, tidak menstigma pasien, hingga mendukung deteksi dini. Jika kamu mengenal seseorang dengan gejala batuk lama, segera dorong untuk memeriksakan diri. Langkah sederhana ini bisa menyelamatkan nyawa dan menghentikan rantai penularan.
Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.