Happy Salma dalam konferensi pers ‘Ariyah dari Jembatan Ancol’ (Noorma/HerStory)
Beauty, Titimangsa bersama Bakti Budaya Djarum Foundation sedang menggarap kisah unik yang diambil dari legenda urban Indonesia. Mengangkat kisah horor yang akrab bagi masyarakat Jakarta, ‘Ariyah dari Jembatan Ancol’ akan dipentaskan pada pada 27-28 Juli 2023 di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
Sebagai produser, Happy Salma mengaku bahwa pementasan ini merupakan sebuah langkah yang berani. Pasalnya, kisah horor yang melegenda tersebut akan diangkat secara kritis dengan menghadirkan sesuatu yang unik dari sosok hantu.
“Bisa dibilang pertunjukan ‘Ariyah dari Jembatan Ancol’ adalah pertunjukkan yang lumayan berani dan kritis. Tahun lalu kita melakukan riset tentang hantu di Indonesia. Di antara cerita dari Papua sampai Aceh kita temukan benang merah bahwa yang dianggap hantu adalah representasi perasaan manusia yang belum tersampaikan yang bisa dilawan setelah jadi ruh,” ungkapnya dalam konferensi pers ‘Ariyah dari Jembatan Ancol’ yang diselenggarakan di Jakarta Pusat, Kamis (13/7/2023).
Menurutnya sosok hantu di Indonesia kerap direpresentasikan sebagai makhluk halus yang suka menakut-nakuti semata. Hadirnya pementasan ini diharapkan akan membuka perspektif baru tentang isu sosial yang ada di masyarakat.
Oleh karena itu, Happy Salma ingin menyajikan sebuah peristiwa dalam balutan sastra lewat ‘Ariyah dari Jembatan Ancol’.
“Titimangsa selalu berusaha mengalihwahanakan karya sastra ke dalam panggung untuk mengembangkah karya sastra itu sendiri. Di dalam pertunjukan ini, biasanya teksnya itu lebih nyastral-lah, kali ini sastranya itu di dalam peristiwanya. Itu yang ingin kita tampilkan,” ungkap Happy Salma.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kali ini ada ‘wajah’ baru dari hantu yang bakal hadir dalam pementasan ini. Gak seperti hantu yang dikenal dengan sosok mengerikan, namun ada refleksi kehidupan yang dibawa lewat setiap karakter di dalam pertunjukan ini.
“Nah, peristiwa sastra itu apa sih sebetulnya? Itu adalah refleksi dari kehidupan yang ada di sekeliling kita. Kalau membayangkan Ariyah ‘Oh iya yah bukan yang jualan sate atau hantu dan lain sebagainya’ karena itu adalah refleksi dari kehidupan sosial yang ada di Jakarta,” terangnya.
Happy Salma melihat ada kesamaan dari kisah horor legenda urban di tiap daerah Indonesia. Rupanya, kerap hantu yang ada tercipta dari sebuah isu sosial yang akrab di daerah tersebut.
“Kita melakukan riset dan ketika di Papua, hantunya pasti berhubungan dengan hal-hal yang menyakiti mereka, misal mereka ada bersinggungan dengan investor dan lain sebagainya. Ketika di Aceh hantunya itu bisa jadi orang-orang yang melukai mereka, misal pihak bersenjata dan lain sebagainya,” terang founder Titimangsa ini.
“Nah, di Jakarta sendiri ternyata itu muncul dari premanisme yang dari masa lalu sudah ada, tentang perampasan lahan, dan lain sebagainya. Nah kalau sekarang ada pinjol,” sambungnya.
Happy Salma menegaskan bahwa pementasan ‘Ariyah dari Jembatan Ancol’ ini merupakan sebuah karya seni yang timbul dari masalah yang ada di lingkungan sekitar. Meski dibalut dengan ketegangan horor, ada sebuah peristiwa sosial yang ingin disampaikan di dalamnya.
“Sebetulnya, masalah yang terjadi adalah refleksi dari sifat manusia. Peristiwa yang sesungguhnya nyata itulah karya sastra yang ingin kami tampilkan,” tandasnya.