Menu

Nyaris Tanpa Gejala, Kenali Risiko Glaukoma yang Bisa Menyebabkan Kebutaan Permanen!

03 Mei 2023 13:25 WIB

Ilustrasi Glaukoma (Freepik/EditedByHerstory)

HerStory, Depok —

Mata menjadi salah satu organ penting dalam tubuh. Sebagai salah satu organ paling krusial, kesehatan mata harus dijaga dengan baik agar tak bermasalah.

Salah satu penyakit mata yang perlu diwaspadai adalah glaukoma. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan tertinggi kedua setelah katarak.

Nyaris tanpa gejala, glaukoma berpotensi memberi dampak yang lebih fatal, bahkan menyebabkan kebutaan permanen.

"Bersifat kronis, glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang berdampak sangat besar terhadap kualitas hidup penyandang nya," ujar Prof. DR. dr. Widya Artini Wiyogo, Sp.M(K), Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

"Dari kecemasan bahkan depresi adanya risiko kebutaan, keterbatasan aktivitas sehari-hari karena gangguan lapang pandang, kendala fungsi sosial karena mulai menghilangnya penglihatan, hingga efek samping pengobatan, serta pengaruh finansial akibat biaya pengobatan yang dikeluarkan,” papar Dokter Subspesialis Glaukoma, dan Ketua JEC Glaucoma Service, JEC Eye Hospitals & Clinics.

Sayangnya, di Indonesia permasalahan glaukoma masih memprihatinkan lantaran penderita seringkali baru mencari pengobatan ketika sudah pada stadium lanjut.

"Lebih-lebih 80 persen kasus glaukoma muncul tanpa gejala. Ini yang membuat glaukoma dijuluki sebagai ‘si pencuri penglihatan’. Karenanya, penatalaksanaan glaukoma sedini mungkin sangatlah krusial agar progresivitas penyakit ini dapat dikontrol dan kerusakan saraf mata bisa diperlambat sehingga kebutaan pun tercegah,” lanjutnya.

Glaukoma terdiri menjadi dua tipe, yaitu glaukoma primer dan sekunder. Glaukoma primer tak dapat diketahui penyebab asalnya.

Sedangkan Glaukoma sekunder biasanya terjadi sebagai akibat sekunder dari penyakit lain yang mendasarinya atau merupakan komplikasi dari penyakit sebelumnya.

Berikut ini faktor risiko penyakit glaukoma:

  • Berusia di atas 40 tahun,
  • Faktor genetik, memiliki keluarga dekat yang juga menderita glaukoma,
  • IOP > 21mmHg,
  • Memiliki mata miopia atau rabun jauh,
  • Memiliki mata hipermetropia atau rabun dekat,
  • Kondisi sistemik.

Menurut penjelasan dr. Rini Sulastiwaty Situmorang, SpM., selaku Dokter Subspesialis Glaukoma serta Kepala Divisi Riset dan Pendidikan JEC Eye Hospitals and Clinics, Glaukoma tak dapat disembuhkan tapi dapat dikontrol perkembangannya.

Data terakhir Kementerian Kesehatan dalam laporan “Situasi Glaukoma di Indonesia” (2019), memprediksi jumlah penderita glaukoma secara global pada 2020 mencapai 76 juta atau meningkat sekitar 25,6i angka satu dekade lalu yang masih 60,5 juta orang.

Sementara di Indonesia, data yang sempat dirilis secara resmi barulah prevalensi glaukoma sebesar 0,46% (setiap 4 sampai 5 orang per 1.000 penduduk). 

JEC sendiri hingga 2022 kemarin telah menangani hampir mencapai 110.000 kunjungan pasien glaukoma selama 3 tahun terakhir. 

JEC meyakini deteksi dini menjadi faktor kunci untuk mencegah terganggunya penglihatan akibat glaukoma. Inilah yang mendorong kami tak henti menyuarakan bahaya glaukoma kepada masyarakat," kata Rini.

"Tidak hanya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, mulai tahun ini, JEC ingin memberi impak yang lebih besar kepada masyarakat dengan menggagas inisiatif sosial terbaru sekaligus yang pertama di Indonesia, yaitu pemberian 100 tindakan operasi implan glaukoma secara gratis kepada masyarakat yang membutuhkan,” jelasnya.

Tindakan operasi tersebut akan dilangsungkan secara bertahap sepanjang 2023 dengan penerima manfaat yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.

Implan glaukoma merupakan prosedur bedah untuk menurunkan tekanan dalam bola mata pada pasien glaukoma.

Operasi ini menjadi pilihan utama bagi pasien glaukoma dengan tekanan bola mata yang tetap tak terkontrol, atau terjadi kerusakan saraf mata yang berat, dan sudah tidak mampu merespons terapi lainnya.

Prosedur implan glaukoma melibatkan pemasangan implan kecil di dalam mata (berupa tabung silikon kecil/trabekular mikro) untuk membantu mengalirkan cairan agar keluar dari bola mata dan menurunkan tekanan intraokular.

JEC Glaucoma Service menawarkan opsi pengecekan secara komplet, mulai pemeriksaan tekanan bola mata berakurasi sangat tinggi (Goldmann Applanation Tonometry), evaluasi struktur saraf mata (Optical Coherence Tomography), pemeriksaan luas lapang pandang (Humphrey Visual Field Perimetry), pemeriksaan sudut bilik mata depan (gonioscopy), hingga pemeriksaan optic disc dan retina mata (Foto Fundus).

Bagi pasien glaukoma yang memerlukan tindakan lebih lanjut, JEC Glaucoma Service memberikan alternatif layanan operasi dengan implan. Selain itu, untuk terapi, JEC Glaucoma Service menyediakan obat-obatan khusus yang hanya tersedia di JEC.

Dengan kesadaran mengenai glaukoma yang terus meningkat, harapan kami, masyarakat semakin terdorong untuk melakukan pengecekan mata secara rutin sehingga potensi glaukoma bisa dicegah," katanya.

"Selain itu, adanya dukungan fasilitas penanganan glaukoma yang dapat diandalkan, termasuk JEC Glaucoma Service, masyarakat Indonesia, terutama pasien glaukoma, segera mendapatkan penanganan yang tepercaya sehingga progresivitas glukomanya dapat dikendalikan,” pungkas Mubadiyah.

Share Artikel:

Oleh: Nailul Iffah