Menu

Aborsi dan Stigma Negatifnya di Masyarakat

27 Agustus 2020 20:15 WIB
Aborsi dan Stigma Negatifnya di Masyarakat

ilustrasi feminisme (Pinterest/Edited by Herstory)

HerStory, Jakarta —

Aborsi adalah kejadian yang menjadi momok bagi wanita yang melakukannya. Pembunuh adalah label yang diberikan pada mereka yang melakukan aborsi ini. Apalagi di negara yang mayoritasnya masih sangat patriarki. Aborsi akhirnya menjadi masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan sentimen dan perdebatan sosial, politik, hukum, budaya dan agama, hingga mirisnya banyak negara menyetujui stigma negatif ini.

Dilansir dari beberapa sumber, artikel Abortion Around the World: An Overview of Legislation, Measures, Trends, and Consequence (2018), akademisi Perancis dan Swiss, Agnès Guillaume dan Clémentine Rossier menuliskan, praktik aborsi sering distigmatisasi karena peran wanita masih erat dengan melahirkan anak. Kecaman sosial terhadap aborsi berhubungan dengan konsepsi peran wanita dalam masyarakat. Negara yang menganggap peran ibu sebagai peran utama wanita akan menganggap pilihan untuk nggak memiliki anak atau melakukan aborsi sebagai sesuatu yang menyimpang.

Kata “aborsi” sendiri memiliki definisi yang berbeda-beda, lho. Sering kali mencerminkan opini sosial dan politik dari suatu negara, nggak cuma berdasarkan pada pengetahuan ilmiah. Aborsi sendiri dalam beberapa terminologi yang umum menjelaskan 3 hal, yaitu dapat terjadi secara nggak sengaja atau biasanya disebut keguguran, dilakukan secara sengaja atau dilakukan ketika embrio, atau janin hasil konsepsi belum dapat hidup di luar kandungan.

Perdebatan soal aborsi sendiri sudah ada sepanjang diketahui bahwa kehamilan dapat terjadi karena hubungan seksual. Makanya, negara merasa perlu mengatur bagaimana pemilik rahim seharusnya memperlakukan kandungannya tersebut.

Kamu perlu tahu bahwa dulu semua negara umumnya melarang aborsi karena metode aborsi yang dilakukan membahayakan nyawa wanita. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengakui aborsi sebagai salah satu prosedur medis, bahkan mengeluarkan beberapa panduan pelaksanaan aborsi yang aman. 

WHO melakukan klasifikasi aborsi berdasarkan metodenya juga, lho.

  • Aborsi aman jika dilakukan dengan metode yang direkomendasikan sesuai standar medis, menyesuaikan dengan usia kehamilan, serta dilakukan oleh petugas yang kompeten. 
  • Aborsi nggak aman ketika kehamilan diakhiri baik oleh orang yang tak memiliki keterampilan, atau di lingkungan yang enggak sesuai dengan standar medis minimal, atau keduanya. 

Adapun hukum di Indonesia terkait aborsi ini, dimana pada Pasal 364 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah berusia 100 tahun lebih. Kitab yang selalu menjadi pegangan aparat penegak hukum ini menjelaskan bahwa aborsi dilarang dilakukan atas dasar apa pun. Pada saat peraturan ini dibuat, pelarangan tersebut masuk akal karena belum ditemukannya prosedur medis melakukan aborsi yang aman.

Perubahan aturan hukum pun terjadi di Indonesia ketika Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disahkan, dimana ini adalah kemajuan mengikuti perkembangan teknologi kesehatan. Kemajuan ini berarti negara mengakui bahwa aborsi adalah salah satu prosedur kesehatan, seperti halnya kontrasepsi. 

Semangat dari UU ini adalah melindungi nyawa wanita dari praktik aborsi yang nggak aman, lho. Kendati demikian, hal ini memberikan pengecualian untuk korban pemerkosaan dan indikasi kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu atau anak dalam kandungan (Pasal 75- 77).

Nahas, pelaksanaan UU Kesehatan yang telah ada selama 11 tahun ini mangkrak di tengah jalan. Aturan pelaksanaan UU tersebut baru dikeluarkan beberapa tahun kemudian, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Pemerkosaan. 

Meskipun aturan baru telah dikeluarkan, pelaksanaannya terhambat karena belum ada tempat yang ditunjuk pemerintah dan alur rujukan yang jelas bagi pelaksanaan UU dan aturan turunannya. Belum lagi menjalankan amanat, Pemerintah dan DPR sedang berusaha lari dari tanggung jawab dan merancang pengaturan aborsi di dalam RKHUP yang akan membawa pengaturan aborsi mundur lebih dari satu abad.

Nah, masih mau membiarkan RUU PKS jalan di tempat? Wanita, bahkan pria butuh banget ruang aman, meskipun nggak cuma soal kekerasan seksual, tapi dampaknya dengana aborsi ini lekat banget, Beauty.

Baca Juga: Jangan Main-main! Kenali 8 Efek Bahayanya Aborsi Bagi Kesehatan Tubuh Wanita, Bisa Berujung Kematian

Baca Juga: Ini 5 Cara Dorong Kesetaraan Gender dalam Perusahaan ala Grant Thornton, Apa Saja?

Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.

Artikel Pilihan