Menu

Korban Perkosaan Masih Sulit Dapat Layanan Aborsi Aman, Kenapa?

25 Agustus 2022 12:30 WIB
Korban Perkosaan Masih Sulit Dapat Layanan Aborsi Aman, Kenapa?

Ilustrasi korban kekerasan seksual.

HerStory, Jakarta —

Menggugurkan kandungan atau aborsi kerap diidentifikasi sebagai cara untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan. Akibatnya, masih banyak orang yang menentang perbuatan aborsi tersebut. Lantas, bagaimana dengan kehamilan tidak diinginkan pada korban perkosaan? Bolehkah mendapatkan hak untuk menghentikan kehamilan?

Menurut dr. Marcia Soumokil, MPH, Direktur Yayasan Inisiatif Perubahan Akses Menuju Sehat (IPAS) Indonesia, saat ditemui HerStory dalam acara ICIFPRH 2022 di Yogyakarta, aborsi di Indonesia enggak bisa disebut ilegal karena aborsi legal sudah diatur dalam hukum.

“Di dalam hukum Indonesia dibilang aborsi itu dilarang kecuali untuk tiga situasi. Satu adalah ketika ada gawat darurat jiwa ibu. Kedua ketika ada gangguan tumbuh kembang janin dan ketiga ketika itu adalah korban perkosaan,” ujar Marcia Soumokil pada Senin (22/8/2022).

Korban perkosaan yang mengalami kehamilan tidak diinginkan harus mendapatkan haknya secara penuh, termasuk hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan maupun hak untuk menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan.

“Ketika kemudian korban perkosaan tidak bisa mendapatkan haknya yang penuh, termasuk pelayanan kesehatan yang segera, maupun hak untuk menghentikan kehamilan ketika menginginkan untuk dihentikan maka kehamilan ini menjadi bermasalah, karena tidak direncanakan dan tidak diinginkan,” Jelas Marcia.

Saat ini, Indonesia memang sudah memiliki undang-undang yang mengatur tentang aborsi aman, tapi hukum ini masih belum bisa membantu perempuan korban perkosaan untuk mendapatkan layanan aborsi aman.

Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 menyebutkan bahwa aborsi hanya dapat dilakukan pada ibu hamil yang mengalami gangguan kesehatan, janin yang tumbuh kembangnya terganggu, dan penyintas pemerkosaan yang mengalami trauma.

 “Nah, sebenarnya di regulasi, UU Kesehatan Tahun 2009 Pasal 75 sudah diatur. Gangguan tumbuh kembang janin, terutama hidup di luar kandungan boleh dihentikan. Dalam beberapa situasi, perempuan bisa mengakses layanan ini, tapi sampai saat ini belum ada layanan untuk korban perkosaan,” ucap Marcia.

“Padahal, korban perkosaan jelas diatur bagaimana mengakses layanannya. Perlu dibentuk tim, dokter, dokumen dari polisi, dan sebagainya. Itu sudah diatur cukup detail sampai di Permenkes Nomor 3 Tahun 2016. Nah, termasuk tata cara pemberian layanannya, Cuma memang sampai saat ini layanan tersebut belum ada,” sambungnya.

Baca Juga: Jangan Main-main! Kenali 8 Efek Bahayanya Aborsi Bagi Kesehatan Tubuh Wanita, Bisa Berujung Kematian

Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.