Menu

3 Tantangan Terbesar yang Dialami oleh Korban Kekerasan Seksual, Please Stop Victim Blaming!

03 Mei 2023 23:05 WIB

Ilustrasi victim blaming pada korban kekerasan seksual (Sumber/The Jakarta Post)

HerStory, Jakarta —

Kekerasan seksual masih menjadi kasus yang terus berkembang dan terjadi di manapun serta dapat menimpa siapapun. Bahkan, berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Republik Indonesia, pada tahun 2022 ada lebih dari 27.000 kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia. 

Kasusnya yang tak kunjung berakhir dari tahun ke tahun, kekerasan seksual sudah pasti menjadi kasus yang harus mendapatkan sorotan. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya korban-korban lain di masa depan.

Apalagi, mengulik soal korban kekerasan seksual, mereka masih berada di posisi rentan yang mana ada berbagai tantangan yang dihadapinya. Hal ini tentunya akan menyulitkan korban, baik dalam mengungkap kasus hingga memulihkan diri.

Hal inilah yang menjadi fokus Remedi Indonesia untuk menciptakan ruang aman dan nyaman. Salah satu caranya adalah dengan menyebarkan informasi seputar kekerasan seksual untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Melansir siaran pers dari Remedi Indonesia, Rabu (3/5/2023), ada beberapa tantangan korban kekerasan seksual. Dengan mengetahui jenis-jenis tantangan ini, diharapkan kamu mampu menciptakan ruang yang lebih aman khususnya bagi korban.

Pasalnya tak sedikit masyarakat yang sering mempertanyakan, mengapa korban gak langsung melakukan pengaduan atau  membela diri pada saat pelecehan terjadi pada dirinya. Hal ini terjadi karena tantangan-tantangan tertentu telah membelenggu korban.

Kira-kira apa saja tantangannya? Yuk, simak selengkapnya dalam artikel berikut ini, Beauty!

1. Tonic immobility atau freeze

Ini merupakan keadaan lumpuh sementara yang tak disengaja, bahkan dalam banyak kasus korban gak dapat bersuara.

Korban kekerasan seksual sering dipersalahkan karena gak melawan, berteriak atau lari saat mengalami kekerasan, padahal saat itu mereka masih mengalami tonic immobility. 

“Konsep ini penting untuk kita pahami agar kita tidak dengan mudah menganggap bahwa kekerasan seksual yang terjadi pada korban adalah aktivitas seksual ‘suka sama suka’ karena menganggap korban tidak melawan, berteriak, berlari ataupun melaporkan saat kejadian,” ungkap Dian Rishita Dewi, selaku psikoterapis sekaligus Co-Founder Remedi Indonesia, dalam keterangan pers yang diterima HerStory, Rabu (3/5/2023).

2. Victim blaming

Kondisi menyalahkan korban sering terjadi ketika ada kasus kekerasan seksual. Hal ini terjadi karena korban dianggap memprovokasi atau menyebabkan kekerasan seksual terjadi melalui tindakan, kata-kata, ataupun sesederhana pakaian yang dikenakan yang dianggap “mengundang”. 

Kondisi tersebut dapat berdampak internal yaitu korban menyalahkan dirinya sendiri atau self-blaming sehingga berujung tidak mengadukan kekerasan seksual yang terjadi pada dirinya.

Pada jangka panjang, hal ini dapat berdampak buruk pada kesehatan mental seseorang dan bagaimana korban bersikap secara sadar maupun tidak sadar pada lingkungan sosialnya.

3. Tuduhan palsu

Selanjutnya ada tantangan di mana korban enggan melaporkan bahkan dilaporkan balik oleh pelaku dengan tuduhan pencemaran nama baik karena dianggap gak memiliki cukup bukti.

Hal ini semakin membuat kasus kekerasan seksual sulit terungkap dan korban ragu untuk bersuara.

Nah, itu dia beberapa tantangan yang kerap dirasakan oleh korban kekerasan seksual. Semoga bermanfaat, ya!

Artikel Pilihan