Menu

Terdefinisi sebagai ‘Petir yang Berbahaya’, Kenali Serba-serbi Preeklamsia pada Bumil Ini Moms, Jangan Lengah!

12 Oktober 2021 17:00 WIB

Dokter Spesialis Kandungan dari RSIA Bunda, dr. Aditya Kusuma, SpOG, saat konferensi pers ‘Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Risiko Kematian Ibu dan Janin’, Selasa (12/10/2021). (Riana/HerStory).

HerStory, Bogor —

Moms, apakah saat ini kamu tengah hamil? Jika ya, ada baiknya kamu waspada ya dengan penyakit preeklamsia ya. Pasalnya, gak sedikit lho ibu hamil alias bumil mengalami preeklamsia.

Dokter Spesialis Kandungan di RSIA Bunda Jakarta, dr. Aditya Kusuma, SpOG., menuturkan, preeklamsia adalah gangguan tekanan darah yang dapat menyebabkan komplikasi, termasuk kerusakan pada organ vital, khususnya ginjal dan hati.

“Jadi preeklamsia itu tekanan darah tinggi pada wanita hamil, terdefinisi dia itu hipertensi yang baru muncul setelah wanita itu hamil, tepatnya di atas 20 minggu masa kehamilan. Tapi kalau dia muncul pada saat memasuki kehamilan atau sebelum hamil dia sudah hipertensi, itu namanya bukan preeklamsia, ya. Jadi preeklamsia itu yang tadinya normal, kemudian entah itu di pertengahan atau di akhir kehamilan dia itu tensinya tinggi. Nah ini seringkali para ibu hamil itu gak terlalu aware karena tensinya tinggi, karena dia merasa sebelumnya tensinya normal-normal aja. Tapi ya itu dia namanya preeklamsia, terdefisini sebagai halilintar atau petir dan sekalinya muncul, itu bisa membahayakan ibu dan janinnya,” papar dr. Aditya, saat  konferensi pers ‘Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Risiko Kematian Ibu dan Janin’, sebagaimana dipantau HerStory, Selasa (12/10/2021).

dr. Aditya memaparkan, risiko preeklamsia untuk ibu dan janin ini diantaranya adalah persalinan prematur, kematian janin, berat badan bayi lahir rendah, solucio plasenta (plasenta terlepas sebelum waktunya), dan kejang.

“Jadi apa aja yang ditimbukan dari preeklamsia ini? Pertama, bayi akan lahir prematur. Pastinya nanti bayi prematur itu akan menimbulkan efek jangka panjang. Mereka bisa survive, tapi sebenernya mereka punya risiko yang lebih tinggi jangka panjangnya, ketika dia nanti dewasa.  Jadi sebenarnya persalinan prematur itu suatu isu besar,” tutur dr. Aditya.

“Kemudian, kematian janin jadi salah satu isu yang ditimbulkan oleh hipertensi. Lalu, berat badan lahir rendah. Nah bayi-bayi yang memiliki BB lahir rendah, itu juga selain punya konsekuensi jangka pendek, dia juga berisiko punya konsekuensi jangka panjang. Apakah dia punya potensi diabetes, obesitas, jantung kardiovaskular, itu juga sebenarnya bisa mulai berisiko ketika dari janin. Dan isu lainnya adalah kejang,” lanjut dr. Aditya.

dr. Aditya bilang, faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya preeklamsia antara lain adalah kehamilan pertama, riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya, riwayat preeklamsia dalam keluarga, kehamilan di bawah 20 tahun ataupun lebih dari 35 tahun, mengandung lebih dari satu janin, ibu dengan penyakit ginjal atau hipertensi kronis, dan obesitas.

dr. Aditya lantas menuturkan, preeklamsia sulit untuk diprediksi dan dikelola. Menurutnya, 80 persen wanita yang dicurigai mengalami preeklamsia gak menunjukan gejala terkait.

Namun, beberapa gejala preeklamsia yang bisa ibu hamil waspadai yakni sakit kepala, gangguan penglihaan, naiknya berat badan dengan cepat, protein pada urin, bengkak pada kaki dan tangan.

"Seluruh gejala tersebut patut diwaspadai namun harus ada deteksi dini juga yang dilakukan bersama tim medis," kata dr Aditya.

dr. Aditya menuturkan, saat ini, preeklamsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Preeklamsia sendiri menyumbangkan 76 ribu kematian di dunia dan 500 ribu kematian janin di dunia tiap tahunnya.

“Kenapa bisa terjadi? Karena gambaran klinis penyakit ini gak jelas. Jadi seringkali penderitanya itu gak sadar dan selalu berasumsi bahwa tensinya bagus. Jadi ketika muncul itu bisa membahayakan ibu dan janin. Lalu, penyakit ini onset atau awalnya gak bisa diprediksi. Kalau dilihat dari kapan munculnya. Dan seringkali kita juga gak bisa nilai ini preeklamsia yang ringan atau preeklamsia yang berat. Jadi artinya secara spectrum berdasarkan derajat beratnya, preeklamsia itu ada yang ‘hanya’ tekanan darah tinggi, tapi bisa juga sampai yang parah, misalnya kegagalan organ. Artinya menjadi gagal ginjal, menjadi fungsi hatinya jauh gak baik. Jadi spektrumnya dari yang ringan sampai yang berat,” terang dr. Aditya.

“Yang repot adalah kalau preeklamsia itu muncul sebelum 9 bulan. Yang artinya konsekuensinya ke bayi prematur.  Dan ini seringkali menjadi keraguan di kalangan dokter untuk memastikan kapan waktu yang tepat untuk melahirkan bayi, saat ini atau masih bisa kita tunda? Ditunda dalam artian untuk ‘membeli waktu’ agar janin memiliki luaran atau organ yang lebih baik. Tapi di lain sisi kalau diperpanjang, konsekuensinya bisa ke si ibu dan juga janinnya,” sambung dr. Aditya.