Anak Bermain. (Unsplash/Melvina Mak)
Dalam penelitian ini para ahli juga membandingkannya dengan anak-anak yang beraktifitas di dalam ruangan dengan tempat fasilitas permainan seperti lapangan berkonblok, ubin, hingga kerikil.
Peneliti dari Universitas Helsinki, Marja Roslund mengatakan, anak-anak butuh waktu kurang dari satu bulan rutin bermain di alam luar bersentuhan dengan kotor, seperti tanah dan tanaman untuk meningkatkan imunnya.
"Kami menemukan mikrobiota usus anak-anak yang bermain dan menerima tanaman hijau mirip dengan mikrobiota usus anak-anak yang mengunjungi hutan setiap hari," ungkap Roslund, sebagaimana dikutip HerStory dari Science Alert, Selasa (14/2/2023).
Faktanya, gagasan lingkungan alam berdampak pada kekebalan manusia dikenal sebagai 'hipotesis keanekaragaman hayati'. Hopotesis itu berupa hilangnya keanekaragaman hayati di daerah perkotaan yang meningkatkan penyakit terkait kekebalan imun tubuh.
"Jadi pada hasil penelitian mendukung hipotesis keanekaragaman hayati dan konsep menemukan, keanekaragaman hayati yang rendah di lingkungan hidup modern dapat menyebabkan prevalensi penyakit yang dimediasi kekebalan tubuh," kata Roslund.
Lebih baik jika anak-anak bisa bermain di genangan air dan menggali tanah organik, dibandingkan hanya dibiarkan di dalam ruangan. Kesimpulannya, anak-anak yang bermain ke alam lima kali seminggu berdampak pada mikroba.
Bermain di alam cukup sederhana, bahayanya rendah, dan potensi manfaatnya luas. Ikatannya dengan alam saat kecil juga baik untuk masa depan ekosistem planet.
Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.