Forum bersama Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) bertajuk "Mengawal Masa Depan Hemofilia di Indonesia".
Inovasi dan pengembangan metode pengobatan hemofilia di dunia telah berkembang pesat, tetapi belum semua pasien di Indonesia dapat mengaksesnya.
Tantangan akses untuk memperoleh pengobatan sesuai standar medis, pembiayaan, dan deteksi dini menjadi faktor penghambat penanganan hemofilia yang optimal dan berkualitas.
Padahal, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Hemofilia (PNPK Hemofilia) sejak 2021, yang memuat ketentuan-ketentuan penanganan dan ragam pengobatan yang bisa menjadi pilihan berdasarkan kebutuhan pasien.
“Kita melihat keberhasilan dalam menjangkau lebih banyak penyandang hemofilia melalui program jaminan kesehatan nasional. Namun, masih ada penyandang hemofilia yang belum tertangani dengan baik, sehingga kita perlu melihat kembali metode, praktik, dan pendekatan penanganan klinis agar lebih maksimal," kata Ketua HMHI Prof. Dr. Djajadiman Gatot, Sp.A(K).
"Saya percaya, kita perlu mengoptimalkan kemitraan, kebijakan, dan kemajuan, sehingga akses pengobatan konvensional ataupun inovatif dapat tersedia secara luas bagi para penyandang hemofilia, apapun kondisi medis dan latar belakang ekonominya,” sambungnya.
Meskipun metode pengobatan terkini melalui terapi inovatif sudah tercantum dalam PNPK Hemofilia, implementasi di lapangan dinilai masih belum berjalan lancar, terutama bagi penyandang hemofilia A berat yang diperkirakan mencapai 20–30 persen dari keseluruhan kasus hemofilia A.
Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.