Menu

Ajari Anak-anak Cara Mengatur Emosi Mereka Sendiri dengan Beberapa Cara Ini

10 Desember 2020 16:10 WIB

Illustration of Spoiled Child (Fancy New Me/Edited by HerStory)

HerStory, Jakarta —

Anak-anak yang sudah masuk TK sudah bukan lagi seorang balita, Moms, tetapi meskipun kosakata mereka semakin luas dan kemandirian mereka semakin meningkat, mereka masih dapat merasa terbebani oleh emosi yang kuat seperti kemarahan, kesedihan, ketakutan, dan kecemasan. 

"Otak mereka tumbuh dengan kecepatan tinggi dan emosi mereka tidak selalu mengikuti," kata Katie Hurley, psikoterapis anak dilansir dari Parents.com.

Ada beberapa manfaat mempelajari stabilitas emosi. Para peneliti di Arizona State University menemukan bahwa anak-anak yang menangani emosi yang menantang, lebih tangguh dan lebih baik dalam urusan memperhatikan. 

Dan sebuah studi dari University of North Carolina di Greensboro mengaitkan regulasi emosional anak-anak dengan kesuksesan akademis di masa depan, termasuk nilai matematika dan membaca yang lebih tinggi.

Berikut ini cara membantu anak prasekolah (atau yang sudah TK) dalam menangani emosi dan menghindari ledakan emosi.

1. Bantu Mereka Memberi Label Perasaan

Anak-anak bisa saja merasa marah dan emosi, tetapi mereka enggak tahu bahwa mereka sedang merasakan sesuatu yang namanya marah.

Anak-anak mengalami emosi mereka secara fisik, seperti melipat tangan di perut, tangan yang mengepal, atau air mata yang gak terkendali, tetapi mereka enggak selalu tahu apa arti perasaan itu. 

“Saat anak Anda mengalami emosi yang terlalu besar, beri label untuknya,” kata Lauren Knickerbocker, Ph.D., asisten profesor klinis di Pusat Studi Anak NYU Langone. 

Coba katakan, "Kamu sedih Nenek harus pergi, bukan?" atau "Oh, kamu emosi karena menara Legonya jatuh." 

Memberi nama untuk emosi yang datang dapat membantu anak-anak menemukan respons yang lebih tepat.

2. Ajarkan Dengan Contoh

Anak-anak sedang mengamati orangtuanya untuk mencari isyarat sosial, dan reaksi Moms terhadap stres. Bisa saja dari berteriak pada pelatih futsalnya atau dengan teman sebaya sebagaimana yang kamu lakukan. Maka bersikap adem ayem adalah jawaban.

Tanyakan pada diri sendiri apakah tanggapanmu adalah yang ingin kamu lihat pada anakmu? Maka lakukan tindakan yang sesuai agar mereka tiru dengan baik. Jika kamu melakukan kesalahan, gunakan pengalaman tersebut untuk menawarkan pelajaran tentang manajemen emosi. 

Jika seseorang memotong jalanmu saat berkendara, jangan marah-marah dan ganti dengan berkata, “Ups — Pengemudinya salah. Kayaknya aku akan mengambil napas dalam-dalam untuk membantu menghilangkan amarah." 

Beri tahu anakmu bahwa enggak apa-apa untuk merasa gak enak dengan menjelaskan, "Aku juga ikut sedih saat Nenek pergi" atau "Aku merasa marah dan frustrasi minggu lalu seperti kamu, ketika aku gak bisa memperbaiki keran yang terus menetes."

3. Gunakan Buku dan Aplikasi

Bacalah buku anak-anak yang berfokus pada pengelolaan emosi. Mengambil langkah mundur dan melihat sesuatu melalui sudut pandang karakter di halaman memungkinkan anak untuk mengatasi perasaan mereka sendiri pada jarak yang aman. 

Dalam hal aplikasi, gunakan aplikasi Stop, Breathe & Think Kids (gratis di App Store, untuk anak-anak berusia 5-10). Serangkaian game kesadaran menjernihkan pikiran, meningkatkan fokus, mengurangi perasaan negatif, dan meningkatkan kualitas tidur. Anak-anak juga dapat mengetahui emosi melalui emoji dan belajar tentang teknik pernapasan dalam yang menenangkan.

4. Melayani Anak 

Dalam menangani emosi setiap anak prasekolah tentu berbeda. Beberapa anak akan menemukan kenyamanan dalam pelukan, sementara yang lain mungkin perlu berlarian di luar. 

Penangkal frustrasi anak mungkin terlihat berbeda dari cara yang dia pilih untuk menangani perasaan gugup.

Awalnya, Moms bisa memberi saran seperti, saat aku merasa kurang enak, memeluk kucing membuatku merasa lebih baik. Lalu sarankan anakmu untuk memeluk kucing piaraan kalian.

Atau gunakan hal-hal menghibur lainnya sampai akhirnya, anak-anak terdorong untuk menemukan solusinya sendiri, tetapi tunggu sampai badai emosional berlalu untuk melakukan percakapan seperti itu. Jangan dipaksa karena anak-anak enggak akan bisa belajar ketika emosi mereka lagi diambang kehancuran. 

Setelah dia tenang kembali Moms bisa mengajukan pertanyaan kepadanya tentang apa yang akan membuatnya merasa lebih baik atau apa yang dapat dia lakukan saat dia marah lagi.