Happy Salma dalam konferensi pers ‘Ariyah dari Jembatan Ancol’ (Noorma/HerStory)
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kali ini ada ‘wajah’ baru dari hantu yang bakal hadir dalam pementasan ini. Gak seperti hantu yang dikenal dengan sosok mengerikan, namun ada refleksi kehidupan yang dibawa lewat setiap karakter di dalam pertunjukan ini.
“Nah, peristiwa sastra itu apa sih sebetulnya? Itu adalah refleksi dari kehidupan yang ada di sekeliling kita. Kalau membayangkan Ariyah ‘Oh iya yah bukan yang jualan sate atau hantu dan lain sebagainya’ karena itu adalah refleksi dari kehidupan sosial yang ada di Jakarta,” terangnya.
Happy Salma melihat ada kesamaan dari kisah horor legenda urban di tiap daerah Indonesia. Rupanya, kerap hantu yang ada tercipta dari sebuah isu sosial yang akrab di daerah tersebut.
“Kita melakukan riset dan ketika di Papua, hantunya pasti berhubungan dengan hal-hal yang menyakiti mereka, misal mereka ada bersinggungan dengan investor dan lain sebagainya. Ketika di Aceh hantunya itu bisa jadi orang-orang yang melukai mereka, misal pihak bersenjata dan lain sebagainya,” terang founder Titimangsa ini.
“Nah, di Jakarta sendiri ternyata itu muncul dari premanisme yang dari masa lalu sudah ada, tentang perampasan lahan, dan lain sebagainya. Nah kalau sekarang ada pinjol,” sambungnya.
Happy Salma menegaskan bahwa pementasan ‘Ariyah dari Jembatan Ancol’ ini merupakan sebuah karya seni yang timbul dari masalah yang ada di lingkungan sekitar. Meski dibalut dengan ketegangan horor, ada sebuah peristiwa sosial yang ingin disampaikan di dalamnya.
“Sebetulnya, masalah yang terjadi adalah refleksi dari sifat manusia. Peristiwa yang sesungguhnya nyata itulah karya sastra yang ingin kami tampilkan,” tandasnya.
Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.