Menu

Mengenal U-Refill dari Unilever, Sistem Isi Ulang Produk Tanpa Menggunakan Kemasan, Harganya Lebih Murah Moms!

06 Maret 2024 07:45 WIB

U-Refill untuk isi ulang produk Wipol, Sunlight, dan Rinso dari Unilever tanpa menggunakan kemasan (istimewa)

HerStory, Jakarta —

Moms, kamu pasti tahu jika setiap kamu membeli produk entah sabun untuk cuci piring, cuci baju, atau pengharum untuk mengepel lantai, akan menimbulkan masalah penumpukan sampah plastik dari produk-produk tersebut. 

Nah, berkaitan dengan itu, masih dalam semangat peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN)2024, Unilever Indonesia mengajak komunitas ibu dan generasi muda untuk mendukung peranan Bank Sampah sebagai mata rantai penting dalam sistem pengelolaan sampah yang lebih produktif dan berkelanjutan, sejalan dengan prinsip ekonomi sirkular.

Unilever pun menggelar diskusi yang menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, dilanjutkan dengan kunjungan ke salah satu Bank Sampah binaan Unilever Indonesia, yaitu Bank Sampah Induk GESIT Menteng Atas, untuk memperkenalkan sistem isi ulang “Unilever Refill Program” atau “U-Refill” yang semakin memperkuat kontribusi Bank Sampah dalam menyebarluaskan perilaku bijak sampah di tengah masyarakat luas. 

Fyi nih Moms, mengenai “U-Refill”, ini merupakan sistem isi ulang yang hadir di Bank Sampah binaannya. Sistem ini adalah contoh penerapan ekonomi sirkular yang mengedepankan pentingnya perilaku bijak sampah, yaitu penggunaan kembali dan daur ulang, serta pengurangan penggunaan plastik. Di 817 titik gerai yang berpartisipasi, termasuk di Bank Sampah, konsumen dapat membeli produk Rinso, Sunlight dan Wipol tanpa kemasan. Mereka cukup membawa kemasan bekas atau kosong untuk diisi ulang, dan membeli produk dengan harga yang lebih ekonomis. 

Selama setahun beroperasi, U-Refill telah mengurangi penggunaan plastik sebanyak kurang lebih 6 ton dari lebih dari 91.000 liter produk yang terjual – menjangkau kurang lebih 6.000 pelanggan. Selain itu, 30.000 masyarakat telah terpapar dengan informasi tentang isi ulang, dan berpotensi untuk berpartisipasi di masa depan.

Maya Tamimi, Head of Division Environment & Sustainability Unilever Indonesia Foundation pun berharap jika kegiatan tersebut bisa membuat banyak orang mau bergabung jadi nasabah Bank Sampah dan belanja tanpa kemasan.

“Unilever Indonesia berharap acara diskusi dan kunjungan hari ini akan mampu menginspirasi dan mengajak lebih banyak masyarakat mendukung dan bergabung menjadi nasabah Bank Sampah serta mulai mencoba belajar berbelanja produk tanpa kemasan, sehingga bersama-sama kita bisa mewujudkan sistem pengelolaan sampah plastik yang lebih produktif dan berkelanjutan,” tutur Maya.

Hal itu dilakukan Unilever untuk mengurangi sampah plastik karena saat ini jumlah sampah plastik yang mencemari ekosistem laut diprediksi meningkat hampir tiga kali lipat pada 2040 apabila tidak ada upaya pencegahan. Kondisi ini pun terjadi di Indonesia yang menghasilkan 12,87 juta ton sampah plastik selama 2023 – 408.885 ton di antaranya berakhir di lautan setiap tahun. Untuk itu, di peringatan HPSN 2024, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI mengangkat tema “Atasi Sampah Plastik Dengan Cara yang Produktif”, berfokus pada upaya kolaboratif yang harus dilakukan semua pihak dalam menciptakan sistem pengelolaan sampah plastik yang lebih produktif dan berkelanjutan.

Vinda Damayanti Ansjar, S.Si., M.Sc., Direktur Pengurangan Sampah KLHK RI menjelaskan, “Keseriusan Pemerintah dalam mengatasi permasalahan sampah plastik tercermin dari keterlibatan aktif KLHK dalam negosiasi penyusunan International Legally Binding Instrument on Plastic Pollution – instrumen internasional yang memiliki ketentuan mengikat untuk menanggulangi permasalahan polusi plastik. Namun Indonesia telah memiliki kebijakan untuk mengatasi permasalahan sampah plastik, yang salah satunya adalah mewajibkan produsen untuk menyusun langkah-langkah untuk mengurangi sampah plastik yang berasal dari produk dan kemasan produk serta wadahnya melalui PermenLHK Nomor 75 Tahun 2019, yang salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meredesain produk, kemasan produk serta wadahnya dan juga menerapkan Extended Producer Responsibility (EPR). Dengan EPR ini produsen mengambil kembali plastik pasca konsumsi untuk didaur ulang kembali menjadi produk kembali atau produk lain sehingga sistem ekonomi sirkular dapat berjalan. Untuk penerapan ekonomi sirkular, produsen dapat bekerja sama dengan Bank Sampah, TPS3R, industri daur ulang, sehingga dari pengelolaan sampah plastik ini dapat menghasilkan nilai ekonomi yang menjanjikan. Kami telah menetapkan berbagai target yang ditindaklanjuti dengan aksi nyata, termasuk menggalakkan aktor-aktor penerapan ekonomi sirkular yang terbukti mampu memberikan dampak positif bagi ekonomi, sosial maupun lingkungan, seperti saat ini banyak bermunculan komunitas anak-anak muda dalam sociopreneur dan juga start up. Terkait tema HPSN 2024, kami percaya salah satu upaya agar sistem ekonomi sirkular yang efektif adalah melalui Bank Sampah.” 

Buktinya, keberadaan 27.631 unit Bank Sampah di seluruh Indonesia telah membawa pengaruh signifikan di sejumlah sektor, antara lain (1) Ekonomi: Dengan total omzet Bank Sampah mencapai rata-rata Rp2,8 miliar per bulan ; (2) Sosial: Mampu menyerap tenaga kerja hingga ratusan ribu orang; dan (3) Lingkungan: Berhasil mengumpulkan sampah mencapai 136.860,20 ton, dengan jumlah sampah yang dimanfaatkan dan didaur ulang sebesar 5.227,73 ton . Terkait sampah plastik, Bank Sampah juga menjadi wadah yang efektif untuk mengurangi beban limbah plastik yang tercecer di TPA maupun lingkungan, meningkatkan daur ulang plastik, dan memberinya nilai ekonomi sesuai pedoman 3R (reuse, reduce dan recycle).  

Kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk mendorong kiprah Bank Sampah terus dibutuhkan, termasuk dari pihak produsen. Sejalan dengan komitmen jangka panjang untuk memberikan dampak positif terhadap lingkungan, Unilever Indonesia terus mendorong potensi Bank Sampah sebagai mitra inti dalam upaya berkelanjutan menangani permasalahan sampah plastik.

Maya Tamimi menjelaskan, "“Sejak 2008, kami telah membina 4.000 Bank Sampah di 50 kabupaten/kota yang tersebar di 11 provinsi. Kemitraan ini telah membawa banyak kemajuan bagi masyarakat dan lingkungan. Dari segi ekonomi, penjualan sampah plastik yang dilakukan mitra pengumpulan sampah plastik telah ikut membantu perekonomian dan kesejahteraan mereka. Di sisi sosial, kegiatan pengumpulan sampah turut mendorong partisipasi masyarakat, mendukung paguyuban komunitas, bahkan mengembangkan sosok kepemimpinan perempuan di berbagai titik Bank Sampah. Sementara pada aspek lingkungan, selama 2022 jumlah pengumpulan sampah anorganik – termasuk plastik – dari Bank Sampah binaan dan jaringannya telah mencapai lebih dari  28.633 ton.” 

Berkah dari Bank Sampah turut dirasakan oleh Sri Endarwati, Direktur Bank Sampah Induk GESIT, salah satu Bank Sampah binaan Unilever Indonesia. Di sela-sela acara Endar menyampaikan, “Sampah mengubah hidup saya dan teman-teman pengurus karena ‘keuntungan’ yang didapatkan sangat banyak. Kami bisa beramal, menjaga lingkungan, mempererat hubungan antar komunitas, hingga memperluas koneksi. Alhamdulillah, Bank Sampah Induk GESIT saat ini memiliki 250 Bank Sampah anggota, dan setiap harinya menerima berbagai macam jenis sampah dari 10 Kecamatan di wilayah Jakarta Selatan. Jenis sampah yang paling banyak kami kumpulkan adalah sampah plastik, yang per bulannya bisa berkisar mencapai 8 ton atau jika dikonversikan kurang lebih senilai Rp270 juta.”