Menu

Kupas Tuntas Stunting: Jangan Disepelein Moms, Dampaknya Ngeri! Begini Penjelasan Ahli

14 Oktober 2021 13:56 WIB
Kupas Tuntas Stunting: Jangan Disepelein Moms, Dampaknya Ngeri! Begini Penjelasan Ahli

Dokter Spesialis Anak sekaligus Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik, Dr. dr. Lanny C Gultom, SpA (K) Nutrisi, Metabolika., saat sesi Abbott Virtual Media Briefing, Kamis (14/10/2021). (Riana/HerStory)

HerStory, Bogor —

Hingga saat ini, persoalan stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak balita sehingga memiliki tubuh terlalu pendek dibandingkan anak seusianya, masih menjadi tantangan besar yang dihadapi negara ini.

Terkait hal itu, Dokter Spesialis Anak sekaligus Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik, Dr. dr. Lanny C Gultom, SpA (K) Nutrisi, Metabolika,. pun mengimbau para orang tua untuk terus memberikan concern yang besar untuk pertumbuhan anaknya.

“Persoalan stunting ini merupakan masalah yang serius dan pemahaman para orang tua harus sama dalam masalah ini. Menurut WHO sendiri, stunting adalah suatu perawakan pendek yang penyebabnya adalah kekurangan gizi kronik. Kekurangan gizi kronik itu adalah asupannya gak adekuat.” kata dr. Lanny, saat sesi Abbott Virtual Media Briefing - Peluncuran PediaSure Formula Baru: Dukung Pertumbuhan Nyata Anak Indonesia, sebagaimana dipantau HerStory, Kamis (14/10/2021).

dr. Lanny bilang, pertumbuhan adalah suatu hal yang merupakan peningkatkan progresif dari pertumbuhan anak, dilihat dari berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar kepala, maupun lingkar lengan atas. Untuk linear growth sendiri, pada umumnya lebih menitikberatkan pada TB anak.

“Ini adalah faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan anak yang normal. Dan yang paling penting adalah nutrisi, lingkungan, hormon, dan kemudian genetik. Tetapi pada perjalannya, walaupun faktor-faktor itu baik, seorang anak bisa mengalami hambatan pertumbuhan liner, sehingga mengalami stunting,” terang dr. Lanny.

Dikatakan dr. Lanny, menurut klausa yang dipaparkan WHO, yang menjadi penyebab pertumbuhan anak terhambat sehingga anak mengalami stunted growth contohnya adalah lingkungan keluarga, nutrisi ibu selama kehamilan atau saat menyusui yang buruk, kehamilan pada usia remaja, dan kemudian BB bayi lahir rendah atau bahkan prematur.

“Penyebab lainnya juga pemberian MPASI yang tidak adekuat. Jadi kualitas dari makro maupun mikronutrien buruk. Lalu pemberian makan yang tidak sesuai jadwal, dan tidak adekuatnya pemberian makan. Kemudian, faktor berikutnya adalah ASI. Ini juga yang menyumbang pertumbuhan stunting. Contohnya adalah keterlambatan memberikan inisiasi dini atau tidak memberikan ASI eksklusif, dan yang terakhir adalah adanya infeksi yang berulang, seperti TBC, diare berulang, HIV, malaria, dll, ini juga mengakibatkan pertumbuhan anak menjadi terhambat,” jelas dr. Lanny.

dr. Lanny menuturkan, persoalan stunting ini pun harus diintervensi sebelum anak berusia 2 tahun guna mencegah ketertinggalan tumbuh kembangnya. Sedikitnya, kata dia, ada 3 hal pokok dalam menangangi stunting, yakni deteksi dini stunting, pemantauan redflag atau tanda bahaya serta infeksi, dan tatalaksana adekuat.

“Ada tiga hal pokok yang harus dilakukan dalam penanganan stunting. Yaitu, deteksi dini stunting, Lalu cari apakah ada tanda bahaya ataukah ada infeksi pada si anak. Lalu, memberikan tatalaksana yang adekuat,” kata dr. Lanny.

Lantas, bagaimana tatalaksana stunting itu sendiri? Menurut dr. Lanny, ada 3 pilar utama dalam tatalaksana stunting ini, yakni nutrisi, tidur yang cukup, dan aktifitas fisik.

Kata dia, pada prinsipnya pertumbuhan tentu tergantung dengan regenerasi sel baru. Asupan nutrisi dalam makanan yang cukup tentu akan menyuplai protein dan energi untuk membuat sel baru.

"Nah jika sudah ada energi dan proteinnya, tentu pertumbuhan tulang juga gak lepas dari hormon pertumbuhan. Nah, tubuh mengatur sedemikian rupa bagaimana cara hormon itu keluar yakni dengan cara dirangsang. Nah, hormon tersebut bisa dirangsang dengan anak mendapat tidur nyenyak yang cukup dan beraktivitas fisik,” beber dr. Lanny.

Menyoal dampak stunting sendiri, dr. Lanny mengatakan, penderita stunting ini tak hanya mengalami gagal tumbuh, tetapi juga akan terpengaruh kecerdasannya. Hal itu menyebabkan anak-ank stunting punya daya tahan tubuh yang buruk sekaligus memiliki IQ yang rendah.

“Dampaknya sangat-sangat besar. Dia punya prevalensi jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek seperti angka kematian meningkat, angka kesakitan juga meningkat, kognitif anak jadi turun, dan ini kalau dia tidak ditatalaksana, maka jangka panjangnya akan menyebabkan gangguan performa, kemampuan mengikuti pelajaran sekolahnya menurun, kemampuan belajar menurun, sehingga menyebabkan kualitas SDM seorang anak itu menjadi buruk. Selain itu, faktor lainnya juga seperti anak bisa mengalami obesitas, dan menjadi seorang dewasa yang berperawakan pendek,” tutur dr. Lanny.

Karenanya, untuk mencegah stunting ini, dr. Lanny pun mengimbau para orang tua untuk terus melakukan pengukuran status antropometri dan status gizi anak  pada anak di bawah 5 tahun, khususnya pada anak di bawah 2 tahun, dengan memonitor pertumbuhan anak, mendeteksi gagal tumbuh secara lebih dini dan mengenal tatalaksana gagal tumbuh dalam usaha mencegah stunting.

Kata dia, stunting harus ditatalaksana sesegera mungkin khususnya pada 1.000 hari pertama kehidupan untuk mencegah konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang.

“Kita gak mau kan kualitas SDM anak Indonesia turun di 2 dekade ke depan. Dengan cara memberikan nutrisi yang adekuat dengan mengonsumsi protein hewani dan protein rasio di atas 10%, serta gak tidur terlalu malam untuk memastikan pengeluaran hormon pertumbuhan yang adekuat. Tak hanya itu, anak pun harus didorong utnuk melakukan aktivitas fisik yang sesuai dengan usianya. Saya rasa dengan cara ini kita bisa bersama-sama mencegah stunting dan menurunkan angka stunting di Indonesia,” pungkas dr. Lanny.

Baca Juga: Komitmen Tekan Angka Kematian Ibu dan Anak, Rumah Sakit St. Carolus Summarecon Serpong Dapat Penghargaan dari Pemerintah, Intip Gerakannya!

Baca Juga: Moms Merapat! Simak 6 Tips Menjaga Kesehatan Anak saat Kualitas Udara Memburuk, Salah Satunya Cukupi...

Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.