Menu

Ternyata Ketersediaan ICD Guna Mencegah Kematian Mendadak Akibat Aritmia Masih Terbatas Moms, Yuk Simak Informasi Lengkapnya di Sini!

03 September 2023 15:10 WIB

Ilustrasi seorang wanita terkena serangan jantung. (Pinterest/Freepik)

HerStory, Jakarta —

Beauty, meski di Indonesia sudah terdapat 46 dokter spesialis Jantung dan Pembuluh Darah ahli aritmia, rupanya masih kurang dari kata cukup dan menjadi tantangan bersama dalam menangani pasien.

Pasalnya, menurut Ketua Indonesian Heart Rhythm Society (InaHRS)/Perhimpunan Aritmia Indonesia (PERITMI), dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP (K), PhD tantangan yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan aritmia di Indonesia adalah jumlah dokter dan tatalaksana yang masih kurang.

"Tantangannya kurangnya dokter spesialis dan yang paling meresahkan adalah akses masyarakat terhadap tatalaksana penyakit aritmia yang masih sangat buruk," kata dr Sunu saat media brief beberapa waktu lalu.

Bahkan di Indonesia, jumlah Kematian Jantung Mendadak diperkirakan >100.000 per tahun. Namun tindakan pencegahan KMJ dengan sebuah alat yang disebut Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD) masih di bawah angka <100>.

Angka tersebut jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Thailand, dan India. Hal serupa juga terjadi dalam penanganan kasus-kasus aritmia lainnya, misalnya ablasi Fibrilasi Atrium (FA).

“Organisasi profesi Indonesian Heart Rhythm Society (InaHRS)/Perhimpunan Aritmia Indonesia(PERITMI) menemukan bahwa faktor utama yang menjadi penyebab fenomena yang meresahkan ini adalah adanya kesenjangan yang besar antara coverage Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan biaya tindakan-tindakan medis yang harus dilakukan oleh dokter ahli aritmia dalam praktik," sambung dr Sunu.

Padahal tindakan Ablasi FA dan ICD sangat membantu masyarakat yang mengidap aritmia. Berdasarkan data tahun 2021 hanya ada 84 tindakan Ablasi FA yang dilakukan di Indonesia.

Dibandingkan negara tetangga, Malaysia, yang berhasil melakukan tindakan Ablasi FA sebanyak 191 tindakan di tahun 2020. Sedangkan Singapura, berhasil melakukan tindakan Ablasi FA sebanyak 143 tindakan di tahun yang sama. 

"Dari tahun ke tahun, angka ini belum menunjukan perubahan signifikan, walaupun jumlah ahli aritmia sudah bertambah," ungkap dr Sunu.

Meski begitu, untuk tindakan ICD di tahun 2021 ada 66 tindakan. Hal ini menunjukan masih minimnya akses yang diperoleh pasien-pasien aritmia di tanah air untuk mendapat pelayanan yang standar untuk penyakitnya.

Padahal, kedua tindakan tersebut jelas akan meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia pasien, misal ICD dapat mengurangi risiko KJM >40%.

"Sebagai organisasi profesi yang ikut bertanggung jawab dalam menangani kesehatan masyarakat Indonesia, InaHRS terus berupaya untuk meningkatkan perannya. Baik dalam pencegahan penyakit (misal kampanye fibrilasi atrium yang diselenggarakan tiap tahun, edukasi melalui berbagai media), maupun dalam tatalaksana penyakit aritmia," tutup dr Sunu.

InaHRS juga mengusulkan kepada pemerintah dan para stake holder kesehatan di Indonesia, untuk lebih hadir dalam masalah ini, misalnya dengan meningkatkan pertanggungan Jaminan Kesehatan Nasional yang saat ini ada, sehingga masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan (aritmia) sesuai dengan standar yang berlaku di dunia.

Share Artikel:

Oleh: Nailul Iffah