Ilustrasi perceraian. (Pinterest/freepik)
Sebuah penelitian dilakukan terhadap 333 pria dan 668 wanita dengan usia yang sama. Mereka harus menjawab pertanyaan seputar kebiasaan menonton video porno, citra diri dan alat kelami, gangguan dalam hubungan seksual, serta ekspektasi terhadap pasangan berdasarkan konten pornografi yang dikonsumsi.
Studi tersebut menunjukkan bahwa wanita berpotensi mengalami masalah ketidakpuasan terhadap pasangan saat berhubungan seksual. Hal ini terjadi karena ekspektasi seksualnya telah terpengaruh dengan konten porno.
Tak hanya itu, wanita juga cenderung merasa tak percaya diri dengan alat kalaminya sebab menyaksikan sesuatu yang “sempurna” dalam tayangan pornografi. Hal ini menyebabkan tekanan hingga stres sebab membandingkan diri dengan orang lain.
Sedangkan bagi pria terdapat gangguan tubuh dan kinerja selama berhubungan seksual. Pasalnya terjadi tekanan terkait alat kelamin yang disaksikan dalam konten tersebut padahal bisa saja hal itu merupakan hasil rekaan saja.
“Alat kelamin dapat diubah secara digital atau kosmetik, menggambarkan ukuran penis yang lebih besar dari rata-rata,” jelas pemimpin penelitian Kaitlyn Goldsmith, dikutip dari Medical Daily.
Namun, penelitian ini memiliki kekurangan yaitu dari segi keragaman peserta sebab hanya meneliti mahasiswa sarjana dari rentang usia yang sama. Apalagi referensi konten pornografinya juga berbeda.
Studi terkait konten pornografi juga pernah dilakukan pada tahun 2016 yang mana menunjukkan hubungan antara video porno dengan risiko perceraian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 6 hingga 16 persen risiko perceraian pada pasangan yang sudah menikah karena video porno.
Namun, hasil tersebut tergantung dengan usia pasangan. Pasangan muda memiliki risiko bercerai lebih besar dibandingkan dengan pasangan yang lebih tua.
"Kami menganggap ini berarti bahwa penggunaan pornografi dapat mengguncang pernikahan yang sebelumnya bahagia sampai pada titik perceraian. Tetapi tampaknya tidak membuat pernikahan yang tidak bahagia jadi lebih buruk," jelas penulis studi utama Samuel Perry dalam sebuah pernyataan.