Menu

Banyak Perempuan Dibunuh di Indonesia Sepanjang 2021, Apa Penyebabnya?

06 Desember 2022 15:55 WIB

Ilustrasi wanita mengalami kekerasan. (Pinterest/ncadv.org)

HerStory, Jakarta —

Laporan analisa pemberitaan online dari Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta menemukan bahwa terjadi sebanyak 256 kasus pembunuhan perempuan di Indonesia pada tahun 2021, dengan total korban 289 jiwa perempuan dan total pelaku 309 orang.

Di antaranya, ditemukan 217 kasus femisida, 17 kasus pembunuhan akibat tindak kriminal, 4 kasus pembunuhan transpuan, dan 18 kasus pembunuhan bayi, balita, dan anak perempuan. Sebesar 49 persen dari total kasus dilakukan di area rumah, dan 37 persen dari korban yang dapat diidentifikasikan memiliki hubungan intim dengan pelaku.

Femisida adalah pembunuhan perempuan yang menekankan adanya elemen ketidaksetaraan gender, penaklukan, opresi, dan kekerasan sistematis terhadap perempuan, termasuk transpuan. 

Kasus femisida termasuk baik yang terjadi dalam ranah personal, seperti hubungan keluarga dan intim/romantis, maupun ranah publik, seperti di tempat kerja. 

Femisida memiliki dimensi yang berbeda dengan pembunuhan ‘biasa’, karena memiliki unsur kekerasan berbasis gender dan seksual (KBGS) serta penindasan terhadap perempuan yang terjadi secara masif.

Kasus femisida paling banyak terjadi di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur, dengan masing-masing 35 kasus. Provinsi Jawa Barat menempati peringkat ketiga (29 kasus), sementara Provinsi Sulawesi Utara (19 kasus) dan Provinsi Aceh (16 kasus) duduk di peringkat ke-empat dan ke-lima.

"Hal unik terjadi ketika kami mengkalkulasikan kontribusi kasus pembunuhan perempuan di suatu daerah dengan tingkat kerentanan per 100.000 perempuan di daerah tersebut," ujar Fatima Gita Elhasni, Research Officer Jakarta Feminist pada Senin (5/12/2022).

Berdasarkan analisa pemberitaan kasus, ‘motif’ pelaku femisida yang paling sering ditemukan adalah masalah komunikasi antara pelaku dan korban (75 kasus), diikuti problem asmara (36 kasus), penyerangan seksual (22 kasus), dan kehamilan (18 kasus). Permasalahan komunikasi ini kebanyakan terjadi pada relasi-relasi intim, khususnya di ranah rumah tangga

Sejalan dengan itu, Siti Mazuma selaku Direktur LBH Apik Jakarta mencatat, LBH Apik Jakarta sudah melakukan pendampingan pada 1.512 korban kekerasan terhadap perempuan di tahun 2022. 

"Kami menemukan bahwa KDRT memang menjadi motif kekerasan terbanyak," ungkapnya.

Ketika para korban meninggal, banyak yang berpikir kalau haknya sudah selesai. Padahal, menurut Siti Aminah Tardi selaku Komisioner Komnas Perempuan, mereka masih memiliki hak atas keadilan, kebenaran, dan pemulihan baik untuk korban maupun keluarga dan relasi yang ditinggalkan.

Artikel Pilihan