Menu

Peringati Hari Internasional Orang Hilang, Komnas Perempuan Dorong Pemerintah untuk Segera Lakukan Ratifikasi Konvensi Penghilangan Paksa

30 Agustus 2022 22:30 WIB
Peringati Hari Internasional Orang Hilang, Komnas Perempuan Dorong Pemerintah untuk Segera Lakukan Ratifikasi Konvensi Penghilangan Paksa

Ilustrasi wanita yang punya banyak pekerjaan dengan upah rendah (Pinterest/Edited by Herstory)

HerStory, Medan —

Tepat pada 30 Agustus diperingati sebagai Hari Internasional Orang Hilang atau Penghilangan secara Paksa yang mana merupakan tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Hari ini digunakan untuk mengingat para aktivis dan korban penghilangan paksa dari konflik tertentu.

Penghilangan paksa adalah kejahatan yang dilakukan secara sistematis atau merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kasus penghilangan paksa terus memberikan dampak yang berlanjut sebab para korban tak ditemukan atau diketahui bagaimana nasibnya sehingga anggota keluarga selalu merasakan kehilangan.

Di Indonesia sendiri penghilangan paksa terjadi pada beberapa peristiwa politik, seperti konflik 1965, 1966, kasus penembakan misterius (Petrus), hingga penculikan aktivis sekitar tahun 1997-1998.

“Kasus-kasus ini sebenarnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tragedi Mei 98 sebagaimana yang bisa kita baca dalam catatan dari Tim Gabungan Pencari Fakta tragedi Mei 98 atau kerusuhan yang terjadi di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya pada tanggal 13-15 Mei 1998 yang menjadi pendorong lahirnya Komnas Perempuan,” ujar Andy Yentriyani selaku komisioner Komnas Perempuan dalam ‘Diskusi Publik Penghilangan Paksa dan Dampaknya terhadap Perempuan’ (20/8/2022).

Andy Yentriyani mengatakan bahwa penuntasan penghilangan paksa di Indonesia merupakan hutang Reformasi yang sudah lama tertunda. Sebagai upaya untuk menuntaskan kasus kekerasan terhadap perempuan, Komnas Perempuan menyoroti bagaimana perempuan menjadi korban dari penghilangan paksa.

“Dalam praktik penghilangan paksa ini, perempuan menjadi korban, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, perempuan dihilangkan, ada yang dikembalikan ada yang tidak dikembalikan atau ditemukan kembali. Secara tidak langsung, (perempuan) menjadi keluarga dari korban kehilangan paksa,” ujar Andy Yentriyani.

Sebagai korban penghilangan paksa, perempuan mengalami berbagai penderitaan dari praktek ini. Pasalnya, kelompok ini mengalami penangkapan dan penawanan, rentan menjadi korban penganiayaan, sasaran kekerasan seksual, serta mendapatkan penghinaan dan perendahan martabat.

Tak hanya itu, keluarga korban mengalami berbagai masalah, yaitu kehilangan serta mendapatkan stigma sebagai musuh negara hingga saat ini. 

PBB telah menyelenggarakan konferensi pada tahun 2010 untuk membahas penghilangan paksa atau penculikan yang kerap terjadi di berbagai negara. Akhirnya terbentuk Konvensi Internasional tentang Perlindungan terhadap Semua Orang dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa yang ditandatangani oleh 52 negara anggota PBB dengan 96 anggota baru, termasuk Indonesia.

Meski sudah menandatangani Konvensi Internasional tersebut pada 27 September 2010. Namun, hingga kini RUU ratifikasi penghilangan paksa belum kunjung disahkan. 

“Kami menggagas kegiatan pada hari ini dengan maksud untuk kita bersama bisa menyerukan dan mendorong komitmen negara Indonesia untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan termasuk penghilangan paksa dengan segera meratifikasi Konvensi Penghilangan Paksa,” tandasnya.

Baca Juga: Bikin Melongo! Selama 4 Tahun, Komnas Perempuan Terima 16.157 Aduan Kekerasan Terhadap Wanita!

Baca Juga: Komnas Perempuan Rilis CATAHU 2024, Angka Kekerasan Naik 14,17%

Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Beauty. Yuk, ikuti artikel terbaru HerStory dengan klik tombol bintang di Google News.

Artikel Pilihan