Menu

Doktrin Kepatuhan Bikin Depresi, Perhatikan Eksperimen Ini!

07 Agustus 2020 19:40 WIB
Doktrin Kepatuhan Bikin Depresi, Perhatikan Eksperimen Ini!

Ilustrasi wanita korban pelecehan seksual (Unsplash/ Kat J)

HerStory, Jakarta —

Beauty, kamu pasti bingung kenapa seseorang sering patuh bahkan pada hal-hal yang mereka sendiri nggak nyaman untuk melakukannya. Kalau kamu perhatikan, sejak lahir sekalipun kita sudah didoakan untuk menjadi anak yang patuh kepada orangtua. Hal ini ternyata berlaku juga pada beberapa kasus kekerasan seksual.

Anehnya kita semua cenderung nggak menyadari betul fenomena ini, seperti segala hal harus kita patuhi. Contohnya patuh pada norma, Pancasila, orangtua, pemuka agama, polisi bahkan aturan pemerintah. Beauty nggak asing, kan, dengan label pelanggar aturan, durhaka, egois dan segala stigma negatif lainnya ketika kita nggak patuh pada suatu hal?

Dilansir dari Britannica, ada dua eksperimen populer yang mempengaruhi bagaimana psikologi modern membaca kepatuhan. Simak ya!

1. Eksperimen Milgram

Eksperimen Milgram ini ingin melihat tingkat kepatuhan subjek penelitian terhadap otoritas yang jahat. Hasil penelitian Milgram ini menunjukkan bahwa subjek penelitian menurut saja ketika diminta oleh seseorang yang dianggap memiliki kuasa, untuk menyiksa seseorang. Hasil riset ini sangat mengejutkan bagi Milgram, karena dia kira manusia telah diajarkan nilai-nilai mendasar untuk tidak menyakiti sesama.

Milgram menjelaskan kalau subjek penelitian menjadi patuh karena mereka melihat dirinya sebagai instrumen yang digunakan untuk memenuhi keinginan orang lain yang memberi perintah. Makanya, meski 90% subjek merasa nggak nyaman dan nggak mau melakukan hal yang diperintah, alih-alih mempertanyakan dan mengungkapkan keinginan atau ketidakinginan, para subjek malah menurut saja.

2. Stanford Prison Experiment

Eksperimen Penjara Stanford (Stanford Prison Experiment) menemukan bahwa subjek penelitian yang berpura-pura menjadi penjaga penjara (pemilik kuasa) menjadi semakin agresif, dan subjek yang berpura-pura menjadi tahanan (dikenai kuasa) menjadi semakin submisif dan patuh. Eksperimen ini diketuai oleh Philip Zimbardo.

Jadi, kedua eksperimen ini memang direplikasi oleh banyak peneliti lain sehingga mereka menemukan bahwa para subjek menemukan tingkat kepatuhan yang cukup tinggi terlepas dari gender dan kultur.

Beauty perlu menyadari bahwa kepatuhan ini sebenarnya nggak selalu berdampak baik bagi kenyataan di lapangan yang kita lihat. Hal ini dibuktikan dengan Jepang yang sering kita lihat mempunyai masyarakat yang sangat disiplin namun mempunyai kesenjangan sosial yang tinggi dan menjadi salah satu negara yang angka bunuh dirinya tinggi banget.

Baca Juga: Bisa Bantu Kurangi Stres, Ini 3 Rekomendasi Essential Oil yang Bikin Rileks! Kamu Juga Suka Gak?

Baca Juga: Sering Merasa Stres? Beauty Wajib Konsumsi Suplemen Ini untuk Mengatasinya, Bisa di Beli di Aptek Lho..

Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.

Artikel Pilihan