Menu

Kisah Sukses Anissa Sharmanti, Country Director Crayon Indonesia: Bermula dari Gak Sengaja Jadi Luar Biasa

26 Oktober 2021 07:33 WIB
Kisah Sukses Anissa Sharmanti, Country Director Crayon Indonesia: Bermula dari Gak Sengaja Jadi Luar Biasa

Anissa Sharmanti, Country Director Crayon Indonesia (Istimewa/Edited By HerStory)

HerStory, Bogor —

Beauty, mungkin kamu bertanya, apa ada wanita inspiratif di bidang IT (Information Technology) ? Jika hanya melihat jumlah, data menunjukkan bahwa wanita di bidang ini masih tergolong sedikit, alias masih menjadi minoritas.

Nah, meski industri IT mungkin didominasi oleh pria dalam hal jumlah, tetapi nyatanya ada banyak wanita Indonesia yang brilian dalam posisi kepemimpinan yang mampu mengubah pakem. Salah satunya adalah Anissa Sharmanti.

Saat ini, Anissa bekerja sebagai Country Director di Crayon Indonesia, yakni perusahaan teknologi global asal Norwegia yang berfokus pada layanan perangkat lunak, cloud, data, dan AI.

Anissa sendiri meraih gelar Sarjana dari Universitas Indonesia, jurusan Hubungan Masyarakat dan saat ini sedang menempuh pendidikan S2 Manajemen Strategis di Prasetiya Mulya Business School.

Anissa Sharmanti, Country Director Crayon Indonesia, saat sesi wawancara khusus dengan HerStory secara virtual, Senin (25/10/2021)

Di Crayon, peran utama Anissa adalah membangun Crayon Indonesia dari nol, menambah kehadiran di seluruh dunia untuk sekarang 35 negara.  Dan, dengan 20 tahun pengalamannya di industri IT, dia pun berhasil membawa Crayon dari tak ada pendapatan sebesar US$ 3 juta selama setahun dan menumbuhkan basis 30 aktif dan bertransaksi pelanggan.

Lantas, bagaimana sih kisah awal Anissa terjun ke dunia IT dan bagaimana ia bisa sampai di titik menemukan kesuksesannya?

“Sebenarnya, background aku itu communication atau public relation ya, aku sebenarnya cocoknya kerja di media. Jadi, 20 tahun lalu itu, saat mau start masuk ke perusahaan yang niatnya pengen kerja aja. Saya masukin beberapa aplikasi lamaran ke beberapa perusahaan, lalu keterima di salah satu perusahaan IT pada saat itu. Waktu itu saya masuk di Microsoft, jadi itu banyak blasting juga, dimana aku belajar banyak. Nah itu lah awal-awal saya jatuh cinta sama IT. Nah ketika masuk itu, karena dari awal belum paham, kan itu perusahaan software, ya otomatis aku belajar software. Di awal-awal aku tuh butuh waktu beberapa hari untuk mengerti even software ini apa ya, yang dijual apa. Nah berangkat dari karakeristik yang mungkin saya punyai itu, yakni sifat penasaran, selalu pengen belajar selalu penasaran. Jadi saya rasa sih terlepas dari memang itu wanita atau pria secara gender, kalau kita punya motivasi-motivasi itu dimana pun sih mestinya kita bisa berjalan dengan baik. Nah awal mulanya sih seperti itu, terjun ke IT-nya bisa dibilang gak sengaja pertama kali, tapi dari situ mulai jatuh cinta, sempet pindah ke perusahaan non-IT tapi akhirnya balik lagi ke IT,” papar Anissa, kepada HerStory, Senin (25/10/2021).

Terkait label dunia IT yang identik lahan pria, tak lantas membuat Anissa terbebani. Sejak  bekerja di Microsoft hingga kini di Crayon Indonesia, Anissa mengaku tak sedikit pun mengalami diskriminasi gender, baik dalam hal pemberian kesempatan untuk pengembangan karir atau capability maupun dalam pengakuan terhadap achievement.

“Jadi memang untuk wanita itu, kita sebenarnya bisa dibilang punya potensi atau skill yang sama dengan pria, gak ada gender yang spesifik, ini buat pria atau ini buat wanita. Kalau buat saya memang skill itu adalah sesuatu yang bisa di-developed gitu, saya sangat yakin, kita bisa belajar dan memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan bisa men-developed skill-skill kita sendiri,” tutur Anissa.

Dari pengalaman bekerja di dunia IT selama kurang lebih 20 tahun, dan berinteraksi dengan banyak orang, Anissa mulai memahami bahwa tak ada perbedaan yang fundamental antara pria dan wanita dalam hal skill.

“Saya sebenarnya selalu percaya 3 hal ya, yang pertama itu kita harus punya rasa keingintahuan yang besar, jadi curiosity yang besar, penasaran yang besar, dari ini akan nge-lead kita untuk terus pengen belajar. Nah dari kita pengen belajar, kita penasaran lagi, kita terus jadi pengen belajar lagi. Jadi continuous learning. Di situ kita masuk ke, abis ini apa ya, whats next, makanya saya bilangnya ‘focus on whats next’, itu kan berangkat dari curiosity tadi. Itu yang membuat kita gak berenti belajar. Sama yang terakhir adalah dimanapun kita berada, impact apa sih yang bisa dikasih ke sekitar gitu. Hal-hal ini menurut saya jadi gak ada limit antara gender ya, baik pria atau wanita, atau bahkan suku tertentu, maupun latar belakang tertentu. Karena ini sifatnya sesuatu yang bisa dipelajari,” sambung Anissa.

Lebih lanjut, terkait dengan kesetraan gender, Anissa menilai, produktivitas wanita di dunia IT ini sendiri tak kalah dengan pria. Di Crayon sendiri khususnya, dia melihat bahwa peran dari pria dan wanita cukup saling menyeimbangkan satu sama lain. Anissa pun lantas bersyukur dirinya berada di tempat yang bisa melakukan advokasi, yang bisa bersuara, yang bisa mengambil bagian, dan bisa memberikan kontribusi.

“Nah hal-hal ini yang akhirnya mengeliminasi diskriminasi tadi. Karena akhirnya kan orang fokus ke skill kita sendiri, kemudian ke kontribusi apa yang bisa diberikan ke perusahaan, dan kita selalu fokus merangkul ke orang-orang untuk ‘hey kita bisa nih sama-sama untuk maju, kita bisa sama-sama berkembang dan men-developed skill-skill kita’, artinya hal-hal seperti itu yang menurut saya jadi hilang ya istilah diskriminasi itu. Karena semua akhirnya berangkat dari value atau uniqueness masing-masing individu. Dan sekarang di Crayon ini, saya melihat hal seperti itu sangat penting dimana di sini istilah diversity dan inclusion itu memang sangat di-kedepankan. Jadi banyak sekali di manajemen top level itu dia adalah wanita,” papar Anissa.

Kemudian, dengan pesatnya kemajuan teknologi dan tuntutan pasar, dunia IT pun kini menjadi sangat kompleks. Kata Anissa, hal itupun mengharuskan dirinya untuk siap menghadapi berbagai macam tantangan. Lantas, bagi Anissa sendiri, suka duka bekerja di dunia IT ini apa saja ya?

“Menurut saya, bekerja di dunia IT itu lebih banyak exciting-nya. Tapi di balik rada exciting itu kan campur deg-degan. Jadi suka dukanya nih campur aduk. Karena kita harus belajar hal-hal baru. Dan itu perlu dalam waktu cepat. Karena ketika kita ke pelanggan, ke eksternal, mungkin mereka udah butuh informasi yang terbaru. Dan dengan adanya pandemi 2 tahun terakhir ini, semuanya jauh lebih cepet. Artinya, suka dukanya selalu seputar gimana kita bisa keep up, bisa terus belajar cepat, plus dengan bisa mengaplikasikan apa yang kita dapat itu kepada sekitar. Selalu seputar itu suka dukanya. Tapi, akhirnya jadi menarik karena gak ada yang monoton g, semuanya berubah terus. Itu sih yang seru dari kerja di dunia IT,” ujar Anissa seraya tersenyum.

Lebih lanjut, Anissa pun lantas membeberkan skill apa yang harus dimiliki seseorang utamanya wanita untuk terjun ke dunia IT. Menurutnya, ada empat hal penting yang perlu dimiliki dalam berkarir, antara lain rasa curiosity yang besar, keinginan untuk belajar, continius learning, dan focus on what’s next.

“Kita juga harus tahu manfaat apa yang bisa kita berikan ke orang sekitar kita. Tapi di luar itu, tipsnya lagi adalah harus mau untuk networking, kolaborasi. Dan, ketika kita berkarir, pilihlah perusahaan yang memang kira-kira bisa membantu kita dalam memajukan karya kita sendiri. Biasanya yang jadi assessment saya kalau masuk suatu perusahaan kita lihat dia mengedepankan inclusivity sama diversivity tadi gak, nah setelah itu baru kita harus lihat impact apa yang bisa kita berikan ke sekitar. Karena pada akhirnya kan dimanapun  kita berada, kita harus fokus kepada apa yang bisa kita berikan ke sekitar kita. Nah, di Crayon sendiri tuh memang banyak inclusivity sama diversivity itu bener-bener di-ke depankan. Jadi sampai level manajemen itu banyak yang wanita, dan mereka sangat mengedepankan wanita untuk maju. Sebagai informasi, vice president regional kami di Asia Pasifik itu wanita. kemudian sampai ke CEO global itu wanita juga. Dan itu terus bertambah sih karena memang sangat didukung tadi di level senior management ini hampir kebanyakan wanita. Jadi itu yang membuat saya happy,” beber Anissa.

Lantas, setelah meraih sukses seperti sekarang, apa obsesi seorang Anissa Sharmanti berikutnya?

“Kalau sekarang mungkin saya lebih ingin memberikan manfaat yang lebih besar. Kalau kemarin ya di Crayon eternally, eksternal ke pelanggan-pelanggan sama partner kita, di rumah ya ke anak-anak, sekarang sepertinya bisa di-achieve dengan sekitarnya, mungkin juga bisa di-achieve dengan skala yang lebih besar lagi. Jadi whats nextnya ke situ sih. Dengan yang saya miliki sekarang dan keinginan untuk lebih bisa kasih kontribusi yang lebih banyak, lebih besar ke society yang skalanya lebih besar,” tuntas Anissa seraya tersenyum

Nah Beauty, itulah kisah sukses seorang Anissa Sharmanti, semoga menginspirasi kamu ya!

Baca Juga: Siapa Sih Sosok Ci Mehong? Yuk Simak Kisah Inspiratifnya Sebagai Ibu Empat Anak yang Sukses Berbinis!

Baca Juga: Lika-Liku Perjalanan Bisnis Sambal Bu Rudy: Dari Pelarian hingga Sukses yang Gak Disengaja

Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.

Artikel Pilihan