Menu

Ciptakan Ruang Aman, Yuk Kenali Gejala, Dampak, hingga Cara Mengatasi Kekerasan Seksual, Simak Beauty!

03 Mei 2023 19:55 WIB

Ilustrasi kekerasan seksual. (Freepik/Edited by HerStory)

HerStory, Jakarta —

Dari tahun ke tahun, isu kekerasan seksual masih sering jadi pembahasan jumlah kasus yang terus meningkat di Indonesia. Per tahun 2022, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Republik Indonesia mencatat ada lebih dari 27.000 kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia. 

Menurut UU TPKS kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan atau fungsi reproduksi.

Secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.

Apa saja jenis kekerasan seksual?

Masih mengacu pada UU TPKS, jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual meliputi pelecehan seksual fisik dan non-fisik, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan dan eksploitasi seksual, perbudakan seksual, hingga kekerasan seksual berbasis elektronik. 

Tindak pidana kekerasan seksual lainnya di antaranya perkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan, eksploitasi seksual terhadap anak, perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban, pornografi melibatkan anak, pemaksaan pelacuran, perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual, kekerasan dalam lingkup rumah tangga dan sebagainya.

“Dengan mengenal jenis-jenis kekerasan seksual, kita dapat mengedukasi dan turut menjaga keluarga dan lingkungan terdekat kita, terutama anak-anak kita,” ungkap Dian Rishita Dewi, selaku psikoterapis sekaligus Co-Founder Remedi Indonesia, dalam keterangan pers yang diterima HerStory, Rabu (3/5/2023).

“Utamanya dengan kemajuan teknologi dan keterbukaan informasi melalui sosial media, kita wajib memperkaya pengetahuan kita tentang pelecehan seksual serta kekerasan dalam rumah tangga dan lingkungan kerja, mengapa dapat terjadi, apa dampak fisik dan psikis yang dihadapi korban dan orang yang secara sengaja maupun tak sengaja menyaksikan, dan bagaimana menanganinya. Lebih lagi, kita butuh menumbuhkan rasa menghargai diri dan orang lain, empati, serta kesadaran akan privasi diri dan orang lain,” lanjutnya.

Nyatanya tak hanya wanita, tapi juga pria pun banyak menjadi korban kekerasan seksual – khususnya anak laki-laki.

Berdasarkan Laporan Studi Kuantitatif Barometer Kesetaraan Gender yang diluncurkan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dan International NGO Forum on Indonesian Development tahun 2020, ada 33% pria yang mengalami kekerasan seksual khususnya dalam bentuk pelecehan seksual.

Pada 2018, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memperlihatkan bahwa ada 60% anak laki-laki dan 40% anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual.

Apa saja dampak dari kekerasan seksual?

Dilansir dari situs Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), pengalaman traumatis pada korban kekerasan seksual dapat memberikan dampak fisik, emosi dan psikologis apabila tak mendapatkan bantuan dan pendampingan para ahli.

Menurut Rishita, dampak yang paling umum adalah depresi karena mengingat kejadian masa lalu, dan yang paling berat adalah Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). 

“Ada tiga tanda PTSD. Pertama, re-experiencing dimana korban mengalami kondisi kilas balik (flash back), mimpi dan timbul pikiran mengganggu. Kedua, avoidance di mana korban menghindari hal-hal yang terkait dengan pengalaman kekerasan seksual yang dialaminya hingga menghindari lingkungan kesehariannya karena mereka merasa resah, takut, dan merasa selalu tak aman,” ungkapnya.

“Ketiga, hyper-arousal dimana mereka sering merasa gelisah, sulit tidur, mudah terkejut, hingga emosi yang meledak-ledak. Pada jangka panjang, sangat mungkin korban kekerasan seksual akan kehilangan hak untuk hidup dengan aman,” sambungnya. 

Kemungkinan lainnya yang butuh diwaspadai adalah muncunyal keinginan untuk mengakhiri hidup atau bahkan melakukan percobaan bunuh diri karena ingin mengakhiri penderitaan/konflik yang dialaminya.

Pilihan ini seolah pilihan yang terbaik karena korban merasa tak memiliki bantuan lain. 

“Temani dan berikan saran kepada kerabat kita untuk melaporkan dan meminta bantuan kepada para praktisi kesehatan mental bila mereka sudah berbicara tentang keinginan untuk mati, perasaannya hampa, tidak memiliki alasan untuk melanjutkan hidup, merasa sangat malu, merasa terjebak, merasa menjadi beban bagi lingkungannya, selalu cemas, menarik diri dari keluarga dan teman-teman, amarah yang besar, dan gejala berat lainnya,” kata Rishita.

Lalu apa yang harus dilakukan?

Penanganan yang tepat dan cepat diharapkan dapat membantu memulihkan kondisi korban kekerasan seksual. Perhatikan poin-poin penting berikut ini:

  • Sebagai pertolongan pertama, korban kekerasan seksual butuh meminta bantuan kepada praktisi Kesehatan mental seperti psikolog, psikiater, psikoterapis, dan konselor untuk mengatasi dampak langsung/tak langsung dari peristiwa traumatis yang dialami korban.  
  • Tak hanya bagi korban langsung, stres dan depresi ataupun gangguan kecemasan dapat berdampak bagi kamu yang pernah yang menyaksikan langsung kekerasan seksual tersebut. Jangan abaikan bila kamu merasakan kondisi yang gak nyaman.
  • Ciptakan ruang aman dan nyaman bagi kerabat, keluarga, ataupun teman yang mengalami kekerasan seksual dengan tak menghakimi (no-judgement), memahami kondisinya, mendengarkan kesedihannya, dan ajak untuk meminta pertolongan segera.

“Memahami hal ini, Remedi Indonesia selalu mengutamakan ruang aman dan nyaman bagi mereka yang membutuhkan bantuan, baik dari fasilitas pendukung maupun para fasilitator yang tergabung di Remedi Indonesia sehinga para survivors dapat memproses luka batin dan traumanya,” pungkas Rishita.

Remedi Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dalam pengembangan manusia baik secara personal maupun organisasi yang berdiri sejak tahun 2011, telah turut berkontribusi pada kesehatan mental dengan mengadakan Meditasi Melepas Stress secara rutin, setiap hari Selasa, pukul 19.00-21.00.

Sesi meditasi ini pun diberikan gratis kepada siapapun yang membutuhkan.