Chacha Annisa (Instagram/chachaannissa)
Budaya membaca menjadi fondasi dasar bagi pendidikan suatu bangsa. Tingginya budaya membaca dapat membuat seseorang lebih memahami dan menguasai suatu ilmu pengetahuan. Akan tetapi, menjadi kegagalan tersendiri bagi suatu bangsa yang tak berhasil menciptakan sebuah generasi yang mengedepankan budaya membaca.
Budaya membaca di Indonesia sendiri terbilang masih memprihatinkan. Bahkan, Indonesia pernah menduduki peringkat kedua dari bawah soal literasi dunia. Dibandingkan negara-negara lain di dunia, tingkat literasi masyarakat Indonesia, baik kalangan anak-anak maupun orang dewasa, terpuruk di level terbawah.
Melihat kondisi budaya literasi membaca di Indonesia yang masih sangat minim, jurnalis wanita Chacha Annisa beranggapan kalau hal ini terjadi bukan tanpa sebab.
Dalam diskusinya bersama Warta Ekonomi Group, membahas seputar The Power of #BacaSampaiTuntas, News Anchor TV One ini mengatakan, kurangnya literasi bisa disebabkan dari pola asuh dan pendidikan.
Pola asuh dan pendidikan yang tak mengajarkan untuk sering membaca kepada para siswa, bisa menjadi penyebab utama mengapa anak-anak, kususnya, malas bahkan enggan membaca buku bacaan.
"Kurangnya literasi bisa disebabkan dari pola pengasuhan dan pendidikan yang tidak diajarkan untuk sering membaca. Saat aku sekolah dulu, aku lebih sering mendapat tugas menyalin daripada membaca dan me-review. Ini yang menjadi problem kita semua," ujar Chacha dalam IG Live HerStory, Jumat (25/6/2021).
Wanita kelahiran Medan, 6 Desember 1986 ini juga mengungkap banyak faktor yang membuat seseorang malas membaca. Tak hanya masalah internal, fasilitas yang kurang memadai juga bisa menjadi salah satu alasan di antaranya. Jumlah perpustakaan yang makin berkurang, misalnya.
"Sebenarnya, ada banyak buku digital yang bisa kita akses. Tapi tunggu dulu, apakah semua masyarakat Indonesia bisa mengakses buku tersebut secara penuh? Belum lagi, minat untuk membeli buku yang masih kurang sehingga buku masih dianggap enggak penting," tutur Chacha.
"Padahal, kita bisa menghabiskan uang jajan makanan hingga Rp50 ribu, tetapi tidak untuk buku yang mungkin harganya Rp15 ribu. Jadi, problemnya itu banyak sehingga banyak orang yang lebih memilih menonton tayangan ketimbang membaca buku," sambungnya.
Lebih lanjut, alumnus Universitas Indonesia ini juga mengatakan, membaca itu seperti halnya memberikan waktu pada diri sendiri untuk meresapi dan mengambil intisari, serta membayangkan apa informasi yang bisa digali dari bacaan tersebut.
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan minat baca di kalangan masyarakat Indonesia. Tak hanya bermodalkan kampanye semata, akes terhadap bacaan juga perlu diperbanyak. Seperti perpustaan digital yang bisa diakses secara gratis, misalnya.
Namun, kembali lagi, kondisi seperti ini tentu membutuhkan donatur yang mau berkontribusi dalam menyukseskan gerakan gemar membaca di tengah masyarakat.
Di samping itu, Chacha mengatakan ada cara lain yang bisa dilakukan untuk meningkatkan minta membaca, khususnya di kalangan remaja dan anak-anak.
"Ada cara alternatif untuk mengajak para generasi muda agar rajin membaca buku, yaitu dengan membuat kompetisi dalam bentuk story telling. Tujuannya agar mereka lebih semangat membaca karena ada award yang diberikan," jelas Chacha.
Minat baca yang rendah juga berpengaruh besar terhadap maraknya pemberitaan hoaks di tengah-tengah masyarakat. Dengan banyak membaca buku agar pemahaman lebih optimal, bisa menjadi salah satu cara menangkal hoaks yang beredar.
"Kita bisa saja terkena hoaks karena malas untuk membaca sampai tuntas sambil melakukan kroscek terhadap informasi yang telah didapatkan. Jadi mulai sekarang, setiap ada artikel yang bisa kamu dapatkan jangan langsung di-forward. Kamu harus kroscek, resapi, dan baca sampai tuntas, baru kemudian bisa kamu forward ke teman-teman," terang Chacha.
Oleh karena itu, Chacha beranggapan kalau #BacaSampaiTuntas merupakan suatu keharusan yang tak bisa ditawar. Dari mana pun informasi yang di dapat, sebelum disebar luaskan, harus di baca sampai tuntas dan dicari kebenarannya agar terhindar dari hoaks.
"#BacaSampaiTuntas itu menjadi suatu keharusan yang enggak bisa ditawar lagi. Apa pun yang kamu terima di ponsel milikmu harus dibaca sampai tuntas, sampai selesai, sampai titik akhir, baru kamu pikirkan informasi ini hoaks atau tidak. Setelah itu, baru kamu kroscek, selesai," tandasnya.
Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.