Menu

Tanpa Gejala, Kenali Bahaya Penyakit Glaukoma yang Bisa Akibatkan Kebutaan, Beauty Harus Waspada!

14 Maret 2025 18:35 WIB

Ilustrasi Glaukoma (Freepik/EditedByHerstory)

HerStory, Jakarta —

Beauty tahu kah kamu setiap minggu kedua di bulan Maret, kita memperingati Pekan Glaukoma Sedunia (World Glaucoma Week). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan kewaspadaan masyarakat tentang pentingnya bahaya penyakit glaukoma. Prof. DR. Dr. Widya Artini Wiyogo, SpM(K) selaku Head of Glaucoma Service, JEC Eye Hospitals and Clinics dan DR. Dr.  Iwan Soebijantoro, SpM(K), konsultan oftalmologi di JEC Eye Hospitals and Clinics, memberikan pemahaman mengenai mitos, fakta, risiko dan pentingnya deteksi dini glaukoma lewat diskusi bertajuk "Waspada Si Pencuri Penglihatan: Mitos, Fakta, Risiko, & Deteksi Dini" 

Glaukoma merupakan kondisi neuropati optik progresif yang disebabkan adanya peningkatan tekanan di dalam bola mata yang dapat merusak saraf optik dan berdampak pada penurunan fungsi penglihatan, bahkan kebutaan. Kondisi ini dapat dialami oleh usia berapa pun, namun seiring peningkatan faktor risiko, kondisi ini banyak dialami oleh kalangan usia 40 tahun ke atas. 

Glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan tertinggi kedua setelah katarak. Nyaris tanpa gejala, glaukoma berpotensi memberikan dampak yang lebih fatal dibanding katarak karena glaukoma tidak dapat direhabilitasi, namun bisa dicegah dampak fatalnya yaitu berupa kebutaan permanen. Di negara berkembang, 90% kasus glaukoma tidak terdeteksi. 

Hal ini diperparah dengan fakta bahwa sekitar satu (1) miliar orang di dunia tak memiliki akses terhadap kesehatan mata karena distribusi yang tidak merata. DR. Dr.  Iwan Soebijantoro, SpM(K) selaku konsultan oftalmologi di JEC Eye Hospitals and Clinics mengatakan, “Glaukoma merupakan penyakit mata yang seringkali berkembang tanpa gejala di tahap awal, sehingga banyak penderita baru menyadari ketika sudah mengalami gangguan penglihatan yang permanen. Menurut data Kementerian Kesehatan RI tahun 2023, dari 39 juta kasus kebutaan di dunia, sebanyak 3,2 juta disebabkan glaukoma dan prevalensi glaukoma mencapai 0,46%, atau sekitar 4 hingga 5 orang per 1.000 penduduk.” 

“80 persen kasus glaukoma tak ada gejala, kebanyakan pasien terdiagnosa secara tak sengaja saat tes kesehatan atau di saat skrining. Jika muncul gejala sakit kepala hebat, pandangan tiba- tiba kabur, mual, muntah, dan kesakitan hebat, masyarakat perlu waspada. Pasien yang menderita glaukoma akut, memiliki waktu 2 x 24 jam untuk segera menurunkan tekanan bola mata, jika terlambat, kelainannya akan menjadi permanen. JEC Eye Hospitals and Clinics terus berkomitmen untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait bahaya glaukoma dan pentingnya deteksi dini glaukoma. Sehingga, kami selalu mengimbau agar masyarakat melakukan skrining dini glaukoma secara berkala," tambah DR. Dr.  Iwan Soebijantoro, SpM(K). 

Mitos terkait glaukoma

  1. Mitos: Glaukoma hanya menyerang orang tua. Fakta: Glaukoma dapat terjadi pada siapa saja, termasuk anak muda dan bahkan bayi yang lahir dengan glaukoma kongenital. Faktor risiko seperti riwayat keluarga dan penyakit tertentu seperti diabetes juga bisa meningkatkan kemungkinan terkena glaukoma lebih awal. 
  2. Mitos: Sering main gadget atau membaca dalam gelap menyebabkan glaukoma. Fakta: Penggunaan gadget dalam waktu lama memang bisa menyebabkan mata lelah, tetapi tidak secara langsung menyebabkan glaukoma. Penyakit ini lebih berkaitan dengan tekanan bola mata yang meningkat dan kerusakan saraf optik.
  3. Mitos: Jika terkena glaukoma, pasti akan buta. Fakta: Dengan deteksi dini dan pengobatan yang tepat, banyak penderita glaukoma dapat mempertahankan penglihatannya selama bertahun-tahun. Pemeriksaan mata rutin adalah kunci utama untuk mencegah kebutaan akibat glaukoma.
  4. Mitos: Glaukoma bisa disembuhkan dengan obat herbal atau terapi alternatif. Fakta: Saat ini, belum ada obat herbal atau metode alternatif yang terbukti secara ilmiah bisa menyembuhkan glaukoma. Pengobatan yang dianjurkan oleh dokter, seperti obat tetes mata, laser, atau operasi, adalah langkah medis yang terbukti efektif dalam mengendalikan penyakit ini.
  5. Mitos: Glaukoma bukan penyakit keturunan. Fakta: Glaukoma memiliki faktor genetik yang signifikan. Jika seseorang memiliki anggota keluarga dengan glaukoma, risikonya untuk terkena penyakit ini menjadi lebih tinggi. 

Oh iya Beauty, orang dengan riwayat keluarga glaukoma disarankan untuk melakukan pemeriksaan mata secara rutin. Selain faktor keturunan, beberapa kondisi lain juga dapat meningkatkan risiko seseorang terkena glaukoma, di antaranya:

  • Usia di atas 40 tahun
  • Tekanan bola mata tinggi (hipertensi okular)
  • Penyakit penyerta seperti diabetes dan hipertensi
  • Miopia (rabun jauh) atau hipermetropia (rabun dekat) tinggi
  • Cedera pada mata atau penggunaan obat kortikosteroid dalam jangka panjang 

Karena glaukoma sering berkembang tanpa gejala di tahap awal, deteksi dini menjadi sangat penting. Pemeriksaan mata secara rutin, terutama bagi individu dengan faktor risiko, adalah langkah utama dalam mencegah dampak glaukoma yang lebih serius. 

Namun, Beauty tak perlu khawatir, di JEC Eye Hospital and Clinics, Beauty bisa melakukan skirining dengan teknologi canggih. Beberapa teknologi yang digunakan meliputi:

  • Optical Coherence Tomography (OCT) – Teknologi pencitraan non-invasif yang memungkinkan dokter melihat ketebalan saraf optik untuk mendeteksi tanda-tanda awal glaukoma.
  • Visual Field Test (Perimetri) – Pemeriksaan untuk menganalisis kehilangan penglihatan periferal yang merupakan gejala khas glaukoma.
  • Tonometri Non-Kontak (Air Puff Test) & Goldmann Applanation Tonometry – Teknik modern untuk mengukur tekanan bola mata dengan lebih akurat.
  • Gonioskopi – Pemeriksaan untuk menilai sudut drainase mata dan menentukan jenis glaukoma yang diderita pasien. 

“Sebagai salah satu jaringan rumah sakit mata terkemuka di Indonesia, JEC Eye Hospitals and Clinics berkomitmen untuk terus meningkatkan kesadaran dan akses terhadap layanan kesehatan mata. Melalui kampanye edukatif dan fasilitas pemeriksaan mata yang lengkap, JEC berharap dapat membantu lebih banyak masyarakat dalam mendeteksi dan mengelola glaukoma lebih awal,” jelas Prof. DR. Dr. Widya Artini Wiyogo, SpM(K) selaku Head of Glaucoma Service, JEC Eye Hospitals and Clinics. 

“Sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat, JEC Eye Hospitals and Clinics masih membuka tahap kedua program CSR untuk operasi 100 pasien implan glaukoma gratis. Operasi gratis dilaksanakan di hampir seluruh cabang JEC Group yang ada di seluruh Indonesia. Masyarakat yang membutuhkan dapat menghubungi JEC untuk dilakukan screening awal dan mendapatkan kesempatan menjalani prosedur ini tanpa biaya. Program ini bertujuan untuk membantu pasien dengan keterbatasan akses terhadap pengobatan yang efektif guna mencegah kebutaan akibat glaukoma,” tutup Prof. DR. Dr. Widya Artini Wiyogo, SpM(K).

Artikel Pilihan