Pendiri KAMI yautu Istafiana Candarini, Nadya Karina, dan Afina Candarini (Press Release/Edited by Herstory)
Membangun sebuah bisnis bukanlah perkara yang mudah. Butuh keuletan dan kerja keras untuk terjun ke dunia bisnis salah satunya di bidang fesyen.
Hal tersebut juga dirasakan oleh pendiri KAMI, brand lokal di bidang modest fashion yang sudah berdiri sejak 2009 silam. Menariknya, perusahaan ini didirikan oleh tiga sekawan yaitu Istafiana Candarini, Nadya Karina, dan Afina Candarini.
Ketiganya bertemu usai merasa jenuh dan merasa tak nyaman dengan pekerjaan sebelumnya. Demi mengejar passion, akhirnya Istafiana Candarini berani untuk keluar dari pekerjaannya dan memutuskan untuk menggeluti bisnis bidang fesyen bersama rekannya.
“Keputusan untuk meninggalkan (keluar dari pekerjaan lama) lebih kayak pemenuhan kebutuhan untuk berkreasi. Jadi kalau dulu aku ngerasa gak enjoy (menikmati) di tempat kerja karena passion yang aku miliki itu kuat sekali,” ungkap Istafiana Candarini dalam wawancara eksklusif bersama Herstory (12/1/2021).
Akhirnya, pada suatu waktu ia kembali bertemu dengan teman SMA yaitu Nadya Karina dan mulai berdiskusi. Mereka memutuskan untuk mendirikan sesuatu yang sesuai dengan minat dan juga memberi keuntungan.
“Why don't we explore (kenapa kita gak menjelajahi) sesuatu yang sebenarnya bisa making money (menghasilkan uang), sesuai passion tapi bisa kita mulai dari modal yang gak terlalu besar,” ungkap CEO yang akrab disapa Irin itu.
Atas pemikiran tersebut lahirlah KAMI yang hingga kini menjadi salah satu perusahaan yang bergelut di bidang fesyen lokal Indonesia. Meski begitu, Irin mengungkapkan bawa banyak lika-liku yang sudah mereka jalani sebagai proses pembentukan jati diri.
Awalnya KAMI adalah bergerak di bisnis aksesoris. Mereka mengeluarkan produk chunky necklace yang populer era itu.
“Jadi kita produksi lebih ke arah aksesoris, kayak chunky necklace. Tahun 2009-2010 chunky necklace yang benar-benar indie,” ungkapnya.
Bahan kalung tersebut berasal dari kain atau fabric, bukan terbuat dari logam. Tak hanya itu, bahan yang sama juga dipergunakan untuk menghasilkan varian scarf.
Tak disangka, produk scarf KAMI sangat laris di pasaran. Tak ingin kehilangan kesempatan, Irin dan tim mengambil peluang tersebut dan kemudian banting setir memasuki bisnis modest wear.
“Kebetulan scarf yang banyak permintaan dan banyak dipakai sebagai hijab. Jadi karena kita melihat peluang yang kenapa engga, berhubungan aku berhijab dan teman aku berhijab, jadi kita capture market (memanfaatkan pasar) itu terus akhirnya booming di situ,” terang Irin.
Bisnis yang digeluti Irin ini kian berkembang hingga pada tahun 2011 mereka memutuskan untuk produksi busana komplit (full apparel). Hal tersebut berasal dari keresahan pribadinya yang kesulitan untuk mencari busana yang tampak modern meski berhijab.
“Aku merasa ‘aku yang berhijab aja nih susah cari solusi untuk berpakaian sehari-hari yang keluatan modern gak kayak ibu-ibu.’ Aku bisa mengaktualisasikan diri. Kalau dulu pakai hijab konotasinya duh kuno nih kayak gitu aku bisa tampil lebih modern,” ungkapnya dalam pertemuan virtual beberapa waktu lalu.
KAMI berhasil bertahan hingga kini tak lepas dari peran pelanggan setia yang selalu menanti produk fesyen dari brand ini. Oleh karena itu, Irin merasa bahwa salah satu hal utama yang harus diperhatikan dalam bisnis adalah memahami selera serta suara dari pelanggan.
Tak hanya itu, sebagai CEO ia harus mengayomi tim. Meski kepuasan pelanggan adalah hal penting, ia juga harus menyeimbangkan hal itu dengan kesejahteraan pekerjanya.
“Ada satu prinsip yang aku terapkan di KAMI yaitu how to stay in business (bagaimana cara bertahan di bisnis) yaitu we have to have agility (kita harus tangkas). Jadi kemampuan kita untuk menjadi pendengar yang baik bukan hanya diterapkan bukan hanya di customer tapi ke teamwork juga,” terang Irin menjelaskan prinsip bisnis yang dipegangnya.
“Harus bisa membaca pasar dengan baik, open minded, dan bisa membuat keputusan dengan cepat dan tepat berdasarkan data dan fakta yang sudah kita kumpulin. Bangun pengetahun dan rasa ingin tahu yang tinggi,” tutupnya.