Menu

Kisah Sukses Nur Anindya, Diaspora Indonesia yang Berbisnis Sabun Pencuci Piring: Role Modelnya Siti Hajar, Omzetnya Miliaran!

02 Desember 2021 12:25 WIB

Nur Anindya, founder dan owner sabun 'Mak Rah Pireng'. (Riana/HerStory)

HerStory, Jakarta —

Dari coba-coba jadi serius, kalimat itu tepat menggambarkan usaha bisnis sabun pencuci piring yang dijalankan Nur Anindya, seorang diaspora Indonesia kelahiran Aceh.

Mengusung produk bertajuk ‘Mak Rah Pireng’, Nur Anindya berhasil membuktikan kepada kita bahwa kerja keras tak akan mengkhianati hasil. Produk produksinya ini pun mulai dikenal usai diganjar penghargaan dalam kompetisi produk inovatif dunia, ‘Leaders in Innovation Fellowship’ di London, Inggris pada Januari 2019 lalu.

Kepada HerStory, wanita yang kerap disapa Nindya ini bercerita tengan seluk beluk usahanya yang ternyata beromzet fantastis, mencapai nominal miliaran!

Dikatakan Nindya, bisnis yang digelutinya ini berdiri sejak 2018 lalu. Adapun, sabun pencuci piring ‘Mak Rah Pireng’ yang diproduksinya ini berbahan baku kearifan lokal, yakni menggunakan asam sunti. Asam sunti sendiri merupakan bumbu dapur Aceh yang terbuat dari belimbing wuluh yang dikeringkan dan diberi garam.

Usut punya usut, ide awal memanfaatkan asam sunti ini datang ketika Nindya memperhatikan kebiasaan neneknya memungut dan menyimpan buah belimbing wuluh yang berserakan di halaman. Alih-alih membuangnya, sang Nenek beralasan ia mengumpulkan belimbing wuluh untuk membersihkan kamar mandi. Nindya heran. Karena ia menganggap asam sunti ini hanyalah buah pelengkap masakan beberapa menu khas Aceh.

Pengetahuan baru ia dapat dari sang Nenek itu akhirnya memunculkan banyak pertanyaan di benak Nindya. Termasuk kemungkinan untuk membuat produk pembersih berbahan baku belimbing wuluh yang bisa dipasarkan secara luas. Terlebih, kata dia, bahan satu ini mudah didapat.

“Jadi produk cuci piring yang aku buat ini berbahan ekstrak asam sunti dari belimbing wuluh dan usahanya sendiri sudah terbentuk PT. Ini sudah berjalan dari tahun 2018 hingga sekarang. Nama usahanya PT Indoraya Karya Nindya dengan merek ‘Mak Rah Pireng’. Keistimewaan produk ini pastinya karena memakai bahan kearifan lokal ya, dari belimbing wuluh yang mana udah gak asing kalau di Aceh. Dari situ kemudian aku mencoba melakukan sejumlah riset. Salah satunya dengan menggandeng laboratorium Universitas Syiah Kuala. Setelah melewati proses yang panjang, akhirnya aku memutuskan untuk membuat cairan pencuci piring dengan merek dagang sendiri. Setelah mengantongi izin edar dari Dinas Kesehatan, ‘Mak Rah Pireng’ yang berarti ‘Mamak Mencuci Piring’ pun mulai diproduksi massal dan diedarkan ke seluruh Aceh,” papar Nindya, saat ditemui HerStory di acara Indonesia Diaspora Festival 2021, di Jakarta Selatan, Rabu (1/12/21).

Diakui Nindya, hingga saat ini sabun yang diproduksi di Gampong Lhong Raya, Kecamatan Banda Raya, Banda Aceh itu sudah tersebar ke beberapa swalayan-swalan besar di Aceh. Biasanya, Nindya menjual produk ‘Mak Rah Pireng’ ini melalui distributor dan agen di Banda Aceh serta mengiklankan produk tersebut via media sosial dan marketplace. Adapun produk tersebut, kata Nindya, sudah sesuai standar kesehatan dan mendapat label halal dari MUI.

“Saat ini memang pemasarannya hanya fokus di Aceh, kami hanya melayani beberapa pesanan yang di luar daerah, karena masih mempertimbangkan ongkos kirim yang lebih mahal ya dibanding harga produknya. Dan juga sistem yang kami gunakan adalah sistem distributor dan juga agen. Kamu juga sudah masuk ke marketplace tapi belum maksimal. Gak cuma itu, kami juga melakukan sistem konsinyiasi atau titip jual di beberapa swalayan yang besar-besar di Aceh. Tapi kalau market di Jakarta besar, kami juga ingin membuat rumah produksi di Jakarta. Namun, untuk saat kami memang sedang meraba-raba pasar dulu. Di Aceh pun baru 2% marketshare-nya. Jadi kalau di Aceh sudah running well nanti harapannya bisa buka cabang di Jakarta untuk menjangkau pasar yang lebih nasional lagi. Ke depannya juga kami siap bekerja sama dengan semua pihak termasuk investor Inggris jika tertarik untuk mengembangkan sabun cuci ini,” beber Nindya.

Yang menarik, menjalankan bisnisnya ini, Nindya pun mengusung konsep empowerment society, yang mana ia memberdayakan ibu-ibu rumah tangga di Aceh untuk memasok asam sunti dari belimbing wuluh. Seperti apa?

“Jadi aku memang memberdayakan ibu-ibu, konsepnya empowerment society lah, itu kita mengambil bahan bakunya dari mereka. Jadi para ibu-ibu ini mengumpulkan belimbing wuluh lalu juga memprosesnya jadi asam sunti, dan airnya itu ditampung. Jadi kita membeli bahannya dari mereka dengan harga yang kompetitif, sehingga ibu-ibu ini memang mendapatkan penghasilan yang lebih walaupun itu mungkin bagi kita nominalnya sedikit, tapi bagi mereka itu sangat membantu untuk kehidupan mereka sehari-hari,” terang Nindya.

Terkait diversifikasi produk, Nindya mengaku, sejauh ini ia masih fokus di produk sabun pencuci piring. Namun, tak menutup kemungkinan, ke depannya ia pun akan menelurkan produk lain seperti sabun pencuci pakai dan sabun untuk lantai.

“Soal diversifikasi produk, sejauh ini memang baru satu jenis, baru sabun cuci piring aja. Karena memang ini perlu research and development yang lumayan panjang ya untuk formulasinya sendiri. Mungkin ke depannya saya juga punya rencana untuk membuat produk-produk pembersih lain, seperti pembersih lantai, baju, dll,” paparnya.

Lazimnya dalam berbisnis, tentu jatuh bangun itu biasa. Nindya pun mengalami hal itu. Namun, rintangan yang dihadapinya tak mematahkan semangatnya. Ia pun bangkit demi mewujudkan mimpinya seperti sekarang.

“Jatuh bangun dalam berbisnia jelas ada. Itu aku rasakan saat di awal usaha. Aku mungkin terlalu idealis dengan sabun ini. Tapi rupanya begitu sudah diproduksi banyak dan sudah dilempar ke pasar, rupanya pasar menolak. Sehingga produk tadi kembali ke aku dan harus dimusnahkan. Otomatis itu kita harus membuat formulasi baru. Di situlah aku merasakan jatuhnya, karena sudah mengeluarkan modal besar untuk membuat produk yang menurut kita bagus, namun rupanya market tidak menerima itu. Tapi aku gak terus terpuruk, tentunya aku harus jalani dan bangkit lagi. Kalau berhenti di situ, mungkin aku gak berbisnis lagi. Jadi kalau kita ada dalam kondisi ditolak, kita harus coba lagi, sehingga bisa sampai sekarang produk yang aku buat diterima masyarakat karena secara kualitas sabun ini kompetitif dengan sabun-sabun pencuci piring lain. Bedanya, kita mengangkat bahwa produk ini berasal dari bahan baku kearifan lokal,” beber Nindya.

Lebih lanjut, wanita lulusan Teknik Industri Technical University of Berlin (TU Berlin), Jerman, ini pun tak segan untuk membagikan tips suksesnya untuk para wanita yang ingin menggeluti bisnis.

Ia pun berharap, kisahnya ini dapat memotivasi wanita lainnya untuk berkarya, berbisnis dan berkreasi menciptakan produk yang bermanfaat bagi masyarakat serta ramah lingkungan

“Untuk para wanita yang punya niatan berbisnis, yang penting kita harus yakin bahwa kita memiliki kemampuan sebagai wanita, seperti yang sudah dicontohkan oleh istri Nabi Ibrahim, Siti Hadjar, dimana waktu itu dia juga berusaha di gunung pasir untuk menemukan air. Beliau lari 7x dari Safa ke Marwah. Jadi memang kita wanita punya jiwa perjuangan itu. Jadi apabila kita punya ide untuk mendirikan bisnis, kerjakan. Jangan hanya cuma sekedar ide saja, tapi eksekusinya enggak ada atau sedikit. Jika ada ide yang penting eksekusi dan yakin bahwa memang kita bisa,” pesan Nindya.

Semoga kisah Nur Anindya ini menginspirasimu, ya Beauty!