Menu

The Power of #BacaSampaiTuntas VOL. 5, Budi Setyarso: Baca Sampai Tuntas Bisa Ciptakan Hal-hal Luar Biasa!

21 Juli 2021 15:45 WIB

Ilustrasi orang sedang membaca. (Unsplash/Edited by HerStory)

HerStory, Jakarta —

Di tengah perkembangan zaman, masyarakat mulai dimanjakan dengan beragam teknologi. Salah satunya adalah media sosial. Meski media sosial sangat meningkat penggunaannya, tetapi hal itu sangat berbanding terbalik dengan literasi membaca masyarakat, khususnya di Indonesia.

UNESCO bahkan menyebut bahwa Indonesia menduduki peringkat dua terbawah dalam hal literasi membaca. Dengan begitu, enggak heran bahwa masih banyak hoaks yang beredar di tengah masyarakat. Jika hal ini terus terjadi, tentu akan membahayakan bangsa Indonesia.

Membaca adalah salah satu tiang pendidikan suatu bangsa. Dengan begitu, membaca jadi aspek terpenting untuk lebih memahami dan menguasai suatu ilmu pengetahuan. Menjadi kegagalan tersendiri bagi suatu bangsa yang tak berhasil menciptakan sebuah generasi yang mengedepankan budaya membaca.

Berangkat dari gambaran tersebut, Warta Ekonomi Group yang terdiri atas WartaEkonomi.co.id dan HerStory.co.id mengisiasi sebuah gerakan #BacaSampaiTuntas untuk turut menggaungkan literasi di Indonesia. Melalui gerakan #BacaSampaiTuntas, Warta Ekonomi Group mengajak masyarakat untuk membudayakan membaca informasi secara tuntas sehingga pemahaman yang diterima menjadi utuh dan menyeluruh. Dengan demikian, masyarakat diharapkan dapat membentengi diri dari informasi yang bersifat provokatif maupun informasi yang tak benar.

Sebagai bagian dari campaign #BacaSampaiTuntas, Warta Ekonomi Group melakukan bincang-bincang dengan Pemimpin Redaksi Tempo, Budi Setyarso. Ia membagikan pandangannya terkait tren membaca di masyarakat Indonesia saat ini.

"Kalau di beberapa negara maju yang tingkat literasinya tinggi itu sebenarnya juga tidak datang serta-merta, karena telah dibiasakan dari kecil, misalnya saat sebelum mereka tidur. Jadi ada sistem yang membuat orang itu harus membaca sehingga tercipta kebiasaan-kebiasaan tersebut. Mungkin sebagai ilustrasi saja ya, banyak turis internasional yang sedang tiduran di pantai sambil membaca buku. Mereka di pesawat juga membaca buku. Mungkin itu bukan ilustrasi yang tepat, tetapi masyarakat kita tidak banyak yang mengisi waktu luangnya dengan membaca. Apalagi di tengah perkembangan teknologi yang makin pesat," ujar Budi saat Live Instagram bersama Warta Ekonomi Group beberapa waktu lalu.



Untuk meningkatkan minat baca, Budi memaparkan bisa dimulai dengan membiasakan orang-orang sekitar untuk bersifat lebih terbuka. Ada berbagai sudut pandang sehingga bagaimana cara kita untuk bisa lebih menghormati perspektif yang berbeda, menerima, dan saling bertukar pikiran. Itu salah satu yang bisa dilakukan. Atau bisa menemani anak membaca cerita sebelum tidur, kemudian didiskusikan. Kemudian di sekolah harus ada semacam pelajaran literasi yang membahas satu bacaan. Jika semua itu berhasil, kebiasaan membaca bisa dijalankan.

"Sebenarnya tak hanya generasi sekarang karena survei selama bertahun-tahun membuktikan jika Indonesia terus berada di urutan terbawah dalam hal literasi. Kalau kita lihat beberapa waktu lalu, survei yang dilakukan Perpustakaan Nasional menunjukan bahwa orang Indonesia rata-rata hanya membaca 2 sampai 3 buku dalam tiga bulan. Artinya, satu bulan itu rata-rata hanya satu," ujar Budi.

"Sekarang ini orang bisa mendapat informasi dengan cepat dari mana saja. Mungkin kebanyakan orang mendapatkan informasi terbaru bukan dari media seperti Tempo atau Warta Ekonomi, melainkan dari TikTok, Youtube, dan Instagram. Ini menjadi demokratisasi informasi yang mau tidak mau memang akhirnya membuat kita makin merasa tidak relevan dengan membaca buku. Kecuali, kita bisa memaksa mereka dengan konten-konten yang menarik sehingga memaksa mereka untuk lebih ingin tahu sehingga mereka akan mencari informasi lebih dalam. Sekali lagi ini bukan hanya untuk generasi muda sekarang karena anak zaman sekarang itu lebih pintar karena mereka bisa menciptakan hal-hal yang luar biasa. Itu bisa mereka lakukan karena membaca, tetapi membaca yang lebih spesifik," sambungnya.

Budi pun mengatakan bahwa #BacaSampaiTuntas itu sangat diperlukan untuk memahami secara keseluruhan isi artikel atau isi tulisan. Jelas, pasti menjadi suatu hal yang benar jika seorang penulis pasti ingin tulisannya dibaca.

"Kalau ingin dibaca pasti dia menggunakan judul yang menarik. Tetapi perlu disadari kalau judulnya menarik, kita perlu membacanya sampai habis ke bawah. Selesai membaca pun kita harus melihat sudut pandang yang lain dengan membaca artikel lainnya. Ini merupakan hal yang harus kita lakukan," tukasnya.

"Harapan saya, terutama bagi teman-teman yang bergerak di bidang media, kita harus menghindari penggunaan judul clickbait yang hanya menarik click saja atau hanya judul yang tidak mencerminkan isi karena kebiasaan orang hanya membaca judul itu sangat berbahaya. Mudah-mudahan kita bersama-sama memperbaiki karena kita bertanggung jawab kepada masyarakat untuk menyediakan informasi yang kredibel. Untuk masyarakat bisa dimulai dari mencoba berpikiran terbuka sehingga makin banyak persepektif yang diterima. Jangan bersikap terlalu parsial sehingga menutup kebenaran yang ada di tempat lain," tutupnya.

Share Artikel:

Oleh: Nada Saffana