Sosok Meutya Hafid (Instagram)
Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid, menekankan pentingnya kolaborasi lintas pihak dalam menanggulangi dampak negatif penggunaan media sosial di kalangan anak-anak dan remaja. Hal itu disampaikan dalam kegiatan sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perlindungan Anak di Ruang Digital yang berlangsung di SMAN 2 Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (14/5).
Dalam sambutannya, Meutya menyebut bahwa platform digital seperti TikTok dan lainnya telah dipanggil untuk bertanggung jawab dalam menyaring akses anak-anak terhadap konten digital.
"Mereka punya kewajiban menyaring, apakah nih anak betul-betul berusia di atas 18 tahun atau di bawahnya. Karena secara teknologi itu memungkinkan," ujarnya.
Lebih lanjut, Meutya menegaskan bahwa perlindungan anak di ruang digital bukan hanya tugas pemerintah pusat, tetapi juga harus melibatkan orang tua, guru, dan kepala daerah.
“Supaya berhasil tidak cukup tiga ini saja, kita perlu kerjasama dengan Kepala Daerah. Makanya tadi saya menyambut baik Kang Deddy mau berbicara, berdiskusi dengan kami tentang ini. Karena sekali lagi, ujung tombaknya keberhasilan aturan ini ada di juga para Kepala Daerah," tutur Meutya.
Meutya juga mengutip pandangan Profesor Jonathan Haidt dari Universitas New York yang memberi masukan terhadap PP tersebut. Salah satunya adalah pentingnya pengaturan penggunaan gadget di sekolah, sebuah langkah yang menurut Meutya sudah lebih dahulu diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Dalam penjelasannya, Meutya memaparkan aturan usia akses terhadap platform digital. Anak di bawah 13 tahun hanya boleh mengakses platform dengan risiko rendah dan harus mendapat persetujuan orang tua. Sementara usia 13–15 tahun tetap membutuhkan persetujuan orang tua atau wali, termasuk guru. Anak berusia 16–18 tahun diizinkan mengakses platform berisiko tinggi atau rendah dengan persetujuan wali. Hanya mereka yang berusia 18 tahun ke atas yang bebas dari pembatasan ini. Selain itu, platform juga dilarang melakukan profiling terhadap anak-anak.
"Nanti yang dilarang juga adalah profiling dari anak. Jadi anak-anak itu sekarang tanpa sadar data-datanya itu diserap di profile. Ini sumber-sumber kejahatan. Jadi tau kapan anak ini keluar, suka warna apa, hobi apa, rumah dimana, temannya siapa. Ini yang kita juga di aturan PP yang baru ditandatangani presiden ini, kita atur bahwa platform tidak boleh atau dilarang untuk melakukan profiling terhadap anak," jelas Meutya.
Ia menambahkan bahwa platform diwajibkan melakukan literasi digital kepada anak, orang tua, dan guru secara rutin.
Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.