Menu

Dibanding Pria, Banyak Perempuan di Indonesia Mengajukan Cerai, Apa Alasannya?

05 Mei 2025 16:00 WIB
Dibanding Pria, Banyak Perempuan di Indonesia Mengajukan Cerai, Apa Alasannya?

Ilustrasi istri lebih memilih anak daripada suami (Freepik/Edited by HerStory)

HerStory, Jakarta —

Moms, fenomena perceraian di Indonesia mengalami perubahan menarik dalam beberapa tahun terakhir. Jika dulu mayoritas perceraian diajukan oleh suami, kini justru lebih banyak datang dari pihak istri. Bahkan, data dari Pengadilan Agama (PA) Surabaya menunjukkan hal itu secara gamblang.

Dalam data tersebut disebutkan jia sepanjang tahun 2024, tercatat ada 4.087 kasus cerai gugat yang diajukan oleh perempuan. 

Sementara cerai talak, yang diajukan oleh laki-laki, hanya berjumlah 1.557 kasus. Tren ini berlanjut di tahun 2025, di mana dalam tiga bulan pertama saja (Januari–Maret), ada 1.056 cerai gugat dibandingkan dengan 415 cerai talak.

Humas PA Surabaya, Akramuddin, mengungkapkan bahwa fenomena ini bukan hanya terjadi di Surabaya, melainkan hampir di seluruh wilayah Indonesia. 

"Bukan hanya di Surabaya, hampir di seluruh Indonesia lebih banyak perempuan yang mengajukan," tutur Akramuddin dikutip dari Surabaya Kompas.

Lalu, kenapa semakin banyak perempuan memilih untuk menggugat cerai?

Faktor Ekonomi hingga Pinjaman Online

Salah satu pemicu utama adalah persoalan ekonomi. Banyak perempuan merasa kewalahan ketika pasangannya tidak lagi mampu menafkahi keluarga, atau bahkan bersikap abai terhadap tanggung jawab tersebut. Selain itu, beban utang, terutama dari pinjaman online menambah tekanan rumah tangga yang kerap berujung pada pertengkaran terus-menerus.

Namun, lebih dari sekadar masalah finansial, psikolog Herliyana Isnaeni, atau akrab disapa Lea, menjelaskan bahwa akar permasalahan juga terletak pada pergeseran cara pandang masyarakat terhadap pernikahan dan perceraian.

"Zaman dulu perceraian dianggap tabu/aib, apalagi jika pihak wanita yang menggugat. Namun, masa kini perceraian dianggap sebagai salah satu alternatif solusi ketika pernikahan tidak lagi sehat," kata Lea dikutip dari Surabaya Kompas.

Perempuan Kini Lebih Mandiri dan Sadar Hukum

Menurut Lea, saat ini banyak perempuan yang sudah berdaya secara ekonomi. Mereka memiliki penghasilan sendiri dan tidak lagi tergantung penuh pada suami. Hal ini memberi mereka keberanian untuk keluar dari pernikahan yang menyakitkan, baik secara fisik, emosional, maupun psikologis.

Selain itu, kesadaran hukum pada perempuan pun makin meningkat. Banyak perempuan sekarang memahami bahwa mereka memiliki perlindungan hukum, terutama melalui Undang-Undang tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU KDRT).

Tak hanya itu, kualitas pendidikan perempuan yang terus meningkat membuat mereka lebih memahami hak-hak mereka dalam pernikahan. Mereka mampu mengambil keputusan secara lebih rasional, termasuk ketika harus memilih bercerai demi kebaikan diri dan anak-anak.

Kesadaran Kesehatan Mental Meningkat

Salah satu aspek penting yang sering menjadi pertimbangan perempuan dalam menggugat cerai adalah kesehatan mental—baik milik mereka sendiri maupun anak-anaknya.

“Perempuan juga memikirkan kesehatan mental anak-anaknya, sehingga jika dirasa pernikahan hanya memberikan trauma, maka mereka berani memutuskan untuk menggugat cerai ,” ujar Lea. 

Mereka memilih berpisah bukan karena menyerah, tapi karena ingin memberikan kehidupan yang lebih sehat secara emosional bagi keluarga.

Namun, Lea juga mengingatkan pentingnya konsultasi atau konseling pernikahan, baik sebelum menikah maupun ketika rumah tangga mulai terasa tidak sehat. 

Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.

Share Artikel:

Oleh: Ida Umy Rasyidah

Artikel Pilihan