Menu

Indonesia Tempati Urutan Kedua se-Asia Perkawinan Anak Terbanyak, Tugas Bersama untuk Mengentaskannya

04 Mei 2021 22:00 WIB

Menikah (Unsplash/Drew Coffman)

HerStory, Bandung —

Praktik perkawinan anak masih banyak terjadi di Indonesia. Unicef mencatat, Indonesia menempati peringkat kedua di Asia dengan angka perkawinan anak paling tinggi. Indonesia juga menempati peringkat kedelapan sedunia.

Peraturan mengenai perkawinan anak telah diatur dalam UU Nomor 16 tahun 2019 yang membatasi umur perkawinan yang tak boleh kurang dari 19 tahun. 

Namun, studi menemukan jika praktik perkawinan anak ini kerap terjadi dengan beberapa faktor yang memengaruhi. 

Hasil studi menyebut praktik perkawinan anak di tujuh kabupaten yaitu Sukabumi, Rembang, Lombok Barat, Lembata, Palu, Sigi, dan Donggala masih tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Koalisi Perempuan Indonesia juga menyebut Sulawesi Tengah menjadi daerah yang diberi perhatian khusus mengenai perkawinan anak ini.

"Karena kan (Sulawesi Tengah) pasca bencana dan tren perkawinan anak tinggi di sana," ujar Dian Kartika Sari, peneliti Koalisi Perempuan Indonesia.

Perkawinan anak berkorelasi kuat dengan persoalan kualitas dan daya saing sumber daya manusia. Girls Not Bride mencatat, 1 dari 8 remaja puteri Indonesia telah melangsungkan perkawinan di bawah umur.

Faktor yang paling memengaruhi perkawinan anak adalah faktor sosial. Labelling perawan tua pada wanita yang belum menikah terus melanggengkan praktik perkawinan anak. 

Disusul oleh faktor kesehatan. Pengetahuan kesehatan reproduksi masyarakat masih sangat rendah. Akibatnya, terjadi seks bebas dan kehamilan tak diinginkan. Dari sinilah muncul anggapan jika wanita yang sudah hamil harus segera dinikahkan. 

Faktor-faktor lainnya meliputi keluarga, kondisi ekonomi, teknologi informasi, budaya, pendidikan, dan agama.

Orang tua kerap melakukan modus untuk dapat menikahkan anaknya. Pemalsuan identitas, perjodohan, dan memaksakan keputusannya pada anak menjadi cara jitu bagi mereka yang menginginkan anaknya untuk menikah.

Perkawinan yang terjadi di saat yang belum tepat memicu angka perceraian dan kekerasaan dalam rumah tangga. 

Pemerintah diharapkan dapat mendorong lahirnya kebijakan, program, dan kegiatan pencegahan perkawinan anak di desa atau daerah secara lebih menyeluruh. Meskipun ada beberapa daerah atau desa yang telah merancang regulasi, masih dibutuhkan usaha ekstra untuk mengentaskan perkawinan anak di Indonesia.