Menu

Sering Murung dan Sulit Bersosialisasi? Ini yang Dirasakan Anak dengan Gaya Asuh Otoriter

03 Desember 2020 17:00 WIB

Orang tua otoriter (Google / Tutur Mama)

HerStory, Purwokerto —

Sebagai orang tua, kita pasti ingin yang terbaik untuk buah hati kita. Terkadang kita juga ngga sadar kalau sering mengatur dan menuntut anak. Orang tua yang sering mengatur, bersikap keras, dan menuntut anak termasuk pola asuh otoriter. Meskipun anak cenderung menjadi penurut, tapi ini yang sebenarnya mereka rasakan, Moms.

1. Harus Taat Aturan

Aturan memang dibuat untuk ditaati. Tetapi, kalau aturannya sangat rinci seperti bagaimana harus berperilaku mulai dari bangun tidur hingga akan tidur bisa membuat  anak menjadi stress dan tertekan. Apalagi peraturan ini dibuat tanpa menjelaskan kepada anak mengapa ia harus bersikap seperti itu.

2. Kurang Merasakan Kehangatan dari Orang Tua

Orang Tua yang memiliki gaya asuh otoriter biasanya bersikap dingin dan cenderung kasar. Mereka akan banyak mengomel dan meneriaki daripada memuji atau memberi dukungan. Sikap dingin ini ternyata dirasakan oleh anak lho, Moms. Akibatnya, anak merasa kurang kasih sayang dan menjadi pemurung karena menganggap ia diperlakukan dengan buruk tiap harinya.

3. Tidak Merasa “Dilibatkan”

Komunikasi dalam keluarga yang baik idelnya memberikan suara untuk semua anggotanya. Tapi, lain cerita dengan pola pengasuhan otoriter. Mereka akan mengambil keputusan sepihak dan apapun keputusannya harus ditaati anak. Anak akan merasa hidupnya terus diatur tetapi tidak boleh bersuara. Sikap yang seperti ini membuat anak nantinya akan sulit bersosialisasi hingga sulit mengambil keputusan

4. Mengamini Perilaku Kasar

Ketika anak tidak menuruti apa yang diinginkan orang tuanya, hukuman sudah pasti menjadi jawabannya. Tak jarang orang tua dengan pola asuh otoriter ini memberikan hukuman kasar yang bersifat fisik seperti mencubit dan memukul. Perilaku kasar seperti ini justru akan selalu diingat oleh anak, Moms. Bisa jadi anak akan tumbuh menjadi seseorang yang mewajarkan kekerasan. Duh jangan sampai, ya. 

Share Artikel:

Oleh: Laksmi Pradipta Amaranggana